Penyitaan Kapal Pesiar Rp3,5 Triliun Buruan FBI ‘Diuji’ di PN Selatan
Berita

Penyitaan Kapal Pesiar Rp3,5 Triliun Buruan FBI ‘Diuji’ di PN Selatan

Pemohon menganggap penyitaan bertentangan dengan sejumlah peraturan perundang-undangan di Indonesia mulai dari UU TPPU, Putusan MK, hingga KUHAP.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit

 

Penyitaan juga dianggap bertentangan dengan konsep UU Nomor 8 Tahun 2010. Sebab, tindak pidana asal yaitu korupsi yang dilakukan di Malaysia belum dilakukan proses pidana.  Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-XV/2017, No. 90/PUU-XIII/2015, No. 7/PUU-XII/2014 menyebut proses pidana terhadap tindak pidana asal sudah harus dimulai lebih dulu atau setidak-tidaknya bersamaan dengan proses pidana pencucian uang.

 

Selanjutnya, penyitaan yang dilakukan menurut pemohon juga bertentangan dengan Hukum Acara Pidana yang ada di Indonesia terutama pasal 39 ayat (1) KUHAP yang menyebut tentang apa saja yang dapat dilakukan penyitaan. Nah Objek Sita yaitu Kapal Pesiar Equanimity tidak memenuhi ketentuan karena tindak pidana yang menjadi tolak ukur tidak terdapat dalam perkara tersebut.

 

Dalam petitumnya, Pemohon berharap majelis mengabulkan permohonan untuk seluruhnya. “Menyatakan sita terhadap Kapal Pesiar Equanimity yang dilakukan Termohon berdasarkan Surat Perintah Penyitaan Nomor SP.Sita/41/II/RES.2.3/Dit Tipideksus tertanggal 26 Februrari 2018 adalah tidak sah dan tidak berdasar hukum,” pinta Andi.

 

Kuasa hukum pemohon juga meminta majelis membatalkan surat perintah penyitaan, menghukum Termohon untuk mengembalikan Kapal Pesiar Equanimity dan membebankan biaya perkara kepada Termohon. Hakim tunggal H. Ratmoho yang memimpin sidang menunda hingga esok hari dengan agenda jawaban dari pihak Bareskrim.

 

Disita terkait tindak pidana

Dilansir Antara, Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri menyita kapal Equanimity, sebuah kapal mewah yang ditaksir senilai US$250 juta atau setara Rp3,5 triliun, di Tanjung Benoa, Bali.

 

"Hari ini Bareskrim Polri menyita kapal Equanimity di Pelabuhan Benoa, Bali," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Agung Setya ketika dikonfirmasi.

 

Menurut Agung, kapal tersebut merupakan barang bukti yang diduga hasil kejahatan pencucian uang di Amerika Serikat. Ia mengatakan Polri menerima surat dari FBI pada 21 Februari 2018 yang isinya meminta bantuan Korps Bhayangkara mencari keberadaan kapal tersebut.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait