DJSN Sebut Tiga Alasan Penyesuaian Iuran BPJS Kesehatan
Utama

DJSN Sebut Tiga Alasan Penyesuaian Iuran BPJS Kesehatan

Penyesuaian iuran JKN untuk peserta pekerja bukan penerima upah (PBPU) pun dengan mempertimbangkan tingkat kewajaran, kemampuan bayar peserta, pendanaan pemerintah.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

Hasil monitoring, evaluasi, dan pengawasan yang dilakukan DJSN terhadap penyelenggaraan JKN selama 5 tahun ini menunjukan tren pemanfaatan pelayanan kesehatan yang semakin tinggi. Peningkatan manfaat pelayanan itu dibarengi dengan peningkatan biaya yang melampaui kemampuan pendanaan program JKN. Akibatnya terjadi defisit struktural dan gagal bayar terhadap fasilitas kesehatan terus berlanjut dengan jumlah yang meningkat setiap tahun.

DJSN menyimpulkan sedikitnya tiga hal alasan iuran JKN perlu penyesuaian. Pertama, penyesuaian iuran dibutuhkan untuk menjaga kualitas dan keberlangsungan program JKN. Kedua, penyesuaian iuran merupakan bagian tidak terpisahkan dari upaya perbaikan sistemik program JKN. Ketiga, penyesuaian iuran perlu dukungan publik sebagai bentuk gotong royong dan tanggung jawab bersama dalam penyelenggaraan JKN.

Anggota DJSN unsur pemerintah, Mohamad Subuh, mengatakan pemerintah telah menyiapkan potensi peserta PBPU turun kelas perawatan ke kelas III. Pada prinsipnya fasilitas kesehatan tidak boleh menolak pasien, jika ruang rawat inap kelas III penuh, maka ditempatkan sementara pada kelas di atasnya. Dalam hal ini, Perpres No.64 Tahun 2020 menjaga program JKN agar lebih bermutu dan berkelanjutan.

Jika jumlah peserta PBPU kelas III bertambah, Subuh mengatakan pemerintah akan meningkatkan subsidi sesuai jumlah peserta yang ditanggung. Dia menegaskan subsidi untuk kelas III peserta PBPU ini merupakan mandat putusan MA. “Kebijakan pemerintah sebagamana diatur dalam Perpres No.64 Tahun 2020 ini sesuai putusan MA,” katanya.

Dia menjelaskan sampai saat ini pemerintah masih membahas ruang rawat inap kelas standar. Hal ini sesuai amanat UU No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN). “Ke depan pelayanan dilakukan berdasarkan kebutuhan dasar kesehatan dan kelas standar,” urainya.

Anggota DJSN unsur Tokoh/Ahli, Asih Eka Putri mengatakan JKN merupakan asuransi sosial yang menjalankan prinsip subsidi silang. Kelas standar yang saat ini dibahas pemerintah merupakan pelaksanaan dari prinsip gotong royong. “Untuk kelas standar sampai saat ini ada 2 opsi yaitu kelas PBI dan bukan PBI,” katanya. (Baca Juga: Alasan MA Batalkan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan)

Sebelumnya, sejumlah pihak menganggap pemerintah tidak mengindahkan Putusan MA bernomor 7P/HUM/2020 yang membatalkan Pasal 34 Perpres No.75 Tahun 2019 tentang iuran peserta BPJS mandiri untuk seluruh kelas perawatan. Sebab, skema kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebagaimana diatur Pasal 34 Perpres 64/2020 tak berbeda jauh dengan besaran iuran BPJS sebagaimana diatur Perpres 75/2019.

Perpres 64 Tahun 2020 itu mengatur skema iuran BPJS Kesehatan pasca MA membatalkan Pasal 34 Perpres No.75 Tahun 2019. Beleid itu menyebutkan besaran iuran peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) sesuai manfaat (kelas) pelayanan ruang perawatan. Untuk Januari-Maret 2020 besar iuran mengikuti Perpres No.75 Tahun 2019 yaitu Rp160.000 (Kelas I); Rp110.000 (Kelas II); dan Rp42.000 (Kelas III). 

Untuk April-Juni 2020 besaran iuran mengikuti amanat putusan MA yakni kembali ke tarif iuran sesuai Perpres No. 82 Tahun 2018 yakni Rp80.000 (Kelas I); Rp51.000 (Kelas II); dan Rp25.500 (Kelas III). Tapi, mulai Per 1 Juli 2020, iuran JKN-KIS bagi peserta PBPU dan BP disesuaikan menjadi Rp 150.000 untuk kelas I; Rp 100.000 untuk kelas II, dan Rp 42.000 untuk kelas III.

Namun, khusus kelas III, pemerintah memberi bantuan iuran (subsidi) sebesar Rp16.500 pada 2020 dan menurun menjadi Rp7.000 per bulan pada 2021 mendatang. Dengan begitu, setiap peserta mandiri kelas III sepanjang Juli-Desember 2020 cukup membayar Rp25.500 dan pada 2021 membayar Rp35.000 per bulan.

Tags:

Berita Terkait