Cerita Hakim Tak Mudik Gara-Gara Covid-19
Lipsus Lebaran 2020

Cerita Hakim Tak Mudik Gara-Gara Covid-19

“Ada keadaan yang membuat kita tidak bisa seperti biasanya, tidak bisa berkumpul bersama keluarga saat waktu penting (lebaran, red). Saya pribadi terus terang tidak mengeluh, saya memahami kondisi ini, yaa kita jalani saja begini.”

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: HGW
Ilustrasi: HGW

Hari Raya Idul Fitri 1441 Hijriyah dirasa berbeda karena ada larangan mudik lebaran tahun in. Tentunya gara-gara pandemi virus Corona yang dalam beberapa bulan terakhir melanda Indonesia agar penyebarannya tidak semakin meluas dan bisa ditekan. Larangan ini dengan terpaksa harus menunda bertemu dengan keluarga, sanak saudara, tetangga di kampung halaman demi kebaikan bersama.    

Aturan larangan mudik tidak hanya berlaku bagi masyarakat umum, tetapi juga untuk semua PNS/ASN termasuk para hakim yang kerap bertugas berpindah-pindah (rotasi) di pengadilan daerah. Aturan tidak bepergian keluar kota alias larangan mudik ini bagi hakim tertuang dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 3 Tahun 2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Selama Masa Pencegahan Penyebaran Covid-19 di Lingkungan MA dan Badan Peradilan di Bawahnya tertanggal 20 April 2020.

SEMA itu merujuk Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No. 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Masa Mudik Idul Fitri 1441 Hijriyah dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19. Dan Surat Edaran Menpan dan RB No. 46/2020 tentang Perubahan Atas SE Menpan dan RB No. 36/2020 tentang Pembatasan Kegiatan Bepergian ke Luar Daerah dan/atau Kegiatan Mudik Bagi ASN dalam Upaya Pencegahan Penyebaran Covid-19.

Dalam SEMA No. 3 Tahun 2020 ini, MA menegaskan guna mencegah penyebaran Covid-19 dan memastikan terpenuhinya pelayanan peradilan, selama berlakunya SEMA ini hakim dan aparatur peradilan tidak boleh berpergian ke luar kota tempat tinggal/tempat melaksanakan tugas atau tidak kembali ke daerah asalnya selama masa pencegahan penyebaran Covid-19. (Baca Juga: MA Larang Hakim dan Aparatur Peradilan Bepergian Keluar Kota)

“Hakim dan aparatur peradilan harus senantiasa siaga apabila sewaktu-waktu diminta untuk kembali ke kantor pada hari dan jam kerja untuk tugas yang bersifat mendesak dan harus hadir secara fisik,” demikian bunyi poin 2 SEMA No. 3 Tahun 2020 ini. 

Sebagian hakim yang biasanya mudik saat lebaran mengaku hanya pasrah seraya menerima keadaan ini. Seperti diungkapkan Hakim Yustisial pada Mahkamah Agung (MA) Darsono. Dia biasanya setiap lebaran pulang kampung ke rumah orang tuanya di Sidoarjo. Namun, karena ada wabah Covid-19, pemerintah melarang mudik, sehingga MA pun melarang para hakim untuk tidak bepergian keluar kota. “Sebenarnya pengen sekali pulang ke Sidoarjo, ingin berkumpul bersama keluarga. Tetapi, karena ini sudah kebijakan pemerintah, seorang hakim tentu harus patuh dan siap untuk tidak pulang kampung,” ujar Darsono kepada Hukumonline, Senin (18/5).

Lain lagi, cerita Ketua Pengadilan Negeri Moko-Moko Bengkulu, Nur Kholis. Dia merasa sangat sedih karena lebaran tahun ini tidak bisa mudik ke Bangkalan Madura. Padahal, Setiap tahunnya tidak pernah absen dari mudik. Sebab, kata dia, mudik menjadi tradisi orang Madura. (Baca: Cerita Lebaran dan Pandemi)

“Ada tradisi nyareh engon jeuh mesteh haros toron (meski mencari makan jauh-jauh harus tetap pulang). Kalau tidak mudik biasanya karena diusir orang tua atau tidak punya uang. Biasanya kalau tidak mudik diharap-harap dan orang tua nangis disana,” ujar Nur Kholis yang diselingi bahasa daerahnya.

Bagi orang Madura, kata dia, orang tua sudah seperti Tuhan kedua karena doa dan restunya manthih (mujarab). “Jadi diusahakan biasanya pulang walau tidak bawa apa-apa. Orang tua sih mengerti, tapi tetap saja ketika telepon tetap selalu ditanya bisa pulang atau tidak? Jadi, tambah kerong (kangen),” ujarnya.

Dia merasa lebaran tahun ini kurang menyenangkan karena anggota keluarganya terpisah-pisah. Pasalnya, istri Nur Kholis berada di Nganjuk, anak keduanya berada kuliah di Jember, dan anak pertamanya kuliah di Surabaya. “Lebaran kali ini terpisah-pisah dari istri dan kedua anak. Tidak bisa ngumpul ada perasaan sedih, tiap tahun biasanya pulang ngumpul bersama keluarga.”

“Kemungkian berlebaran dan bersilaturahmi bersama teman-teman kantor di PN Moko-Moko, tidak bisa kemana-mana kan? Yang pasti saya bakal kangen dengan makanan khas Lebaran di Madura, seperti ayam bumbu ad’thun, peyek melinjo, menu santap wajib bersama keluarga saat berlebaran,” lanjutnya.   

Tidak hanya itu, dia mengaku jika mudik biasanya ziarah ke makam leluhur atau kakek-nenek yang sudah meninggal untuk mendoakannya. Dan biasanya ziarah di makam sekaligus bisa bersilatuhrahmi dengan warga sekitar yang juga berziarah. “Saling menanyakan kabar. Kalau orang Madura itu kalau mudik lebaran itu ada kebanggan tersendiri,” kata dia.  

“Makanya, mudik saat lebaran itu tidak bisa digantikan dengan apapun. Meski nanti ada pergantian hari libur, rasanya kalau pulang ke kampung halaman bukan saat momen lebaran itu beda rasanya,” akunya. (Baca: Potret Penegakan Hukum Kala Pandemi Covid-19)

Hakim Yustisial pada MA Abdul Halim merasakan hal serupa. Dirinya lebaran kali ini tidak mudik gara-gara wabah virus Corona yang belum mereda hingga saat ini. Biasanya, setiap tahun dirinya bersama istri dan anaknya pulang ke Banjarmasin atau Cianjur. Banjarmasin kampung halaman Abdul Hakim dan Cianjur kampung halaman istrinya. “Setiap lebaran bergiliran mudik ke Banjarmasin atau Cianjur. Nah, tahun ini giliran ke Banjarmasin, tapi akhirnya tidak bisa mudik gara-gara Corona,” kata Abdul Halim.

Padahal, dirinya merasa sangat kangen kepada orang tuanya. “Rasanya berat tidak mudik, Ibu saya juga pengen banget ketemu dengan cucunya. Karena pulang ke Banjarmasin hanya 2 tahun sekali. Saya juga kangen berkumpul dengan teman-teman masa kecil di Banjarmasin.”

Menurutnya, suasana lebaran di Banjarmasin jelas berbeda dengan suasana lebaran di Jakarta. “Di Banjarmasin makanan lebarannya bikin kangen sekaligus bersilatuhrahmi dengan saudara-saudara, sehingga berlebaran lebih terasa. Meskipun saya juga pernah berlebaran di daerah lain karena tugas, bertugas di Jakarta baru kali ini,” kata Halim. “Saya tidak terlalu memikirkan libur lebaran dimundurkan ke akhir tahun. Yang terpenting wabah virus Corona mereda dulu agar kondisinya kembali normal,” tambahnya berharap.  

Sementara Hakim PTUN Pontianak Akhdiat Sastrodinata juga mengaku tidak bisa mudik ke Bengkulu bersama keluarganya karena tidak diperbolehkan mudik. Lebaran tahun ini, ia hanya bisa berlebaran di Pontianak. “Lebaran itu biasanya di Bengkulu bersama keluarga, belum pernah pisah sama keluarga saat lebaran,” kata Akhdiat. “Ada keadaan yang membuat kita tidak bisa seperti biasanya, tidak bisa berkumpul bersama keluarga saat waktu penting (lebaran, red). Saya pribadi terus terang tidak mengeluh, saya memahami kondisi ini, ya kita jalani saja begini,” kata dia.  

Menurutnya, jika memaksakan mudik lebaran saat pandemi Covid-19 ini tidak baik untuk diri sendiri dan keluarganya di kampung halaman. “Kita harus tetap bersyukur walaupun keadaan seperti ini. Alhamdulillah keluarga saya baik-baik saja di Bengkulu. Dan, di Pontianak sendiri lingkungan teman-teman kantor sudah seperti keluarga.”

Nikmati Akses Gratis Koleksi Peraturan Terbaru dan FAQ Terkait Covid-19 di sini.

Tags:

Berita Terkait