Perppu 1/2020, Cukupkah Menangkal Risiko Krisis Akibat Covid-19?
Berita

Perppu 1/2020, Cukupkah Menangkal Risiko Krisis Akibat Covid-19?

Untuk saat ini, Perppu1/2020 dinilai masih mampu meredam gejolak ekonomi akibat Covid-19. Namun, masa pandemi yang panjang berisiko menyebabkan krisis di Indonesia.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit

 

Sebelumnya, dalam Undang-Undang Bank Indonesia, kata dia, BI tidak diperbolehkan membeli SUN/SBN di pasar primer atau perdana dan hanya diperbolehkan membeli di pasar sekunder. Selain itu, BI juga diperbolehkan membeli secara repo surat berharga milik Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) jika wabah Covid-19 sampai memberi dampak sistemik kepada perbankan.

 

Dalam Perppu 1/2020, LPS dapat menaikkan nilai penjaminan simpanan dari saat ini Rp2 miliar per rekening untuk menjamin adanya kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan. Selain itu, LPS juga bisa menambah pembiayaan dengan menerbitkan surat utang. Penambahan pendanaan ini bertujuan untuk membantu LPS apabila mengalami kesulitan likuiditas dalam menangani bank gagal. Pembiayaan dari surat utang merupakan salah satu opsi yang dapat dilakukan LPS untuk menjalankan fungsi penjaminan simpanan maupun penanganan bank berdampak sistemik.

 

Berbagai opsi pendanaan tambahan ini diperlukan untuk memberikan kepercayaan kepada masyarakat sehingga persoalan solvabilitas bank dapat selesai dengan baik. Selama ini, LPS mendapatkan pembiayaan dari premi yang dibayarkan dari bank sebesar 0,2 persen per tahun dari rata-rata simpanan. LPS juga bisa mendapatkan biaya dari penanganan bank gagal serta memperoleh pinjaman dari pemerintah apabila modal sudah berada di bawah Rp4 triliun.

 

Selain itu, bersama OJK, LPS juga dapat melakukan keputusan untuk penyelamatan bank dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian, kompleksitas masalah, waktu penanganan, ketersediaan investor, efektivitas penanganan dan biaya.

 

Mirza menilai risiko krisis ini tergantung dengan masa pandemi Covid-19. Menurutnya, semakin lama pandemi Covid-19 hilang maka risiko krisis juga semakin besar. Namun, dia berharap masa pandemi Covid-19 segera berakhir dalam waktu cepat sehingga perekonomian cepat pulih kembali.

 

“Kondisi jasa keuangan masih kuat, NPL (non-performing loan) perbankan dan NPF (non-performing financing) perusahaan pembiayaan masih kuat. Jadi tergantung kalau ekonomi bisa dibuka Juni sehingga ekonomi tutup April dan Mei maka enggak banyak NPL-nya. Kalau enggak berhenti maka NPL naik signifikan. Mudah-mudahan kurva Covid-19 membaik dan mudah-mudahan PSBB (pembatasan sosial berskala besar) bisa berakhir,” jelas Mirza.

 

Sementara itu Ketua Asosiasi Bank Daerah, Supriyatno menjelaskan kondisi bank-bank daerah masih stabil saat ini menghadapi Covid-19. Dia mencatat jumlah debitur yang mengajukan restrukturisasi mencapai 139.028 debitur dengan nilai Rp35,94 triliun. Dia menjelaskan mayoritas BPD merupakan Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) 2 sehingga berisiko apabila masa pandemi Covid-19 semakin Panjang.

Tags:

Berita Terkait