2 Profesor Hukum Ini Semula Menolak Living Law Masuk KUHP Nasional
Terbaru

2 Profesor Hukum Ini Semula Menolak Living Law Masuk KUHP Nasional

Karena living law hanya memiliki element, bukan bestandeel. Sehingga berpotensi membuat jaksa penuntut umum sulit untuk membuktikan unsur pidana.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit

Tapi dalam draf terakhir yang disahkan menjadi UU No.1 Tahun 2023  tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ketentuan living law dipisah. Di mana Pasal 1 mengatur soal asas legalitas dan Pasal 2 tentang living law. Asas Pasal 1 ayat (1) yakni tidak ada pidana tanpa UU, dan Pasal 2 menggunakan asas yang berbeda, tapi intinya tidak ada pidana tanpa hukum.

Lebih lanjut Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum (FH) Universitas Gadjah Mada (UGM) itu menerangkan, dalam membaca Pasal 2 UU 1/2023 tak bisa lepas dari Pasal 12 tentang sifat melawan hukum dan Pasal 51 terkait pedoman pemidanaan. Salah satu poin pedoman pemidanaan yakni living law yang digunakan hakim untuk menjatuhkan pidana. Tapi tak melulu living law itu pidana adat. Oleh karena itu Pasal 2 menyebut keberlakuan living law bisa digunakan untuk memberikan atau tidak suatu pidana.

Dia mengingatkan teori sifat melawan hukum salah satunya melawan hukum materil dimana sifat melawan hukum terdiri dari 4 hal. Pertama, sifat melawan hukum umum. Pasal 12 UU 1/2023 menekankan syarat hukum umum dimana tidak melawan hukum maka tidak bisa dihukum.

Kedua, sifat melawan hukum khusus. Sifat melawan hukum diatur eksplisit dalam delik misal pencurian barang siapa mengambil barang orang untuk dimiliki secara melawan hukum, maka beban jaksa penuntut umum membuktikan adanya sifat melawan hukum. Ketiga, sifat melawan hukum formil. Prof Eddy menjelaskan perbuatan melanggar peraturan perundang-undangan artinya melanggar peraturan dan ini termasuk melawan hukum publik.

Keempat, sifat melawan hukum materil yang dibagi 2 cabang yakni dari sudut pandang perbuatan dan sudut pandang sumber hukum. Dari sudut pandang perbuatan, melekat delik materiil, pembentuk UU melindungi akibat dari suatu perbuatan. Melawan hukum materil melekat delik materil.

Cabang kedua dari sumber hukum yang melahirkan sifat melawan hukum materil dalam fungsi negatif dan positif. Prof Eddy menyebut dalam sifat negatif ini menjadi alasan penghapus pidana walau perbuatan sesuai delik tapi tidak bertentangan dengan rasa keadilan masayarakat maka tidak dipidana. Sebaliknya meskipun perbuatan tidak bertentangan dengan UU tapi bertentangan dengan keadilan masyarkaat maka hakim menjatuhkan pidana.

Di lokasi yang sama Guru Besar FH Universitas Diponegoro (Undip) Prof Pujiyono, mengatakan banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan setelah UU 1/2023 disahkan, salah satunya mengenai living law. Ketentuan ini menjadi perdebatan sejak RKUHP dibahas karena biasanya hukum tertulis dalam UU, tapi hukum yang hidup dalam masyarakat menentukan juga hukum yang diterapkan dalam pidana.

Sebelum kolonial Belanda masuk masuk ke Indonesia, Prof Pujiyono mengatakan berbagai suku yang ada di Indonesia sudah memiliki hukum sendiri. Ketika kolonial belanda memberlakukan Wetboek van Strafrecht alias KUHP seolah mematikan hukum yang selama ini hidup dalam masyarakat. Akibatnya terjadi kesenjangan antara pengaturan dalam KUHP berbeda dengan ide dasar yang berkembang di Indonesia.  

Misalnya, KUHP warisan Belanda itu banyak dipengaruhi hukum klasik yang menekankan individualisme. Hal itu berbeda konsep yang ada di Indonesia sehingga KUHP bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat Indonesia. “Ini menunjukan dalam kehidupan hukum kita ada masalah, yakni menyangkut apa yang tercermin dalam norma tidak didasari ide dasar nilai masyarakat Indonesia,” paparnya.

Pasal 2 ayat (1) UU 1/2023 menurut Prof Pujiyono sebagai integrasi sumber hukum karena menentukan sumber hukum sebagai tindak pidana tak hanya yang tercantum secara tertulis dalam aturan tapi juga hukum yang hidup dalam masyarakat. Kemudian Pasal 12 KUHP merupakan integrasi yang menentukan suatu perbuatan dipandang sebagai pidana atau perbuatan melawan hukum. Tapi kemudian harus diuji terkait kriteria materil, di mana perbuatan itu bertentangan dengan kesadaran hukum masyarakat.

Tags:

Berita Terkait