Antara Menunda atau Menghentikan Pembahasan RUU HIP?
Berita

Antara Menunda atau Menghentikan Pembahasan RUU HIP?

Merombak total draf menjadi opsi yang harus diambil bila DPR tetap menginginkan pembahasan RUU HIP.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

Menurut dia, pernyataan Mahfud itu didasarkan atas respons masyarakat terhadap RUU HIP karena sampai saat ini gelombang kritik dan penolakan sudah disuarakan berbagai elemen masyarakat termasuk ormas Islam. Dia mengatakan sikap yang paling bijak merespons suara masyarakat tersebut adalah menghentikan atau menunda pembahasannya.

"Pembuatan UU akan berjalan dengan baik jika ada kesepakatan antara pemerintah dan DPR. Jika sejak awal sudah ada satu pihak yang meminta ditunda, berarti pembahasannya tidak akan berjalan mulus, perlu penyamaan persepsi dan pandangan lagi, masih butuh waktu," ujarnya.

Sementara Anggota komisi II DPR Yanuar Prihatin menilai bila pengusulnya tetap ingin membahas setelah mendapat banyak masukan dari masyarakat, maka draf RUU harus ditrombak total. Seperti Bab I Ketentuan Umum angka 1 yang menyebutkan, “Pancasila adalah dasar negara, dasar filosofi negara, ideologi negara, dan cita hukum negara untuk mewujudkan tujuan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, serta berdaulat dalam tata masyarakat adil dan makmur sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.

“Pertanyaannya, Pancasila adalah dasar negara, dasar filosofi negara, ideologi negara dan cita hukum negara, apakah sudah tepat dan benar definisi tentang Pancasila semacam ini? Jelas ini definisi paling ngawur tentang Pancasila,” ujarnya.

Bagi Yanuar, redaksional definisi Pancasila dalam Bab I ketentuan umum angka 1 itu lebih tepat sebagai kedudukan atau fungsi Pancasila. Menurutnya, bila definisi Pancasila dibiarkan  sebagaimana tertuang dalam Bab I ketentuan umum angka 1, berpotensi menciptakan kekacauan berpikir di masyarakat luas.

Menurutnya, definisi Pancasila merujuk pada Pembukaan UUD 1945 yang terdiri dari lima sila. Contoh lain, ideologi Pancasila dalam Pasal 1 ayat (2) menyebutkan, “Pancasila adalah cita-cita dan keyakinan seluruh rakyat Indonesia dalam berjuang dan berupaya bersama sebagai suatu bangsa yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.”

Baginya, ideologi Pancasila tak hanya mencakup cita-cita dan keyakinan semata, tapi meliputi sistem pemikiran yang komprehensif dan terpadu tentang konsep hidup. “Perumus draft RUU ini harus hati-hati memberi makna terhadap ideologi Pancasila. Salah pikir bisa membuat salah konsep dalam RUU ini.”

Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini melanjutkan hal semacam itu boleh jadi terlihat sepele. Namun bila tetap dituangkan dalam draf RUU HIP dan ditetapkan menjadi UU bakal berbahaya bagi persatuan dan kesatuan, serta stabilitas politik. Menurutnya, akibat kesalahan berpikir membuat substansi RUU HIP menjadi konsep aneh dan pemaksaan ide.

Seperti disebutkan sendi pokok Pancasila adalah keadilan sosial. Padahal Pancasila tak hanya berisi keadilan sosial, namun terdapat empat sila lain. Karena itu, perumus draf RUU seolah serampangan dalam “memeras” Pancasila menjadi Trisila dan kemudian menjadi Ekasila. “Tidak cukup Pancasila itu hanya disimpulkan sebagai gotong royong. Gotong royong bukan substansi dasar Pancasila, Pancasila jauh lebih luas dan mendalam dari sekedar ekasila semacam ini,” katanya.

Tags:

Berita Terkait