Keputusan Pembatalan Keberangkatan Haji Seharusnya Libatkan DPR
Berita

Keputusan Pembatalan Keberangkatan Haji Seharusnya Libatkan DPR

Komisi VIII DPR bakal menggelar rapat kerja dengan Menag untuk membahas keputusan sepihak pembatalan keberangkatan jamaah haji 2020 pada Kamis (4/6) besok.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

Kemenag dan jajarannya dimint membaca UU 8/2019 secara teliti sebelum memutuskan pembatalan keberangkatan jemaah haji. Sebab, kebijakan pelaksanaan haji dan umrah menjadi keputusan pemerintah bersama DPR. Seperti, penentuan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) harus mendapat persetujuan DPR sebagaimana diatur dalam Pasal 46 dan 47 UU 8/2019. “Kemenag bacalah UU, jangan grasa-grusuk,” ujarnya.

Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu memaklumi belum ada keputusan dari Pemerintah Arab Saudi terkait pelaksanaan ibadah haji seraya melihat perkembangan situasi pandemi Covid-19 disana meskipun sejumlah masjid telah dibuka dengan keharusan memperhatikan protokol kesehatan. “Kalau tiba-tiba minggu depan membolehkan memberangkat jemaah haji, gimana? Berarti pemerintah tidak bertanggung jawab dong,” kata dia.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR Iskan Qolba Lubis punya pandangan serupa. Dia menilai keputusan Menteri Agama Fahcrul Razi membatalkan keberangkatan Jemaah haji terburu-buru. Kemenag seharusnya berkonsultasi dengan Komisi VIII terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan besar tersebut. “Kami protes sikap yang tidak bijak ini,” kata Iskan.

Menurutnya, pemerintah semestinya menahan diri seraya melihat perkembangan situasi di Arab Saudi, kecuali bila pemerintah Arab Saudi sudah resmi menerbitkan keputusan kepastian penyelenggaraan ibadah haji 2020, pemerintah Indonesia dapat segera mengambil sikap. Karena itu, Iskan menyarankan pemerintah Indonesia mengkomunikasikan hal ini terlebih dahulu dengan Kementerian Haji Arab Saudi atau perwakilannya di Arab Saudi.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera ini menilai Menag Facrul Razi mengabaikan Pasal 46, 47, 48 UU 8/2019. Menurutnya, pasal-pasal tersebut mengatur mengenai kebijakan Kemenag terhadap penyelenggaraan ibadah haji dan umrah terlebih dahulu mendapat persetujuan bersama DPR.

Pasal 47

(1) Persetujuan DPR RI atas usulan BPIH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 diberikan paling lama 60 (enam puluh) Hari setelah usulan BPIH dari Menteri diterima oleh DPR RI.

(2) Dalam hal BPIH tahun berjalan tidak mendapat persetujuan dari DPR RI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), besaran BPIH tahun berjalan sama dengan besaran BPIH tahun sebelumnya. Bagian Ketiga Penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji

Pasal 48

(1) Besaran BPIH ditetapkan oleh Presiden paling lama 30 (tiga puluh) Hari setelah usulan BPIH mendapatkan persetujuan dari DPR RI.

(2) Besaran BPIH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang bersumber dari Bipih, Nilai Manfaat, Dana Efisiensi, dan/atau sumber lain yang sah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan ditetapkan oleh Presiden atas usul Menteri setelah mendapat persetujuan dari DPR RI.

(3) Besaran BPIH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara ditetapkan sesuai dengan mekanisme ketentuan peraturan perundang-undangan.

Terkait masalah ini, Komisi VIII bakal menggelar rapat kerja (raker) dengan Menag di tengah masa reses untuk membahas keputusan Menag yang membatalkan sepihak keberangkatan jamaah haji 2020. Yandri telah mengagendakan raker dengan Menag pada Kamis (4/6) besok hari. Keputusan menggelar rapat kerja ini setelah Komisi VIII mendapat izin dari pimpinan DPR.

Iskan melanjutkan pembatalan keberangkatan haji 2020 bakal menjadi bahasan menarik dengan Menag. Sebab, alasan keputusan yang diambil terburu-buru itu dan mesti didalami dalam raker nanti. Dia menambahkan raker dengan Kemenag seharusnya digelar pada Selasa (2/6/2020) kemarin. Namun sayangnya dibatalkan tanpa ada penjelasan lebih lanjut. Sebaliknya, Kemenag malah membuat keputusan membatalkan keberangkatan jamaah haji 2020.

Tags:

Berita Terkait