Keamanan Hakim untuk Peradilan yang Independen
Kolom

Keamanan Hakim untuk Peradilan yang Independen

Keamanan hakim di Indonesia sangat rentan terhadap ancaman dan bahaya karena harus berpindah-pindah lokasi dinas secara berkala. Ancaman keamanan hakim akan mengganggu pekerjaannya.

Bacaan 6 Menit
Bagus Sujatmiko (kiri)  dan Amelia Devina Putri. Foto: Istimewa
Bagus Sujatmiko (kiri) dan Amelia Devina Putri. Foto: Istimewa

Independensi peradilan masih menjadi tugas rumah yang berat bagi penegakan hukum Indonesia. Salah satu penyebabnya karena minim jaminan keamanan terhadap hakim. Laporan riset Institute Criminal Justice Reform mencatat reformasi hukum belum menjadi prioritas pada pemerintahan Indonesia. Bisa dikatakan tujuh dekade ini seperti tidak ada perubahan pada jaminan keamanan terhadap sang pengadil. Padahal, peran lembaga yudisial tidak hanya sebagai penegak hukum dan pelindung hak asasi manusia. United Nations Human Rights (UNHCR) menyebut perannya juga sebagai pembatas dari kewenangan yang dimiliki eksekutif dan legislatif. UNHCR menguraikan Basic Principles on the Independence of the Judiciary. Isinya menyebut setiap lembaga negara/institusi pemerintah harus menghormati dan memerhatikan independensi peradilan terlindungi dari segala bentuk tekanan.

Tulisan ini akan membahas bagaimana keamanan hakim merupakan salah satu faktor yang berdampak pada independensi peradilan. Pertama dengan melihat realita keamanan hakim saat ini. Selanjutnya dengan melihat kondisi ideal yang membandingkan praktik di negara lain. Penulis akan mengusulkan solusi jangka pendek dan jangka panjang.

Baca juga:

Realitas Keamanan Hakim

Hakim harus imparsial dalam menjalankan tugasnya atau dikenal juga dengan istilah without fear or favour. Namun, seseorang yang berada dalam rasa takut tidak dapat memutus dengan pertimbangan optimal. Mengutip David William McKeauge—hakim pada US Court of Appeals—bahwa ketika hakim dalam ketakutan maka hal ini akan menghalangi pekerjaannya.

Keamanan hakim di Indonesia sangat rentan terhadap ancaman dan bahaya karena mereka harus berpindah-pindah lokasi dinas. Seorang hakim harus keluar dari daerah asalnya ke daerah baru. Ada perbedaan sosial, ekonomi, budaya, dan tingkat keamanan. Hal ini tidak hanya menyangkut keamanan hakim itu sendiri melainkan juga keluarganya.

Kondisi tempat tinggal hakim di berbagai daerah pun mayoritas tidak memiliki pengamanan. Sebagai contoh, para hakim bahkan Ketua Pengadilan Negeri Labuan Bajo harus tinggal di kos-kosan. Ini disebabkan tidak ada rumah dinas yang disediakan. Dana negara yang tersedia untuk membayar kos-kosan tersebut juga hanya kisaran Rp900 ribu/bulan. Padahal, nilai sewa tempat tinggal sangat tinggi di wilayah Labuan Bajo. Tentu sulit mendapat hunian yang layak apalagi dengan pengamanan yang memadai. Selain itu, hakim tidak diberi sarana dan prasarana untuk melindungi dirinya sendiri. Ketua Pengadilan saja tidak memiliki anggota keamanan khusus untuk melindungi dirinya beserta keluarga.

Berdasarkan hasil survei dari 120 satuan kerja hakim di seluruh Indonesia, 59% responden pernah mengalami ancaman keamanan. Sementara itu, 38,5% mengalami bahaya keamanan. Ancaman keamanan ini mulai dari pembunuhan, guna-guna (magis), perusakan kantor, hingga pemerkosaan. Bahaya keamanan yang sudah dialami mulai dari didatangi ke rumah tinggal, penembakan kaca jendela rumah tinggal dengan senapan angin, kendaraan dilempar batu, kantor dikepung lalu hakimnya dikejar massa, hingga kantor pengadilan dibakar.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait