Dekan FH Universitas Brawijaya: Ada Keresahan Masyarakat Terhadap Pelaksanaan Pemilu 2024
Terbaru

Dekan FH Universitas Brawijaya: Ada Keresahan Masyarakat Terhadap Pelaksanaan Pemilu 2024

Sanksi etik yang dijatuhkan DKPP kepada komisioner KPU RI mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggara pemilu.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit
Dekan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (FHUB), Aan Eko Widiarto. Foto: RES
Dekan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (FHUB), Aan Eko Widiarto. Foto: RES

Proses penyelenggaraan Pemilu 2024 diwarnai kasus pelanggaran etik antara lain sanksi peringatan keras terakhir dan peringatan keras kepada tujuh komisioner KPU RI. Sanksi DKPP itu terkait proses pencalonan Presiden dan Wakil Presiden (Capres-Cawapres) pemilu 2024 setelah terbit Putusan MK No.90/PUU-XXI/2023. Putusan MK itu mengubah Pasal 169 huruf q UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu sehingga memberi peluang kepada bakal Capres-Cawapres yang belum genap usia 40 tahun. Selain itu pernah mengampu jabatan yang dipilih melalui pemilu termasuk pemilihan kepala daerah (Pilkada) untuk mendaftar sebagai Capres-Cawapres pada pemilu 2024.

Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) telah menjatuhkan sanksi etik terhadap hakim konstitusi yang terkait kebocoran informasi Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) Hakim Konstitusi dalam memutus perkara MK No.90/PUU-XXI/2023. Bahkan hakim konstitusi Anwar Usman dikenakan sanksi etik kategori berat sehingga dicopot dari jabatannya sebagai Ketua MK. Selain itu dugaan kecurangan yang terjadi dalam Pemilu 2024 menjadi sorotan banyak pihak mulai dari kalangan masyarakat sipil, akademisi, guru besar, dan anggota legislatif.

Mandat konstitusi terhadap penyelenggaraan pemilu sangat jelas, dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. Dekan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (FHUB), Aan Eko Widiarto, melihat dari pantauannya dan berita di media banyak keresahan, keluhan dan kekhawatiran masyarakat terhadap pemilu 2024. Ada dugaan keterlibatan aparat dan struktur pemerintahan, penggunaan kebijakan negara seperti bantuan sosial (bansos), dan tindakan aparat penegak hukum di luar tugas pokok dan fungsinya yakni melakukan kontra narasi.

“Tugas Polri sudah jelas menjaga keamanan dan ketertiban,” kata Aan ditemui di kantornya di gedung FHUB, Malang, Jawa Timur, Kamis (07/03/2024) lalu.

Baca juga:

Pelanggaran etik terhadap KPU RI terkait proses pendaftaran Capres-Cawapres menunjukkan lembaga penyelenggara pemilu terburu-buru, tidak hati-hati, dan menabrak prosedur. Tentu saja hal itu mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap profesionalitas dan independensi penyelenggara pemilu. Ditambah lagi ada penghentian sistem Sirekap, penggelembungan dan pencurian suara. Sehingga wajar ada pihak yang berniat membawa masalah pemilu ini, terutama terkait hasil ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Indikator terlaksananya pemilu secara jujur dan adil (jurdil) menurut Aan bisa dilihat dari penyelenggara pemilu apakah melaksanakannya secara fair, tidak berpihak, dan imparsial. Begitu pula aparat dan struktur negara selain harus adil juga mengayomi semua peserta pemilu. Sebab para kandidat yang ikut pemilu 2024 adalah calon pemimpin bangsa.

Tags:

Berita Terkait