Ini Tujuan Transformasi Digital Memasuki Masa Normal Baru
Berita

Ini Tujuan Transformasi Digital Memasuki Masa Normal Baru

Pemerintah menyiapkan desain transformasi digital agar semakin inklusif.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Ini Tujuan Transformasi Digital Memasuki Masa Normal Baru
Hukumonline

Dalam menghadapi pandemi Covid-19 sejumlah daerah sudah melaksanakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Kebijakan PSBB membatasi aktivitas masyarakat termasuk di sektor ekonomi karena hanya bidang tertentu yang boleh beroperasi selama PSBB. Pandemi Covid-19 melahirkan kebiasaan baru bagai masyarakat yakni meminimalisir kontak langsung. Karena itu peran teknologi sangat membantu masyarakat melakukan kebiasaan ini.

Staf Ahli Bidang Transformasi Digital, Kreativitas, dan SDM Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Mira Tayyiba, mengatakan masa pandemi ini momentum mendorong percepatan transformasi digital. Dia menjelaskan selama PSBB, infrastruktur, dan layanan digital menjadi tulang punggung berbagai kegiatan produktif, seperti bekerja dan belajar dari rumah. Bahkan perdagangan elektronik mampu menjadi penggerak ekonomi di tengah pandemi.

“Sektor digital khususnya e-commerce menjadi salah satu penggerak ekonomi selama PSBB antara lain dengan memfasilitasi penyerapan produk sektor yang paling terdampak seperti pertanian dan UMKM, serta mendorong sektor logistik,” kata Mira Tayyiba sebagaimana dilansir laman ekon.go.id, Selasa (16/6/2020).

Melalui analisa data atau big data, Mira menerangkan pemerintah terbantu untuk memahami penyebaran Covid-19, perilaku/respon masyarakat, dan efektivitas pelaksanaan PSBB yang digunakan sebagai basis penyusunan intervensi kebijakan yang lebih tepat dan cepat. Meski di masa pandemi, Mira menilai sektor digital masih tumbuh dan perlu dukungan digital talent/digital-skilled worker. Peluang pengembangan aplikasi lokal masih terbuka luas mengingat saat ini aplikasi yang banyak digunakan berasal dari luar negeri. 

Mira mengingatkan keamanan dan perlindungan data pribadi wajib dilakukan di tengah derasnya informasi. Kemampuan memilih dan memilah informasi juga penting. “Selain itu, kolaborasi antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat menjadi kunci bagi pengelolaan dampak dan percepatan penanganan pandemi ini,” sambungnya. 

Menurut Mira, transformasi digital bukan sekedar memindahkan offline menjadi online atau paper-based menjadi computer based. Diperlukan juga penyesuaian pola pikir dan strategi serta konsisten dalam implementasi. Dia mencatat sedikitnya ada 5 tujuan transformasi digital setelah PSBB atau memasuki masa new normal (normal baru). Pertama, untuk memenuhi realisasi potensi ekonomi digital tahun 2025 sebesar U$D133 miliar untuk Indonesia dan U$D300 miliar untuk ASEAN. Potensi ekonomi itu menunjukan hampir setengah potensi ASEAN ada di Indonesia.

Kedua, merespon perkembangan revolusi industri. Ketiga, transformasi ekonomi. “Jika ingin keluar dari middle income trap, diperlukan pertumbuhan ekonomi 5,7-6,0% yang membutuhkan penciptaan lapangan kerja, peningkatan investasi, dan peningkatan produktivitas,” papar Mira. 

Keempat, sebagai akselerator pemulihan ekonomi nasional. Kelima, penguat pondasi perekonomian untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. Menurut Mira Indonesia punya modal awal yang baik untuk melakukan transformasi digital. Tahun 2019, populasi dengan internet mencapai 180 juta orang (67 persen), pengguna internet aktif 150 juta orang (56 persen), pengguna layanan daring 105 juta orang (39 persen), dan 32 persen dari populasi berusia 20-39 tahun yang tergolong cepat mengadopsi teknologi.

Jangkauan sinyal seluler wilayah pemukiman untuk 2G sebesar 99,16 persen, 3G (96,34 persen), dan 4G (97,51 persen). Untuk 4G Mira menghitung sebanyak 87,4 persen sudah masuk desa, kecamatan (86,7 persen), dan kabupaten/kota (94,1 persen).

“Desain Transformasi Digital ini bukan hanya milik pemerintah. Kami tidak bisa bergerak sendiri, semua pemangku kepentingan harus terlibat. Untuk itu, kami membuka diri untuk menerima masukan dan ide-ide kritis dari pelaku usaha, komunitas, akademisi, media, maupun masyarakat secara umum,” ujar Mia.

Adaptasi, Kreasi, dan Inovasi

Terpisah, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan kunci utama memenangkan persaingan dan bertahan dari krisis sebagai dampak revolusi 4.0 dan pandemi Covid-19 yakni adaptasi, kreasi, dan inovasi. "Mari, kita hadapi semua tantangan dengan positive thinking serta terus berinovasi. “Kita tak hanya mampu menangkap peluang, tapi juga menciptakan peluangan. Kita tak hanya ikut bersaing, tapi kita memenangkan persaingan,“ ujarnya.

Ida menyebut tantangan yang dihadapi industri dan ketenagakerjaan saat ini yaitu pandemi Covid-19. Dampak yang ditimbulkan wabah ini seperti tutupnya sejumlah industri, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK), dan merumahkan buruh. Pertumbuhan ekonomi global dan nasional juga diprediksi turun.

Selain menjadi tantangan, revolusi industri 4.0 dan pandemi Covid-19 menciptakan peluang usaha, dan jenis pekerjaan baru. Misalnya, industri dan pekerjaan yang mendukung implementasi new normal seperti sektor kesehatan, ekspedisi, dan jenis usaha yang mendukung protokol kesehatan berpotensi makin berkembang. Sementara sektor industri lain akan berlaku sebaliknya seperti pariwisata, transportasi, hiburan, dan manufaktur.

Revolusi industri 4.0 juga mengubah karakter industri. Jika sebelumnya industri berjalan secara konvensional, bertumpu pada modal dan eksplorasi SDA, perlahan semakin tergeser menjadi industri modern berbasis inovasi dan kolaborasi. Ida juga menyoroti penggunaan teknologi dan big data pada saat ini telah berdampak pada disrupsi ekonomi dimana banyak jenis usaha dan pekerjaan yang tidak berkembang dan hilang.

"Industri padat karya mudah digantikan mesin dan beberapa skill akan digantikan oleh kecerdasan buatan. Namun banyak jenis usaha dan pekerjaan baru muncul, terutama industri yang berbasis pada IT dan big data," katanya.

Tags:

Berita Terkait