2 Catatan Presiden Joko Widodo Soal Polemik Penetapan Tersangka Kepala Basarnas
Utama

2 Catatan Presiden Joko Widodo Soal Polemik Penetapan Tersangka Kepala Basarnas

Meliputi koordinasi antara instansi dan evaluasi penempatan perwira militer yang menempati jabatan sipil.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Presiden Joko Widodo.Foto: RES
Presiden Joko Widodo.Foto: RES

Polemik penanganan perkara dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa di Basarnas oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan TNI mendapat perhatian banyak kalangan. Bahkan Presiden Joko Widodo pung angkat bicara menanggapi silang pendapat penanganan perkar yang ditengarai melibatkan perwira TNI aktif itu.

Presiden Joko Widodo setidaknya terdapat 2 hal menjadi perhatiannya. Pertama, persoalan itu dinilai sebagai masalah koordinasi antara instansi. Masing-masing instansi diminta untuk menjalankan sesuai kewenangannya sebagaimana aturan yang berlaku. Yakni antara KPK dan Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI.

“Sudah, kalau itu dilakukan, rampung,” katanya kepada wartawan di sela kegiatan peresmian Sodetan Ciliwung di Inlet Sodetan Kali Ciliwung, Senin (31/07/2023) kemarin.

Kedua, yang disebut Presiden Jokowi tentang evaluasi terhadap penempatan perwira TNI pada jabatan sipil. Dia menyebut semuanya akan dievaluasi tak hanya di lembaga sipil seperti Basarnas. Evaluasi itu ditujukan salah satunya untuk mencegah agar tidak terjadi lagi penyelewengan misalnya korupsi di tempat-tempat yang penting.

Terpisah, Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Nasional, Julius Ibrani menegaskan peraturan yang berlaku sudah sangat kuat memberi kewenangan KPK untuk menangani perkara korupsi termasuk yang menjerat perwira TNI. Menurutnya, UU No.19 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Korupsi dan UU No.34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) secara jelas dan terang memberi landasan hukum yang kuat untuk memproses perkara dugaan korupsi di Basarnas melalui pengadilan umum (Tipikor), bukan peradilan militer.

Baca juga:

Julius menilai, tidak perlu ada koneksitas dalam menangani kasus tersebut karena secara mutlak berada dalam ranah proses penegakan hukum sipil. Nah, UU No.31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer menjadi alasan keberatan yang digunakan Puspom TNI terhadap penetapan tersangka Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi dan Koorsmin Kabasarnas Letkol Arfi Budi Cahyanto. Padahal UU 31/1997 selama ini dikenal sebagai instrumen impunitas bagi militer yang melakukan pidana umum.

Tags:

Berita Terkait