Jelang Putusan Haris-Fatia, PSHK Berikan 4 Rekomendasi untuk Majelis Hakim
Terbaru

Jelang Putusan Haris-Fatia, PSHK Berikan 4 Rekomendasi untuk Majelis Hakim

Haris-Fatia sebagai pembela HAM dan lingkungan hidup seharusnya mendapat perlindungan dari negara dari segala ancaman maupun tuntutan atau gugatan pidana. Hal itu sebagaimana diatur pasal 66 UU 32/2009 dan SK MA No. 36/KMA/SK/II/2013.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Setidaknya ada 3 argumentasi utama yang tercantum dalam Amicus Curiae PSHK itu. Pertama, menegaskan hasil riset tidak dapat dipidana. Tinjauan lingkup, prinsip, dan hakikat kebebasan akademik, yang memiliki kaitan dengan kebebasan berekspresi dan berpendapat dalam konteks akademik, menjelaskan bahwa tindakan yang dilakukan oleh Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti bukan tindak pidana.

Kedua, problematika penafsiran dan penggunaan Pasal 27 ayat (3) UU ITE kerap berujung pada pemidanaan terhadap suara dan pemikiran kritis yang mencederai kebebasan berekspresi dan berpendapat. Gama mengingatkan Pasal 19 Universal Declaration of Human Rights (DUHAM), pasal 19 ICCPR, Universal Periodic Review Human Rights Council (A/HRC/12/16), UUD 1945, UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan SKB Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung, dan Kepolisian tentang Pedoman Implementasi atas Pasal tertentu dalam UU ITE seharusnya menjadi acuan dalam menerapkan Pasal 27 ayat (3) UU ITE.

Ketiga, status Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti jelas merupakan pembela HAM. Gama menegaskan hal itu bisa dilihat antara lain dalam kesehariannya melakukan kerja-kerja, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk memajukan dan memperjuangkan penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan HAM. Serta memperjuangkan kebebasan dasar di tingkat lokal, nasional, regional, dan internasional, dengan mengakui universalitas HAM dan melakukannya dengan cara-cara damai.

“Konsekuensi kerentanan terhadap kerja-kerja dan aktivitas yang dilakukan oleh para pembela HAM telah direkognisi secara internasional. Dalam perkembangannya, skema jaminan pelindungan terhadap pembela HAM hadir dalam kerangka hukum internasional maupun nasional,” ujar Gama.

PSHK merekomendasikan 4 hal kepada majelis hakim yang menangani perkara Haris-Fatia. Pertama, mencermati sifat suatu riset ilmiah serta diskusi yang dilakukan terhadapnya, ditinjau dari aspek pemenuhan kebebasan akademik, berekspresi, dan berpendapat dalam konteks akademik sebagaimana telah diatur dalam hukum internasional maupun nasional.

Kedua, mencermati dan mempertimbangkan pasal 19 ayat (3) ICCPR sebagaimana telah diratifikasi melalui UU No.12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil And Political Right dan SKB Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung, dan Kepolisian, tentang Pedoman Implementasi atas Pasal Tertentu dalam UU ITE.

Khususnya konteks atas rangkaian tindakan dalam perkara tersebut yang merupakan diskusi atas pelaporan tentang aktivitas pemerintah, korupsi, pendapat, hasil evaluasi dan sebuah kenyataan situasi pelanggaran HAM dan kerusakan lingkungan hidup di Kabupaten Intan Jaya, Provinsi Papua.

Ketiga, mencermati dan mempertimbangkan bahwa terdakwa Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti merupakan pembela HAM dan lingkungan hidup yang seharusnya mendapat perlindungan dari negara dari segala ancaman maupun tuntutan atau gugatan pidana. Hal itu sebagaimana diatur Pasal 66 UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) dan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 36/KMA/SK/II/2013 tentang Pemberlakuan Pedoman Penanganan Perkara Lingkungan Hidup.

Keempat, memutus bebas Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti dari segala tuntutan dalam perkara tersebut,” katanya.

Tags:

Berita Terkait