Para Saksi Tak Perlu Lagi Takut
Berita

Para Saksi Tak Perlu Lagi Takut

Jakarta, Hukumonline. Para saksi korban pelanggaran hak azasi manusia (HAM) janganlah takut. Pasalnya, saksi akan mendapat perlindungan keamanan dan bahkan mungkin bisa berganti identitasnya. Apalagi Rancangan Undang-undang (RUU) Perlindungan Saksi tengah serius digodok.

Tri/APr
Bacaan 2 Menit
Para Saksi Tak Perlu Lagi Takut
Hukumonline

Menteri Negara Urusan HAM, Hasballah M. Saad, mengatakan bahwa RUU HAM akan diajukan oleh kementriannya kepada Departemen Hukum dan Perundang-undangan (Depkumdang) sebelum akhirnya diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). RUU ini sangat diperlukan melihat pengalaman empirik yang terjadi selama ini.

Hasballah berharap agar RUU Perlindungan Saksi dibahas lebih dahulu karena ini sangat berkaitan dengan jalannya RUU Kebenaran dan Rekonsiliasi. Pasalnya, berdasarkan pengalaman empirik dalam kasus 13-14 Mei 1998, kasus Tanjung Priok, dan kasus-kasus yang berkaitan dengan pelanggaran HAM berat, kendala utamanya adalah minimnya saksi yang mau memberikan kesaksian. Keengganan itu karena saksi itu merasa tidak aman.

Menurut Hasballah, RUU Perlindungan Saksi sangat penting untuk segera dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat (RUU) pada tahun 2000. "Kalau bisa RUU ini dibahas terlebih dahulu atau bersama-sama dengan RUU Kebenaran dan Rekonsiliasi, sehingga satu sama lain saling melengkapi," ujarnya saat Lokakarya Draf RUU Perlindungan Saksi di Jakarta pada Sabtu (5/8).

Sejak lama

Harkristuti Harkrisnowo, Ketua Perancang draf RUU Perlindungan Saksi, mengatakan bahwa RUU ini sangat penting, terutama bagi mereka-mereka yang berkaitan dengan tindak pidana yang berat, kasus korupsi, narkoba dan psikoterapika, kasus kejahatan terhadap pejabat publik, dan juga tindak pidana kekerasan (perkosaan) yang berat.

Menurut Harkristuti, draf RUU ini sudah dipersiapkan sejak lama yang merupakan kerja sama antara Pusat Kajian HAM Universitas Indonesia dengan Indonesian Corruption Watch (ICW). Karena tidak terealisir, draf ini kemudian dibawa ke Menteri Negara Urusan HAM. "Ini telah dibicarakan sejak dua bulan yang lalu agar publik tahu bahwa kita memang membutuhkan UU tentang Perlindungan Saksi," kata dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini.

Mengacu kepada kepentingan HAM, negara mempunyai kewajiban untuk melindungi setiap warga negaranya, terutama mereka yang terlibat dengan peradilan. Pasalnya, sampai saat ini Hakristuti beranggapan yang dilindungi adalah tersangka.

Pasal 50 sampai 68 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) hanya bicara tentang tersangka. Namun, tentang saksi hanya ada 4 pasal yang bisa diambil, misalnya tidak ditekan, mendapatkan transportasi, mendapatkan penterjemah, dan secara bebas memberikan keterangan. "Bila terdakwa mendapatkan lagi hak-hak yang lainnya, sedangkan saksi dan saksi korban tidak mendapatkan perlindungan apapun," kata Harkristuti.

Di dalam draf RUU Perlindungan Saksi, secara umum ada beberapa hak, yaitu hak untuk mendapatkan penggantian transportasi, hak untuk mendapatkan progress report, hak untuk mendapatkan informasi untuk keputusan pengadilan. Selain itu kalau terdakwanya dipidana, si saksi diberitahu sehingga ia dapat mengantisipasi.

Namun untuk tindak pidana kekerasan, tindak pidana berat terhadap dan tindak pidana narkotika, saksi mendapatkan beberapa hak lain, misal perlindungan keamanan. Harkristuti menjelaskan, hal ini dilakukan oleh polisi. "Kemungkinan mereka mendapatkan hak untuk direlokasi dipindahkan dari tempat tinggalnya dan mungkin saksi mendapatkan indentitas baru," ujarnya.

Hakristuti juga menegaskan bahwa draf RUU ini penting untuk memastikan bahwa hukum berjalan dengan baik. Hal ini juga sebagai salah satu mekanisme kontrol terhadap penegakan hukum agar persidangan dapat berjalan. Pasalnya, tanpa kesaksian akan sangat sulit untuk mendapatkan kebenaran materiil.

Pakar hukum Prof. Andi Hamzah menyatakan bahwa para penyusun draf RUU ini berpikir saksi itu hanya memberatkan terdakwa. Padahal saksi tersebut ada yang meringankan terdakwa. Andi Hamzah melihat, RUU itu hanya merupakan penegasan hal-hal yang sebenarnya sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan, misalnya di KUHAP dan KUHP. "Sepertinya para perancang RUU tersebut tidak jelas melihat bahwa hal-hal yang diatur di dalam RUU sudah diatur dalam KUHP dan KUHAP," ujarnya kepada Hukumonline

 

Menjamin keselamatan

Praktisi hukum Abdul Hakim Garuda Nusantara menilai upaya kantor Menteri Negara Urusan HAM melahirkan UU tentang Perlindungan Saksi merupakan jawaban dari rekomendasi yang diberikan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) peristiwa 13-14 Mei 1998. Peristiwa ini membuktikan, para saksi yang menyaksikan pelanggaran-pelanggaran HAM berada dalam situasi ketakutan yang luar biasa untuk memberikan kesaksian di depan TGPF.

Abdul Qadir Jaelani, anggota Fraksi Partai Bulan Bintang, juga melihat bahwa falsafah RUU Perlindungan Saksi menjamin keselamatan dan melindungi keamanan orang-orang yang ingin memberikan kesaksian tentang apa yang ia lihat dalam pelanggararan HAM. "Itu menjadi sangat esensial di dalam sistem negara hukum," katanya.

Dengan adanya upaya yang keras untuk mencari kebenaran, Abdul Qadir melihat RUU Perlindungan Saksi tidak dibatasi sistem pidana dalam arti sempit. Oleh karena itu perlu didefinisikan kembali tentang perlindungan saksi dalam arti luas.

Menurut Abdul Qadir, saksi yang hendak dilindungi karena mendapatkan ancaman dalam memberikan kesaksian itu bukan hanya sekadar saksi-saksi dalam proses persidangan pidana.

Saksi yang dilindungi juga seharusnya mencakup orang-orang yang akan memberikan testimoni, seperti di Komisi Ombusman dan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. "Saksi ini juga mengalami ancaman-ancaman, sehingga perlu adanya perluasan definisi perlindungan saksi, baik itu dalam kasus-kasus lingkungan hidup dan juga kasus-kasus perburuhan," ujarnya.

Dalam pelaksanaan perlindungan saksi, akan dibentuk suatu komisi idependen. Komisi ini tidak menjadi bagian dari kepolisian maupun kejaksaan. Jika RUU Perlindungan Saksi ini telah rampung, para saksi tak perlu lagi takut menyampaikan fakta sebenarnya.

Tags: