Perusahaan Swiss ‘Ancam’ Pailitkan Perusahaan Lokal
Berita

Perusahaan Swiss ‘Ancam’ Pailitkan Perusahaan Lokal

Utang termohon pailit dihitung berdasarkan putusan arbitrase asing.

cr-13
Bacaan 2 Menit
Pengadilan Niaga Jakarta. Foto: Sgp
Pengadilan Niaga Jakarta. Foto: Sgp

Kemenangan yang diraih SUEK AG di London Court of International Arbitration (LCIA) ternyata hanya kemenangan ‘semu’. Perusahaan ekspor batubara yang berdomisili di Swiss tidak bisa menikmati kemenangan itu karena PT Dayaindo Resources International Tbk atau KARK tidak mau menjalankan putusan LCIA. Makanya, SUEK AG mengajukan permohonan pailit atas KARK di Pengadilan Niaga Jakarta.

SUEK AG merasa memiliki alasan yang cukup untuk memailitkan KARK. Merujuk pada Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 8 ayat (4) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, dasar pengajuan pailit antara lain adanya utang yang jatuh tempo dan dapat ditagih serta terdapat lebih dari satu kreditor.

Dalam berkas permohonan yang dibacakan Kamis lalu (19/7), SUEK AG menyatakan utang KARK terkait dengan putusan LCIA pada 24 November 2010. Berdasarkan putusan itu, KARK dihukum membayar AS$1.197.609,40, bunga AS$10.767,75, dan biaya arbitrase sebesar £11.242,25.

KARK juga dihukum membayar biaya-biaya yang telah dikeluarkan SUEK AG selama proses arbitrase sebesar £15.105 dan membayar bunga yang terus berjalan dan akan diperhitungkan sampai dengan adanya pembayaran lunas dengan tingkat suku bunga 2,5 persen pertahun.

Menurut SUEK AG, pihaknya telah mengirimkan surat peringatan kepada KARK pada 5 Januari 2011 dan 18 Maret 2011. Namun, dua surat itu diabaikan. SUEK AG menilai KARK tidak beriktikad baik dan tak serius menjalankan isi putusan LCIA.

“Berdasarkan Pasal 67 UU No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, putusan arbitrase harus didaftarkan di PN Jakpus. Pendaftaran pun dilakukan pada 8 Juli 2011 dan terhadapnya telah dikeluarkan penetapan eksekuator pada 20 Januari 2012 yang mengabulkan permohonan pailit,” paparGita Petrimalia, kuasa hukum SUEK AG saat membacakan berkas permohonan.

Menurut Gita, kreditor KARK lebih dari satu. Mereka antara lain PT Bukit Asam Prima, PT Natpac Asset Management, Gracious Wealth International Inc., PT Astra Sedaya Finance, PT Saseka Gelora Finance, PT Kencana Internusa Artha Finance, dan PT Mitsui Leasing Capital Indonesia.

Pada bagian petitum, SUEK AG meminta majelis hakim mengabulkan permohonan pernyataan pailit, mengakui adanya utang jatuh tempo dan dapat ditagih. SUEK AG juga meminta hakim pengawas mengangkat Aprilda Fiona Butar-Butar dan Samuel Goklas sebagai tim kurator termohon pailit.

Tipu Muslihat
Kuasa hukum KARK,Liston Sitorus mengatakan permohonan SUEK AG tidak berdasar. Menurut Liston, kliennya tidak memiliki utang kepada SUEK AG. Dengan kata lain, KARK bukan debitor dari SUEK AG. Dijelaskan Liston, ada empat kriteria debitor yang tidak membayar utang.

Pertama, debitur tidak membayar utang karena berhenti membayar. Kedua, debitur tidak membayar utang dengan seketika dan sekaligus lunas kepada krediturnya. Ketiga,debitur tidak melakukan pembayaran terhadap apa yang telah disepakati. Keempat,debitur tidak pernah membayar utangnya yang terakhir.

Selain soal utang, Liston menegaskan bahwa KARK baru terlibat dengan SUEK AG ketika anak perusahaannya PT Daya Mandiri Resources Indonesia (DMRI) d/h PT Risna Karya Wardhana Mandiri (RKWM) tidak melaksanakan Contract for sale and Purchase of Steam Coal tertanggal 18 Februari 2010 sebagaimana mestinya. Akhirnya, KARK mengikatkan dirinya kepada SUEK AG sebagai penjamin yang tertuang dalam perjanjian baru pada 19 Februari 2010.

Dikatakan Liston, pihaknya juga bingung kenapa SUEK AG melayangkan permohonan pailit. Padahal, kedua belah pihak masih melakukan komunikasi secara intensifuntuk mencari jalan keluar sehubungan dengan realisasi Settlement Agreement tanggal 18 Februari 2010 dan Contract for Sale tanggal 19 Februari 2010.

Menanggapi pernyataan kuasa hukum KARK, Gita Petrimalia menerangkan pihaknya mengajukan KARK sebagai termohon pailit karena DMRI d/h RKWM tak mampu membayar utang. Sedangkan, kedudukan KARK sebagai penjamin dari DMRI d/h RKWM yang merupakan anak perusahaan.

Gita mempertanyakan kenapa KARK tidak mau menjalankan putusan arbitrase. Seharusnya, kata Gita, jika keberatan, KARK langsung mengajukan permohonan pembatalan ke pengadilan. Pada akhirnya, KARK memang mengajukan permohonan pembatalan, tetapi langkah itu baru dilakukan Juni 2012 atau hampir dua tahun setelah putusan LCIA. “Selama ini mereka kemana?” tanya Gita.

Soal permohonan pembatalan, Liston mengakui pihaknya telah mengajukan permohonan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sidang perdana pun sudah digelar pada 14 Juni 2012, meskipun tanpa kehadiran pihak SUEK AG.

Tags: