Ini Dia Kritikan Ormas Keagamaan Terkait RUU Haluan Ideologi Pancasila
Berita

Ini Dia Kritikan Ormas Keagamaan Terkait RUU Haluan Ideologi Pancasila

Tidak dicantumkannya TAP MPRS No. 25/MPRS/1966 merupakan bentuk pengabaian terhadap fakta sejarah.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

Menanggapi hal ini, Sekretaris Jenderal PPP, Arsul Sani, yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua MPR menyampaikan apresiasi dan ucapan terima kasih atas seluruh respon dari berbagai ormas keagamaan. “Semua respon itu menunjukkan bahwa umat Islam ingin menjaga Pancasila sebagai dasar, ideologi dan falsafah negara yang sudah disepakati pada saat NKRI didirikan,” kata Asrul dalam keterangannya kepada Hukumonline.

Arsul mengatakan PPP mengajak kepada semua kekuatan politik di DPR agar hasil akhir pembahasan RUU HIP nantinya tidak mereduksi pemahaman dan penafsiran Pancasila ke konsep dan pemikiran yang diperdebatkan pada masa ketika para pendiri bangsa menyiapkan kemerdekaan Indonesia. Arsul menekankan bahwa RUU HIP itu belum disahkan menjadi UU. Bahkan, tahapan pembahasan subtansinya belum dimulai, karena pemerintah masih Menyusun Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang akan menjadi bahan pembahasan.

Dalam menyusun DIM ini, kata Arsul, PPP telah mendesak pemerintah agar tidak hanya meminta masukan dari kementerian dan lembaga terkait, tetapi juga dari ormas keagamaan dan elemen masyarakat sipil lainnya. Hal ini dikarenakan sensitivitas dan potensi RUU ini untuk memunculkan politik identitas baru di tengah-tengah masyarakat. (Baca: Mendorong TAP MPRS Pembuubaran PKI Masuk RUU Haluan Ideologi Pancasila)

Meski disetujui untuk dibahas sebagai inisiatif DPR, lanjut Arsul, RUU HIP tersebut juga memiliki catatan dari beberapa fraksi. Atas dasar itu, pembahasan RUU HIP tidak akan gegabah sehingga kekhawatiran MUI menjadi nyata. “PPP akan bersama fraksi-fraksi yang sepaham agar masuk ke dalam konsideran maupun penjelasan  undang-undang tersebut nantinya,” ujarnya.

Semestinya, kata Arsul, RUU ini cukup fokus pada pengaturan eksistensi, tugas pokok dan fungsi (tupoksi) BPIP sebagai organ pemerintah untuk melakukan pembinaan ideologi Pancasila. Ia menuturkan, kritikan mengenai RUU ini bukan hanya datang dari organisasi keagamaan semata, tapi juga dari kalangan ahli hukum dan ilmu perundang-undangan.

“Maka, PPP meminta RUU ini tidak masuk secara mendalam dengan mengatur substansi yang pada akhirnya justru menjadi kontroversi baru tentang tafsir atau pemahaman Pancasila,” kata dia. (Baca: Alasan Jimly Usulkan BPIP Diubah Menjadi DNPP)

Sebelumnya, RUU HIP ini telah mendapatkan penolakan dan kritikan dari berbagai fraksi di DPR di antaranya Fraksi PAN, PKS, Partai Demokrat, Partai Nasdem. Wakil Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN) Saleh Partaonan Daulay berpesan agar tak sembarangan dalam menyusun draf RUU HIP.

F-PKS juga menjadi partai yang menolak keras sejak awal rumusan RUU HIP yang tidak menjadikan TAP MPRS XXV/1966 sebagai landasan. Anggota Badan Legislasi (Baleg) dari Fraksi PKS Buckhori Yusuf menegaskan fraksinya menolak  dengan catatan terhadap RUU HIP ditetapkan sebagai RUU insiatif DPR.

Dia mengingatkan TAP MPRS XXV/1966 hingga kini belum dicabut, sehingga keberlakuannya masih diakui. Karena itu, Ketika HIP hendak dijadikan aturan seharusnya mencantumkan TAP MPRS XXV/1966 sebagai acuan agar tak ada ‘main’main’ dengan idelogi komunisme. Setidaknya pencantuman TAP MPRS XXV/1966 dituangkan dalam ketentuan mengingat dari RUU HIP.

Tags:

Berita Terkait