Menyoal Penghapusan Perizinan Ekspor-Impor dalam RUU Cipta Kerja
Utama

Menyoal Penghapusan Perizinan Ekspor-Impor dalam RUU Cipta Kerja

Penghapusan aturan perizinan ekspor-impor dan sanksi bagi eksportir/importir yang melakukan kegiatan ekspor/impor barang yang tidak sesuai ketentuan pembatasan barang dapat mengancam keberadaan UMKM dalam negeri.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

 

Dengan catatan sepanjang tak mengganggu stabilitas persediaan barang dalam negeri, serta tidak mengancam perkembangan pelaku usaha, khususnya UMKM dalam negeri. Selain itu, dalam draf RUU Cipta Kerja menghapus ketentuan mengenai sanksi bagi eksportir/importir yang melakukan kegiatan ekspor/impor barang yang tidak sesuai dengan pembatasan barang untuk diekspor/diimpor.

 

Bagi politisi Partai Keadilan Sejahtera itu, penghapusan sanksi sebagaimana yang diatur dalam Pasal 52 ayat (4) dan (5) UU 7/2014 dapat membuat eksportir/importir leluasa melakukan pelanggaran tanpa dikenakan sanksi. Jal tersebut berpotensi besar ketiadaan kendali barang ekspor/impor yang dapat mengganggu stabilitas persediaan barang dalam negeri dan mengancam perkembangan UMKM lokal. “Dihapuskannya aturan perizinan ekspor-impor dan sanksi bagi eksportir/importir barang yang tidak sesuai ketentuan pembatasan barang untuk diekspor/diimpor dapat mengancam UMKM dalam negeri,” ujarnya.

 

Menurutnya, kedua hal tersebut dapat menyebabkan tidak terkendalinya jumlah persediaan barang dalam negeri. Dampaknya dapat memicu kelangkaan persediaan barang ataupun membanjirnya barang impor di dalam negeri yang dapat mempengaruhi kinerja UMKM di Indonesia.

 

Masih samar

Sementara Ketua Umum DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) Provinsi DKI Jakarta Sarman Simanjorang telah menyampaikan masukan ke Baleg DPR dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) pekan lalu. Menurutnya, masukan yang diberikan terkait masa depan UMKM. Dia berpendapat nasib UMKM dalam RUU Cipta Kerja masih samar.

 

Saat memberi masukan di Baleg, Sarman mencatat beberapa kelemahan dalam UU No.20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah yang seharusnya menjadi pemantik untuk diperkuat dan dipertegas dalam draf RUU Cipta Kerja. Setidaknya tujuan dalam Pasal 3 draf RUU Cipta Kerja dapat tercapai yakni menciptakan lapangan kerja yang seluas-luasnya bagi rakyat Indonesia secara merata di seluruh wilayah NKRI. Serta dapat mewujudkan pemenuhan hak atas penghidupan yang layak melalui kemudahan dan perlindungan UMKM

 

Dia menyoroti klaster UMKM dalam Pasal 6 menyebutkan, “Ruang lingkup Undang-Undang ini meliputi: C. kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan, UMKM serta perkoperasian”. Sayangnya ruang lingkup dimaksud tidak dijabarkan secara gamblang dalam pasal maupun batang tubuh. Dengan kata lain, kata Sarman, klaster UMKM hanya sebagai pelengkap penderita.  Dia berharap klaster UMKM dapat diperkuat serta menjadi target strategis.

 

Sebelumnya, Menteri Koperasi dan UMKM Teten Masduki mengatakan sektor UMKM dan Koperasi dibahas dalam RUU Cipta Kerja untuk menghapus segala regulasi yang menghambat perizinan. Pemerintah menyatakan ingin agar kedua entitas itu mendapat keadilan dan perlindungan kemudahan berusaha. Begitu pula sektor Koperasi dan UMKM tak kalah bersaing dengan sektor usaha skala besar seiring dengan kemudahan berinvesatasi yang juga tercantum dalam RUU Cipta Kerja.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait