Akademisi FHUI Paparkan Berbagai Tantangan Implementasi RUU Perampasan Aset
Terbaru

Akademisi FHUI Paparkan Berbagai Tantangan Implementasi RUU Perampasan Aset

Permasalahannya antara lain kesiapan penegakan hukum khususnya paradigma hakim

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Akademisi FHUI Febby Mutiara Nelson (baju coklat) dalam acara Indonesia Integrity Forum 2023: Sustaining Alliance, Bolstering Collective Action di Jakarta, Rabu (25/10) lalu. Foto: MJR
Akademisi FHUI Febby Mutiara Nelson (baju coklat) dalam acara Indonesia Integrity Forum 2023: Sustaining Alliance, Bolstering Collective Action di Jakarta, Rabu (25/10) lalu. Foto: MJR

Pembahasan RUU Perampasan Aset antara pemerintah dan DPR masih berjalan alot. Meski demikian, draf RUU Perampasan Aset telah beredar di publik. Terdapat berbagai ketentuan yang mengatur perampasan aset tersebut yang menganut mekanisme non-conviction based (NCB).

Pengajar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Febby Mutiara Nelson, mengungkapkan meski kehadiran RUU Perampasan Aset dibutuhkan, namun terdapat berbagai tantangan dalam penerapannya. Permasalahannya antara lain kesiapan penegakan hukum khususnya paradigma hakim. Secara konvensional, dia menyampaikan pandangan hakim dalam perkara perdata tidak mengakui berperkara melawan benda. Padahal, konsep NCB ini berperkara melawan benda yang diduga hasil tindak pidana. 

“Hakim akan bingung menerapkan ini perdata jenis apa. Jangan sampai RUU yang sudah bagus ini karena paradimanya seperti itu pada saat pelaksanaannya seperti tindak pidana korporasi yang bisa dihitung jari penegakan hukumnya karena tidak gampang membuktikannya,” ungkap Febby dalam acara Indonesia Integrity Forum 2023: Sustaining Alliance, Bolstering Collective Action di Jakarta, Rabu (25/10) lalu.

Baca juga:

Selain itu, dia juga menyampaikan masih terdapat tumpang tindih jenis alat bukti dalam UU ini. Terdapat 7 jenis alat bukti yang terdapat dalam RUU Perampasan Aset yaitu surat, dokumen, keterangan saksi, keterangan ahli, alat bukti elektronik, pernyataan (affidavit) dari penyedia layanan dan alat bukti lain yang terungkap dalam persidangan.

“Jenis alat bukti yang diatur RUU Perampasan Aset ada 7. Ini ada redundant misalnya diatur alat bukti surat. Tapi dia juga mengatur lagi alat bukti dokumen. Di mana alat bukti dokumen ini sebagian besar keterangan adalah alat bukti surat. Nanti, hakim akan mempertimbangkan ini alat bukti apa?” jelas Febby.

Kemudian, RUU Perampasan Aset juga mengatur jenis bukti affidavit yang sulit dibedakan dengan ahli. “Dalam pikiran hakim affidavit itu adalah ahli yang disumpah. Lalu apa bedanya antara ahli dengan affidavit ini,” imbuhnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait