Catatan Indef Terhadap Draf Revisi UU Minerba
Berita

Catatan Indef Terhadap Draf Revisi UU Minerba

Jangan sampai melupakan aspek perlindungan inklusif, perlindungan terhadap lingkungan, dan perlindungan terhadap sosial.

Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit

 

“Lalu bagaimana penjagaannya kalau digeser ke pusat sehingga tidak terjadi lagi kesalahan-kesalahan sebagaimana ketika izin di tangan kabupaten/kota ataupun provinsi,” ujar Berly.

 

Berly mengingatkan ketentuan Pasal 43 draf Revisi UU Minerba yang mengatur mineral ikutan dari mineral utama yang menjadi komoditas tambang tidak lagi harus dilaporkan. Ia mempertanyakan alasan adanya ketentuan tersebut. Menurut Berly, seharusnya mineral ikutan tersebut bisa menjadi sumber pendapatan negara yang lain karena ada royalti yang harus diperoleh negara.

 

Begitu juga dengan ketentuan Pasal 45 tentang mineral yang ikut tergali pada fase eksplorasi yang tidak kena royalti. Menurut Berly, harus diatur batas toleransi mineral tergali tersebut. Jika sudah melebih batas yang diatur, harusnya jumlah mineral tergali dilaporkan ke pemerintah. Jangan sampai ketentuan ini menjadi celah hukum untuk timbulnya abuse di kemudian hari.

 

“Fase ini kan biasanya digali hanya untuk dites kandungannnya berapa. Jadi intinya buat pemetaan kandungan. Jangan sampai ini menjadi diam-diam dieksploitasi tapi tidak kena royalti sehingga potensi abuse dan kehilangan pendataan negara. Makanya perlu ada limit berapa yang bisa digali tanpa kena royalti di fase eksplorasi,” terang Berly.

Berly juga menyinggung keberadaan Pasal 168 a draf Revisi UU Minerba. Dalam pasal tersebut diatur perpanjangan PKP2B menjadi IUPK tanpa mekanisme lelang. Padahal di UU Minerba saat ini, PKP2B yang telah habis masanya mesti melalui mekanisme lelang. Bukan perpanjangan otomatis. 

 

Sementara Ekonom senior Indef Faisal Basri mengusulkan, terkait tanggung jawab sosial perusahaan yang tidak diatur secara tegas dalam draf Revisi UU Minerba bisa diganti dengan sovereign wealth fund. Menurut Faisal, kewajiban CSR seperti sekarang membuat tanggung jawab perusahaan menjadi seperti pajak yang sifatnya wajib. Karena itu Faisal mengusulkan adanya sovereign wealth fund menggantikan CSR.

 

“Dia (perusahaan) menabung untuk menyisihkan kekayaan alam ini untuk generasi mendatang supaya mereka juga bisa menikmati. Kalau cara kita menguras seperti sekarang akan bahaya dan tidak ada pembicaraan sama sekali tentang kepedulian pengelolaan kekayaan alam kita ini untuk generasi yang akan datang,” tutup Faisal.

 

Tags:

Berita Terkait