Desakan Pembatalan Penonaktifan 75 Pegawai KPK Terus Mengalir
Utama

Desakan Pembatalan Penonaktifan 75 Pegawai KPK Terus Mengalir

TWK melanggar sejumlah ketentuan perundang-undangan termasuk putusan MK.

Aji Prasetyo
Bacaan 5 Menit
Jumpa pers KPK terkait pengumuman hasil Tes Wawasan Kebangsaan  beberapa waktu lalu. Foto: RES
Jumpa pers KPK terkait pengumuman hasil Tes Wawasan Kebangsaan beberapa waktu lalu. Foto: RES

Polemik mengenai Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) pada seleksi Aparatur Sipil Negara (ASN) yang berimbas pada tidak lulusnya 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih terus bergaung. Para Guru Besar dari berbagai Universitas kembali memberikan surat kepada pimpinan KPK yang isinya meminta agar pemecatan terhadap para pegawai tersebut dibatalkan.

Dalam suratnya, para Guru Besar yang diwakili Prof Sigit Riyanto (FH UGM) dan Prof Azyumardi Azra (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) menyatakan merujuk pada empat poin yang tertuang di dalam Keputusan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 652 Tahun 2021 disampaikan bahwa pegawai-pegawai dengan status Tidak Memenuhi Syarat yang diminta menyerahkan tugas dan tanggung jawab kepada atasan.

“Ini tentu bertolak belakang dengan pemaknaan alih status, melainkan sudah masuk pada ranah pemberhentian oleh Pimpinan KPK. Sebab, 75 pegawai KPK yang disebutkan TSM tidak dapat lagi bekerja seperti sedia kala,” tulis para Guru Besar dalam suratnya yang diterima Hukumonline.

Menurut para Guru Besar setidaknya ada dua isu penting yang tertuang di dalam TWK, mulai dari pertentangan hukum sampai pada permasalahan etika publik. Faktanya TWK tersebut tidak sekalipun disebutkan di dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 (UU KPK) maupun Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2020 sebagai syarat untuk melakukan alih status kepegawaian KPK. (Baca: 75 Pegawai KPK Dibebastugaskan, Novel: Ini Tindakan Sewenang-wenang)

“Bahkan, MK telah menegaskan di dalam putusan uji materi UU KPK bahwa proses alih status kepegawaian tidak boleh merugikan hak-hak pegawai KPK. Namun, aturan itu ternyata telah diabaikan begitu saja oleh Pimpinan KPK dengan tetap memasukkan secara paksa konsep TWK ke dalam Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 1 Tahun 2021,” terang para Guru Besar.

Tidak hanya itu, substansi TWK juga memunculkan kecurigaan, khususnya dalam konteks pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada pegawai KPK saat menjalani wawancara. Secara umum menurut pandangan kami apa yang ditanyakan mengandung nuansa irasional dan tidak relevan dengan isu pemberantasan korupsi.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa TWK ini tidak tepat jika dijadikan syarat untuk mengangkat pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara. Semestinya proses alih status ini dapat berjalan langsung, tanpa ada seleksi tertentu sebagaimana diatur di dalam peraturan perundangundangan. Terlebih lagi, sejumlah pegawai KPK yang diberhentikan telah memiliki rekam jejak panjang dalam upaya penindakan maupun pencegahan korupsi.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait