Tafsir MK Soal Penyidik dalam Tindak Pidana Sektor Jasa Keuangan
Utama

Tafsir MK Soal Penyidik dalam Tindak Pidana Sektor Jasa Keuangan

MK meluruskan tafsir makna penyidik OJK yang boleh atau bisa dilimpahkan pada penyidik pada instansi lain yang berwenang berdasarkan UU secara khusus sepanjang tetap berkoordinasi dengan Penyidik Polri.

Agus Sahbani
Bacaan 4 Menit

“Ternyata Pasal 8 angka 21 UU 4/2023 yang memuat perubahan atas frasa ‘hanya dapat dilakukan oleh penyidik OJK’ dalam Pasal 49 ayat (5) UU 21/2011 bertentangan dengan prinsip negara hukum dan menimbulkan ketidakpastian hukum sebagaimana dijamin UUD 1945.”

Karena itu, disebabkan dalil permohonan para pemohon berkaitan inkonstitusionalitas norma Pasal 8 angka 21 UU 4/2023 yang memuat perubahan Pasal 49 ayat (5) UU 21/2011 telah dapat dibuktikan meski tidak sebagaimana petitum para pemohon. Dengan demikian, permohonan para pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian.

Berdasarkan fakta hukum yang terungkap dalam persidangan, terdapat 16 penyidik OJK yang terdiri dari 11 penyidik penugasan dari Polri dan 5 penyidik penugasan dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPKP). Dengan melihat kondisi faktual penanganan penyidikan saat ini, ada keterbatasan kemampuan penyidikan hanya sampai tingkat provinsi dan keterbatasan jumlah penyidik, maka OJK masih harus tetap bersinergi dengan Kepolisian yang memiliki jumlah penyidik dan infrastruktur yang lebih memadai dan dapat menjangkau seluruh provinsi, kabupaten, dan desa di seluruh Indonesia.

“Menurut Mahkamah, pemberian kewenangan penyidikan (dalam tindak pidana sektor jasa keuangan, red) kepada penyidik pada instansi lain yang memperoleh kewenangan melakukan penyidikan berdasarkan undang-undang secara khusus tetap berkoordinasi dengan Penyidik Polri adalah hal yang dapat dibenarkan,” ujar Hakim Konstitusi Arief Hidayat saat membacakan pertimbangan putusan.   

Untuk diketahui, para pemohon memohon pengujian Pasal 8 angka 21 Pasal 49 ayat (5) dan Pasal 8 angka 21 Pasal 49 ayat (1) huruf c UU PPSK. Pemohon I sebagai badan hukum privat, telah dirugikan hak konstitusionalnya ketika membela kepentingan hukum anggotanya selaku pekerja dan warga negara karena keberadaan ketentuan UU PPSK. Kerugian yang dialami karena tidak dapat menempuh upaya hukum melalui sarana penegakan hukum di Kepolisian RI atas terjadinya tindak pidana di sektor jasa keuangam. Seperti permasalahan Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912, kecuali hanya melalui proses penegakan hukum saat penanganan penyidikan tunggal tindak pidana di sektor jasa keuangan, yang hanya dapat dilakukan oleh Penyidik Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Bagi Pemohon I, keberadaan UU PPSK ini menimbulkan persoalan konstitusional dalam hal keberadaan Penyidik Pegawai Tertentu OJK. Dalam UU PPSK sangat potensial dapat dipastikan terjadi penanganan penyidikan tunggal tindak pidana sektor jasa keuangan oleh Penyidik Pegawai Tertentu OJK, apabila dimaknai hanya satu-satunya sarana penanganan penyidikan tunggal tindak pidana oleh OJK. Ketentuan norma ini berdampak langsung terhadap kepentingan hukum anggota Pemohon I yang sedang dalam pengawasan dan penanganan administratif oleh OJK.

Para pemohon menilai ada ketidakpastian hukum apabila Pemohon II hanya dapat menempuh upaya hukum sesuai ketentuan pasal-pasal a quo yang menyatakan fungsi penyidikan tunggal yang hanya dapat dilakukan penyidik OJK. Dalam pandangan pemohon sebagai bagian dari masyarakat, tidak terlayani dengan baik dalam penegakan hukum atas penolakan laporan pidananya. Dengan begitu, fungsi OJK dalam hal sebagai penyidik dinilai telah memonopoli penyidikan di sektor jasa keuangan.

Hal ini dinilai bertentangan dengan prinsip due proces of law berdasarkan asas kepastian hukum yang adil sebagaimana dijamin Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, serta mereduksi kewenangan Kepolisian RI sebagai organ utama alat negara yang bertugas menegakkan hukum sebagaimana diatur Pasal 30 ayat (4) UUD 1945.

Dalam petitum permohonannya, pemohon meminta agar Mahkamah menyatakan mengabulkan permohonan provisi para pemohon. Pemohon juga meminta agar Mahkamah menyatakan menunda berlakunya UU PPSK sampai ada putusan Mahkamah dalam perkara a quo. Selama penundaan tersebut, undang-undang yang digunakan (berlaku) adalah UU OJK.

Tags:

Berita Terkait