Sejumlah Usulan DPD atas Revisi UU Minerba
Berita

Sejumlah Usulan DPD atas Revisi UU Minerba

Mulai pentingnya melibatkan BUMDes dan pengusaha kecil serta koperasi, penambahan pasal terkait aturan kontrak bagi produksi, hingga kewajiban memperhatikan aspek pelestarian lingkungan berkelanjutan.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

 

Senator asal Papua itu menegaskan aspek pelestarian lingkungan berkelanjutan wajib diperhatikan dengan mempersempit ruang ekspansi pengerukan atau eksplorasi pertambangan secara besar-besaran. “Ini perlu aturan jelas dan tegas agar tidak melakukan aktivitas pertambangan di wilayah sungai. Karena itu, DPD menilai RUU Minerba harus memuat aturan konservasi cadangan mineral,” lanjutnya..

 

Bagi DPD, keterlibatan kalangan pengusaha kecil juga penting dalam usaha pengolahan dan permurnian minerba. Pembangunan smelter dalam mengolah dan pemurnian mineral di daerah tak hanya melibatkan BUMDes dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), namun juga koperasi. Dengan melibatkan sejumlah pihak dalam perputaran usaha pertambangan bakal meningkatkan perekonomian wilayah setempat.

 

Di tempat yang sama, Wakil Ketua Komite II DPD Bustami Zainuddin menyoroti ketentuan Pasal 172 A ayat (1) RUU Minerba yang mengatur permohonan perpanjangan IUP operasi produk dilakukan paling cepat 4 tahun dan paling lambat 1 tahun sebelum masa kontrak habis. Demikian pula Pasal 172 A ayat (2) menyebutkan perpanjangan IUP Khusus operasi produk dapat diajukan paling cepat 5 tahun dan paling lambat 1 tahun.

 

Bustami menilai rumusan norma Pasal 172 A ayat (1), (2) terkesan memudahkan pemegang IUP operasi produk dan IUP Khusus operasi produk untuk melakukan perpanjangan. Menurutnya, sebaiknya bila masa keberlakuan IUP operasi dan IUP Khusus operasi produk yang telah habis masa keberlakuannya, dikembalikan kepada negara. “Dan diproses lagi dengan cara lelang,” usulnya. (Baca Juga: Catatan Indef terhadap Draf Revisi UU Minerba)

 

Silang pendapat

Menanggapi masukan DPD, Wakil Ketua Komisi VII DPR Alex Noerdin menilai perlu memberikan  porsi kewenangan yang seimbang antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat, khususnya dalam pengelolaan sektor energi dan sumber daya mineral (ESDM). Apalagi, lokasi pengelolaan sektor ESDM berada di daerah.  

 

Bila terjadi masalah terkait pembebasan lahan ataupun penyerapan tenaga kerja, hingga berujung anarki, maka Pemda yang turun tangan mengatasi masalah di lapangan sebagai garda terdepan. Karena itu, Alex sependapat dengan masukan dan usulan DPD agar memberikan porsi kewenangan seimbang pemerintah daerah. “Sementara Pemerintah pusat nun jauh di sana, yang ada di lokasi, tempat adalah pemerintah daerah,” katanya.

 

Berbeda, anggota Komisi VII Maman Abdurrahman menilai keterlibatan kewenangan daerah dalam pengelolaan ESDM berpotensi menimbulkan persoalan lain di daerah. Antara lain pemberian izin yang dikomersialisasikan. Maman beralasan fakta di daerah terdapat ratusan izin daerah yang tidak berjalan dan bahkan tumpang tindih.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait