KUHP Baru Beri Rambu Hakim dalam Memutus Perkara
Terbaru

KUHP Baru Beri Rambu Hakim dalam Memutus Perkara

Ada 11 poin menjadi pedoman dalam KUHP yang harus dipertimbangkan hakim dalam memutus perkara.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Prof Harkristuti  Harkrisnowo. Foto: ADY
Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Prof Harkristuti Harkrisnowo. Foto: ADY

Perkembangan hukum menjadi salah satu alasan bagi pemerintah dan DPR mengubah KUHP warisan kolonial Belanda. Salah satu perkembangan hukum pidana yakni arah penegakan hukum tak lagi bersifat retributif tapi restoratif. Perubahan dari KUHP peninggalan kolonial Belanda menjadi UU No.1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) memiliki sejumlah perubahan dalam hukum pidana.

Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum (FH) Universitas Indonesia (UI) Prof Harkristuti Harkrisnowo, mengatakan tujuan pemidanaan dalam UU 1/2023 yakni pencegahan, pemasyarakatan/rehabilitasi, penyelesaian konflik, pemulihan keseimbangan dan penciptaan rasa aman serta damai. Selain itu menumbuhkan penyesalan dari terpidana.

Dia menegaskan, UU 1/2023 mengadopsi nilai-nilai hak asasi manusia. Misalnya Pasal 52 KUHP Baru menyebut, “Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk merendahkan martabat manusia”. Nah, dalam mengadili perkara pidana hakim wajib menegakkan hukum dan keadilan. Jika dalam menegakkan hukum dan keadilan terdapat pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, hakim wajib mengutamakan keadilan.

“Dalam KUHP baru hakim harus mengutamakan keadilan ketika ada pertentangan hukum,” ujarnya dalam kegiatan Forum Sosialisasi KUHP bertema ‘Membumikan KUHP dalam Kancah Nasional’, Selasa (6/6/2023) kemarin.

Baca juga:

Untuk menjaga agar hakim yang memeriksa perkara pidana mampu memberikan putusan yang tepat, perempuan yang disapa Prof Tuti itu mengatakan KUHP memberikan rambu bagi hakim sebelum memutus perkara. Pasal 54 KUHP mengatur ada 11 hal yang harus dipertimbangkan. Pertama, bentuk kesalahan pelaku tindak pidana. Kedua, motif dan tujuan melakukan tindak pidana. Ketiga, sikap batin pelaku tindak pidana.

Keempat, tindak pidana dilakukan dengan direncanakan atau tidak direncanakan. Kelima, cara melakukan tindak pidana. Keenam, sikap dan tindakan pelaku sesudah melakukan tindak pidana. Ketujuh, riwayat hidup, keadilan sosial, dan keadaan ekonomi pelaku tindak pidana. Kedelapan, pengaruh pidana terhadap masa depan pelaku tindak pidana. Kesembilan, pengaruh tindak pidana terhadap korban atau keluarga korban. Kesepuluh, pemaafan dari korban dan/atau keluarga korban. Kesebelas, nilai hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat.

Tags:

Berita Terkait