Harapan dan Tantangan Nahkoda Baru MK
Berita

Harapan dan Tantangan Nahkoda Baru MK

Tantangan kepemimpinan Anwar Usman-Aswanto, MK harus mampu memainkan perannya secara proporsional ketika dihadapkan kondisi saat ini yang merupakan tahun politik.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

Dia mengingatkan tantangan terberat bagi Anwar Usman-Aswanto, MK harus mampu memainkan perannya secara proporsional ketika dihadapkan kondisi saat ini yang merupakan tahun politik. Sebab, kondisi tahun politik ini, peran MK cukup vital. Misalnya, kewenangan MK mengadili sengketa pilkada, pemilu/pilpres, dan proses pengujian UU terkait UU Pilkada, UU Pemilu, dan UU MD3 yang berkaitan dengan politik.

 

“Tantangan yang jauh lebih berat dan harus dilalui Anwar Usman, memutus secara adil untuk kepentingan publik dan tidak berpihak dengan kelompok tertentu, memutus dengan sikap negarawan, dan mengedepankan substansi akademik ketimbang pertimbangan politik,” harapnya.

 

Sebagai catatan, kasus pertama kali yang mencoreng kewibawaan dan kredibilitas MK yakni kasus suap dalam sejumlah penanganan kasus sengketa pilkada. Melihat beberapa tahun terakhir hakim konstitusi juga terlibat suap dalam penanganan perkara pengujian UU. “Karena itu, seluruh perangkat atau aspek struktur kelembagaan hingga pegawai MK sampai dengan security pun harus benar-benar steril dari kasus suap,” harapnya.

 

Karena itu, Veri berharap tantangan dan pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan Anwar Usman-Aswanto sebagai “nahkoda” mampu menjadikan MK lebih berwibawa dan berintegritas tinggi. ”Siapapun yang memperjuangkan hak konstitusionalnya dapat mempercayai MK dengan penuh. itu yang diharapkan,” katanya. Baca Juga: Ini Profil Nahkoda Baru MK

 

Sebelumnya, Anwar Usman menjabat Wakil Ketua MK mendampingi Arief Hidayat, untuk periode kedua sejak Januari 2015 hingga 2018 (2015-2017 dan 2016-2018). Anwar Usman lahir di Bima 31 Desember 1956 dengan latar belakang pendidikan S-1 Ilmu Hukum dari Universitas Islam Jakarta (1984). Tahun 2001, dia menamatkan magister hukum di Fakultas Hukum IBLAM Jakarta. Sedangkan, program doktornya diraih di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta untuk bidang Ilmu Studi Kebijakan Sekolah.

 

Anwar mengawali karirnya justru bukan dari dunia hukum. Profesi pertamanya yang digeluti adalah guru agama honorer di Sekolah Dasar Kalibaru, Jakarta pada 1976. Tiga tahun kemudian dia baru menjadi CPNS Guru Agama Islam di SDN Kebon Jeruk pada tahun 1979. Profesi sebagai PNS guru agama dilakoni hingga tahun 1985. Di tahun yang sama, dia beralih profesi menjadi calon hakim di Pengadilan Negeri Bogor. Resmi menjadi hakim, penempatan pertamanya di PN Atambua periode 1989-1991. Lalu, menjadi hakim PN Lumajang sejak 1991 hingga 1997 sebelum diangkat sebagai hakim yustisial.

 

Setelah menjabat hakim yustisial, Anwar diangkat menjadi hakim Pengadilan Tinggi Jakarta yang diperbantukan sebagai Kepala Biro Kepegawaian MA pada tahun 2003-2005. Selanjutnya, ia menjabat Kabalitbang Diklat Kumdil MA sejak tahun 2006 hingga 2011 sekaligus tercatat sebagai hakim tinggi pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Lalu, Anwar resmi menjadi hakim konstitusi setelah mengucapkan sumpah di hadapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara pada Maret 2011 yang dkukuhkan melalui Keputusan Presiden No 18/P Tahun 2011 tertanggal 28 Maret 2011, menggantikan H M Arsyad Sanusi.

 

Sementara Aswanto sebelumnya berprofesi sebagai dosen di S-1 hingga S-3 di Universitas Hasanuddin, Makassar. Dia menjadi hakim konstitusi untuk periode pertama 21 Maret 2014 hingga 21 Maret 2019. Usai meraih gelar sarjana hukum pidana di Universitas Hasanuddin, ia melanjutkan program pascasarjana Ilmu Ketahanan Nasional, Universitas Gadjah Mada. Gelar doktor diraihnya di Fakultas Hukum, Universitas Airlangga. Namun, disertasi yang ditulisnya terkait dengan hak asasi manusia (HAM).

Tags:

Berita Terkait