7 Pesan Penting Ketua MA untuk Hakim Saat Peringatan HUT IKAHI
Berita

7 Pesan Penting Ketua MA untuk Hakim Saat Peringatan HUT IKAHI

“Jagalah kekompakan dan soliditas di antara sesama anggota IKAHI. Seorang Hakim dilarang untuk saling mengintervensi dan mengomentari perkara yang diadili oleh sesama hakim yang lain”.

Agus Sahbani
Bacaan 3 Menit
Ketua MA H.M. Syarifuddin. Foto: Humas MA
Ketua MA H.M. Syarifuddin. Foto: Humas MA

Pengurus Pusat (PP) Ikatan Hakim Indonesia (PP IKAHI) menggelar puncak acara peringatan HUT IKAHI ke-68 sekaligus Silaturahmi Nasional Seluruh Pengurus IKAHI secara virtual bersama Ketua Mahkamah Agung (MA) dan para Pimpinan MA, Kamis (18/3/2021). Peringatan HUT IKAHI ke-68 tahun 2021 ini mengambil tema “Soliditas IKAHI dalam Mengawal Modernisasi Peradilan di Era Pandemi Covid 19 Menuju Peradilan Yang Agung”.

“Tepat 20 Maret 2021 yang akan datang, organsisasi IKAHI genap berusia 68 tahun, saya atas nama Ketua MA, sekaligus sebagai Pelindung IKAHI, mengucapkan selamat ulang tahun untuk IKAHI ke-68. Semoga di usianya yang ke-68 IKAHI semakin sukses dan maju sebagai organsiasi profesi bagi para hakim di seluruh Indonesia dalam mendukung terwujudnya badan Peradilan Indonesia Yang Agung,” ucap Ketua MA Muhammad Syarifuddin dalam sambutannya saat peringatan HUT IKAHI ke-68 secara daring, Kamis (18/3/2021).  

Sejalan dengan tema HUT IKAHI tahun 2021 ini, Ketua MA menyampaikan beberapa pesan penting bagi seluruh anggota IKAHI. Pertama, sesama Hakim harus senantiasa saling mengingatkan satu sama lain agar tidak melakukan perbuatan yang dapat merugikan diri sendiri dan lembaga. Sikap saling mengingatkan untuk kebaikan harus menjadi budaya di kalangan para hakim, karena itulah wujud soliditas yang sebenarnya.

“Jika kita menemukan ada teman kita yang perilakunya mulai menyimpang dari aturan kode etik, kita wajib segera mengingatkannya. Kita tidak boleh membiarkan teman atau rekan sejawat kita terjerumus pada perbuatan yang tercela,” kata Syarifuddin. (Baca Juga: Harapan Ketua MA Saat Peluncuran 6 Aplikasi Ditjen Badilag)

Kedua, Hakim harus berhati-hati mengekspresikan pikiran, ucapan, dan tindakan di media sosial. Belum tentu apa yang kita anggap baik, ditafsirkan baik oleh publik. Bisa saja apa yang kita unggah justru menimbulkan kegaduhan di ruang publik atau menimbulkan ketersinggungan bagi orang lain dan sekelompok orang tertentu.

Ketiga, Hakim tidak perlu ikut beropini dan memberi pendapat di media sosial terhadap kondisi sosial atau peritiwa hukum yang terjadi di masyarakat, karena bukan tidak mungkin peristiwa itu suatu saat akan menjadi perkara di pengadilan. “Kita juga tidak perlu menumpahkan keluh kesah dan amarah di media sosial, karena bisa jadi keluh kesah dan amarah kita terbaca pihak yang sedang berperkara di pengadilan yang perkaranya sedang kita tangani,” kata dia.  

Keempat, apa yang diunggah di media sosial akan menjadi milik publik dan publik berhak untuk menilai apapun tentang apa yang kita publikasikan. “Kita harus selalu bersikap arif dan bijaksana, baik ketika di dalam persidangan, maupun dalam kehidupan sehari-hari, terutama ketika menggunakan media sosial.”

Tags:

Berita Terkait