Barda N. Arief (dalam Amrani, 2019: 8) mengartikan politik hukum pidana sebagai upaya memilih, mengusahakan atau membuat, dan merumuskan suatu perundang-undangan pidana yang baik, sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.
Dalam laman Lemhannas, Barda N. Arief dan Muladi menyatakan bahwa politik hukum pidana dapat menerangkan penegakan hukum yang mana merupakan salah satu usaha dalam menanggulangi kejahatan, mengejawantahkan dalam penegakan hukum pidana yang rasional.
Bicara mengenai konsep politik hukum pidana lebih lanjut, politik hukum pidana tentu memiliki ruang lingkup cakupan tersendiri. Terkait ruang lingkup politik hukum pidana ini, Shafrudin dalam tesisnya yang berjudul “Pelaksanaan Politik Hukum Pidana dalam Menanggulangi Kejahatan” menerangkan bahwa ruang lingkup politik hukum pidana mencakup usaha atau kegiatan untuk memilih nilai-nilai yang diperkirakan mampu mengekspresikan apa yang terkandung di dalam masyarakat serta usaha untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut dalam kenyataan sebagai bentuk reaksi terhadap kejahatan dalam rangka perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat.
Baca juga:
- Pengertian Politik Hukum Pidana Menurut Para Ahli
- Politik Kriminal dan Hubungannya dengan Politik Hukum Pidana
- Politik Hukum Pemidanaan Korporasi dalam RUU KUHP
Tahap Penegakan Politik Hukum Pidana
Lebih lanjut, untuk mencapai tujuan politik hukum pidana dalam ruang lingkupnya tersebut, umumnya ada tiga tahap yang dilakukan dalam penegakan politik hukum pidana, yakni sebagai berikut.
- Tahap formulasi
Tahap formulasi atau yang disebut juga tahap kebijakan legislatif adalah tahap penegakan hukum pidana in abstracto oleh badan pembentuk undang-undang.
Dalam tahap ini, pembentuk undang-undang melakukan kegiatan memilih nilai-nilai yang sesuai dengan keadaan dan situasi masa kini juga masa yang akan datang, kemudian merumuskannya dalam bentuk peraturan perundang-undangan pidana untuk mencapai hasil yang paling baik, dalam arti memenuhi syarat keadilan dan daya guna.