Menakar Kewenangan Kejaksaan dalam Tindak Pidana HKI
Kolom

Menakar Kewenangan Kejaksaan dalam Tindak Pidana HKI

Terbuka peluang berdasarkan Pasal 35 ayat (1) huruf k UU Kejaksaan hasil amandemen. Namun, perlu sinkronisasi dengan rumusan delik aduan dalam perundang-undangan HKI.

Bacaan 5 Menit

Sulit bagi penegak hukum untuk mendapatkan gambaran konkret mengenai maksud dari penjelasan ketentuan tersebut. Namun, Jaksa Agung dalam sambutan kuncinyaberusaha menjelaskan. Inti kerugian perekonomian negara ialah kerugian negara yang diukur dengan kinerja ekonomi suatu negara berdasarkan standar, target, dan indeks ekonomi suatu negara.

Direktur Penuntutan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Hendro Dewanto, berpendapat bahwa kerugian perekonomian negara terdiri atas: a) kerugian keuangan negara (akibat eksplisit) dengan opportunity cost dan multiplier economic impact (akibat implisit); atau b) opportunity cost dan economic impact (akibat implisit).

Jika dikaitkan dengan proses penghitungan kerugian perekonomian negara dalam tindak pidana korupsi, maka penghitungan kerugian perekonomian negara akibat tindak pidana di bidang HKI dapat menggunakan dua komponen sebagai berikut.

Pertama, biaya eksplisit yang terdiri atas biaya antisipasi (biaya yang dikeluarkan untuk mengantisipasi dan mencegah tindak pidana) tindak pidana HKI, biaya reaksi (biaya yang muncul sepanjang proses penyelesaian perkara) terhadap tindak pidana HKI, dan biaya akibat (kerugian yang ditanggung masyarakat akibat tindak pidana) tindak pidana HKI (jumlah keuntungan yang diperoleh secara melawan hukum atas tindak pidana HKI).Kedua, biaya implisit meliputi perbedaan multiplier ekonomi antara sebelum dan setelah terjadi tindak pidana HKI.

Seyogyanya tindak pidana di bidang HKI dianggap sebagai tindak pidana yang merugikan perekonomian negara yang dapat ditangani oleh Jaksa Agung. Permasalahan tersebut harus dijadikan perhatian khusus bagi Pemerintah Indonesia dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Perlu menempatkan negara sebagai pihak yang berkepentingan untuk hal-hal tertentu dalam HKI. Artinya, negara harus diberikan kewenangan untuk mengusut tindak pidana HKI. Selanjutnya, penanganan tindak pidana HKI tidak perlu lagi dengan adanya aduan dari pihak yang dirugikan.

*)Jefferson Hakim, S.H., Jaksa di Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.

Artikel Kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline.

Tags:

Berita Terkait