Berharap Majelis Jatuhkan Vonis Bebas terhadap Penyerang Novel
Berita

Berharap Majelis Jatuhkan Vonis Bebas terhadap Penyerang Novel

Kemudian Majelis Hakim memerintahkan penyelidikan ulang untuk menemukan pelaku sesungguhnya.

Agus Sahbani
Bacaan 2 Menit

Ia mendorong agar Presiden Jokowi sebagai kepala negara mengingatkan untuk pelaksanakan penegakan hukum. "Presiden sebagai kepala negara bisa mengingatkan, bukan bermaksud mengintervensi. Ini sudah keterlaluan sandiwaranya, bukan intervensi proses hukum yang sedang berjalan, tapi ini suara rakyat yang sudah geram," kata dia. (Baca Juga: Komisi Kejaksaan Bakal Eksaminasi Tuntutan Kasus Novel, Tapi…)

Terpisah, Pakar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Prof Mudzakir meminta Majelis mencermati kasus ini guna mencari kebenaran materil demi rasa keadilan bagi korban dan masyarakat. “Majelis Hakim harus cermat. Kalau terdakwa mengaku-aku sebagai pelaku, kemudian hakim menghukum, maka terjadi peradilan sesat,” ujar Mudzakir dalam webinar bertajuk “Eskalasi Hukum dan Sikap Publik Kasus Novel”Jumat (19/6/2020).

Dia mengakui tuntutan rendah terhadap dua terdakwa Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette memang mengusik rasa keadilan korban dan masyarakat. Karena itu, menjadi tantangan dan pertaruhan bagi majelis hakim untuk memutus perkara ini demi kepastian hukum yang adil. Mudzakir mengatakan sejatinya Majelis Hakim tak boleh ragu memutus perkara ini berdasarkan keyakinan dan alat bukti yang terungkap dalam persidangan.

Namun, menurutnya perbuatan terdakwa bisa saja tidak terbukti karena motif terdakwa (tidak sengaja dan hanya memberi pelajaran terhadap korban) menyiram air keras ke wajah Novel sulit diterima akal sehat. “Saya tak habis pikir, menyiram air keras ke mata Novel dianggap sebagai perbuatan yang tidak sengaja, sehingga jaksa hanya menuntut 1 tahun penjara.”  

Menurutnya, jaksa menggunakan doktrin yang tidak terdapat dalam hukum pidana, setelah dirinya kembali membuka berbagai literatur hukum pidana soal doktrin yang digunakan jaksa dalam kasus ini. “Ini doktrin dari mana, akibat penganiayaan yang ‘tidak sengaja’ kemudian bisa diperingan (tuntutannya, red)? Ini misteri doktrin yang dikembangkan jaksa (sendiri, red). Saya bertanya-tanya, beliau ini lulusan dari universitas mana supaya kami bisa evaluasi doktrin ini dari mana?”

Dia menerangkan motif sebagai pembentuk niat jahat seseorang, sehingga perlu ada pembuktian motif. Sebab, dari motif menggerakan pelaku untuk melakukan kejahatan. Kasus penyiraman air keras bila dipandang berdiri sendiri, maka tidak bunyi (berarti apa-apa). Namun ,bila dikaitkan serangkaian teror terhadap institusi KPK di era kepemimpinan Agus Rahardjo Dkk terkait penindakan perkara korupsi, motif ini pun harus dapat digali lebih mendalam.

“Namun, jika Majelis Hakim ragu-ragu dalam memutus, sama halnya keraguan jaksa untuk menuntut hukum berat terdakwa, bisa berujung Majelis berkeyakinan memutus bebas. Saya sarankan Majelis Hakim merekomendasikan kepada jaksa dan penyidik untuk mencari pelaku sebenarnya!”

Sebelumnya, setelah pembacaan tuntutan pada 11 Juni 2020, Novel Baswedan melalui akun twitternya, @nazaqistsha, pada 15 Juni 2020 lalu, mengusulkan pembebasan Mahulette dan Bugis. Novel Baswedan menuliskan "Saya juga tidak yakin kedua orang itu pelakunya. Ketika saya tanya penyidik dan jaksanya mereka tidak ada yang bisa menjelaskan kaitan pelaku dengan bukti. Ketika saya tanya saksi-saksi yang melihat pelaku dibilang bukan itu pelakunya. Apalagi dalangnya? Sudah dibebaskan saja daripada mengada-ngada!" (ANT) 

Tags:

Berita Terkait