8 Alasan Fraksi PKS Tolak RUU Provinsi DKJ
Terbaru

8 Alasan Fraksi PKS Tolak RUU Provinsi DKJ

Antara lain penyusunan dan pembahasan RUU DKJ tergesa-gesa dan belum melibatkan partisipasi masyarakat secara bermakna (meaningful participation).

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit

Setidaknya ada 8 alasan fraksinya menolak RUU Provinsi DKJ. Pertama, penyusunan dan pembahasan RUU DKJ tergesa-gesa. Harusnya lebih dulu ada sebelum UU Ibu Kota Negara terbit. Hal ini berpotensi menimbulkan banyak masalah karena penerapan UU Pemerintah Daerah pada Jakarta butuh banyak penyesuaian dan masa transisi yang panjang.

Kedua, posisi Jakarta dalam RUU ini perlu dikaji mendalam karena bertumpuk dengan berbagai sebutan dan posisi. Ansory menjelaskan misalnya disebut Daerah Khusus, masuk kawasan aglomerasi, Badan Layanan Bersama, yang membuat pengaturan Jakarta menjadi rumit dan dikhawatirkan dipenuhi dengan beragam kepentingan.

“Hal ini sudah terlihat jelas dalam draft dan pembahasan misalnya dalam penentuan kepala daerah khusus Jakarta, penentuan pimpinan kawasan aglomerasi, dan nantinya penentuan kepala badan layanan bersama,” ujarnya.

Ketiga, RUU Provinsi DKJ belum melibatkan partisipasi masyarakat secara bermakna (meaningful participation). Penjelasan UU No.13 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dinyatakan penguatan keterlibatan dan partisipasi masyarakat yang bermakna dilakukan secara tertib dan bertanggung jawab. Syaratnya ada 3 yakni hak untuk didengar pendapatnya, hak untuk dipertimbangkan pendapatnya dan hak untuk mendapat penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan.

Keempat, pembahasan yang dipaksakan menimbulkan masalah hukum. Sebab pembahasan RUU DKJ sudah lewat waktu dari yang dimandatkan Pasal 41 ayat (2) bahwa revisi UU Provinsi DKJ dilaksanakan paling lambat 2 tahun setelah UU IKN diundangkan. Tapi sampai batas waktu 15 Februari 2024 beleid itu tak kunjung direvisi.

Akibatnya terjadi cacat prosedur, termasuk mempertaruhkan substansi pengaturan, juga bakal berdampak pada terbatasnya waktu bagi masyarakat berpartisipasi dalam proses penyusunan UU Jakarta. Rendahnya partisipasi masyarakat dalam menyusun RUU DKJ berdampak pada lemahnya legitimasi ketika diundangkan menjadi UU.

“Proses pembahasan UU Cipta Kerja dan UU IKN menjadi contoh proses yang terburu-buru dan dalam waktu yang singkat serta minim partisipasi berpengaruh terhadap rendahnya kualitas UU,” ujarnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait