Putusan MK Atas UU Cipta Kerja Dinilai Bentuk Kegagalan Menjaga Demokrasi dan Konstitusi
Terbaru

Putusan MK Atas UU Cipta Kerja Dinilai Bentuk Kegagalan Menjaga Demokrasi dan Konstitusi

Menunjukkan MK tidak konsisten terhadap putusannya sendiri yakni putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020 yang menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit
Gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: RES
Gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: RES

Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh gugatan permohonan uji formil UU No.6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) No.2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU. Terhitung ada 5 perkara permohonan uji formil UU 6/2023 yakni perkara No.50/PUU-XXI/2023, 46/PUU-XXI/2023, 41/PUU-XXI/2023, 40/PUU-XXI/2023, dan 54/PUU-XXI/2023.

Dalam perkara No.54/PUU-XXI/2023 majelis konstitusi dalam pertimbangannya menyebut dalam upaya memenuhi asas keterbukaan dalam rangka meaningful participation dalam proses pembentukan perundang-undangan pada umumnya, tidak termasuk UU yang berasal dari Perppu.

Menurut hakim konstitusi DPR perlu mengembangkan sistem informasi pembentukan peraturan perundang-undangan. Seperti SIMAS PUU, in casu aplikasi-aplikasi informasi yang terdapat dalam laman resmi DPR yang hendaknya dikelola secara lebih lengkap dan terintegrasi dengan laman kementerian/lembaga terkait untuk menjamin mutu pengelolaan dan mutu materi yang tersedia dalam aplikasi atau sistem informasi dimaksud.

“Serta dapat diakses oleh publik sebagai wadah pelaksanaan kegiatan sosialisasi dan membuka ruang partisipasi yang bermakna bagi stakeholders lembaga pembentuk undang-undang (DPR dan Presiden) serta publik pada umumnya,” begitu sebagian kutipan pertimbangan hukum perkara No.54/PUU-XXI/2023.

Baca juga:

Selain itu hakim konstitusi berpendapat proses pembentukan UU 6/2023 secara formil tidak bertentangan dengan UUD 1945. Oleh karena itu, UU 6/2023 tetap mempunyai kekuatan hukum mengikat. Putusan MK yang menolak seluruh permohonan pengujian formil menuai sorotan tajam kalangan organisasi masyarakat sipil.

Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, menilai putusan tersebut merupakan pengkhianatan terhadap demokrasi dan konstitusi. Putusan tersebut menunjukan sikap MK yang tidak konsisten dalam menjaga putusannya sendiri, yang tidak sejalan dengan putusan MK sebelumnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait