Konferensi Nasional ke-2 Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) menyampaikan pernyataan sikap terkaik konflik agraria di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau. Salah satu isinya meminta pemerintah menghormati aspek kekhasan masyarakat hukum adat di Pulau Rempang.
“APHTN-HAN turut mencermati polemik yang terjadi terkait rencana aktivitas investasi perekenomian di Pulau Rempang. Berikut rekomendasi yang diberikan,” demikian tertulis dalam dokumen resmi yang disebarkan. Ada tiga isi rekomendasi tentang konflik agraria di Pulau Rempang. Rekomendasi ini dituangkan dalam paket Pokok-Pokok Pikiran dan Rekomendasi Konferensi Nasional ke-2 APHTN-HAN.
Baca Juga:
- Oligarki Pemilik Partai Politik Sekaligus Pengusaha Media Massa Berbahaya
- Hakim MK Arief Hidayat: Ilmuwan Hukum Harus Terus Belajar, Jadilah Climbers
- Konferensi Nasional APHTN-HAN ke-2 Dibuka, Konflik Rempang Ikut Dibahas
Pertama, perlunya pemerintah dalam membuat kebijakan pembangunan untuk senantiasa memperhatikan pemenuhan meaningful participation khususnya bagi masyarakat terdampak. Kedua, mengedepankan upaya dialogis, persuasif dan keadilan restoratif dalam mencari solusi penyelesaian perbedaan pendapat antara masyarakat setempat dan pemerintah berkaitan dengan rencana pembangunan untuk kepentingan ekonomi. Ketiga, menghormati aspek kekhasan masyarakat hukum adat yang secara faktual telah hidup bersama di lingkungannya dalam waktu yang lama, dalam pelaksanaan kebijakan pembangunan.
Rekomendasi Lengkap
Ada 100 makalah terseleksi dari seluruh wilayah Indonesia yang didiskusikan dalam Konferensi Nasional ke-2 APHTN-HAN. Hasilnya adalah rumusan rekomendasi yang dibacakan pada malam penutupan konferensi oleh pakar HAN Universitas Gadjah Mada Oce Madril, pakar HTN Universitas Brawijaya Pan Mohamad Faiz, pakar HAN Universitas Negeri Semarang Rofi Wahanisa, pakar HAN Universitas Indonesia Fitriani Ahlan Sjarif, dan pakar HTN Universitas Airlangga Radian Salman.
Panel diskusi berjudul “Penegakan Hukum dan Penyelesaian Sengketa Pemilu” menghasilkan rekomendasi sebagai berikut:
1. Banyaknya ruang (kanal) penegakan hukum Pemilu berdampak pada keadilan dan kepastian hukum. Maka ke depan (pasca 2024), diperlukan penyederhanaan kelembagaan penegakan hukum Pemilu, seperti dengan pembentukan Peradilan khusus Pemilihan (Pemilu).