Tips Menyelesaikan Sengketa Perdata Secara Efektif dan Efisien
Utama

Tips Menyelesaikan Sengketa Perdata Secara Efektif dan Efisien

Ada tujuh poin penting bagi lawyer agar sengketa perdata dapat diselesaikan secara efektif dan efisien.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi: HOL
Ilustrasi: HOL

Penyelesaian perkara perdata memiliki cara kerja yang berbeda dengan perkara pidana. Perkara perdata adalah perkara mengenai perselisihan hubungan antara perseorangan (subjek hukum) yang satu dengan perseorangan (subjek hukum) yang lain mengenai hak dan kewajiban/perintah dan larangan dalam lapangan keperdataan, misalnya perselisihan tentang perjanjian jual beli, sewa, pembagian harta bersama, perceraian, dan sebagainya.

Menurut advokat Emir Pohan dari Emir Pohan & Partners, terdapat perbedaan mendasar antara perkara perdata dan perkara pidana. Jika perkara perdata adalah perkara terkait hubungan perseorangan dengan perseorangan yang lain, perkara pidana menyangkut hubungan perseorangan dengan publik atau negara.

Selain itu dalam proses penyelesaian perkara perdata di pengadilan, dua lawyer dari masing-masing pihak akan saling berhadapan dalam persidangan. Sedangkan dalam perkara pidana, lawyer yang mewakili terdakwa akan menghadapi jaksa penuntut.

Sama halnya dengan perkara pidana yang berujung pada meja hijau, perkara perdata juga bisa berakhir di pengadilan. Hanya saja, lanjut Emir, kasus-kasus perdata masih memiliki opsi lain di luar pengadilan (non ajudikatif) seperti negosiasi dan mediasi. Bahkan langkah non ajudikatif ini sangat dianjurkan dalam sengketa-sengketa perdata sebelum memutuska membawa perkara ke meja hijau. (Baca: Tips Hukum Menangani Perkara Sengketa Tanah)

“Kalau dari pengalaman saya, memang tidak ada satu mekanisme atau tahapan apa yang harus dilakukan dalam menyelesaikan sengketa perdata, terkecuali jika sengketa terpaksa di bawa ke pengadilan. Ada dua cara, bisa pakai cara non ajudikatif yang tidak berlawanan dan bertentangan seperti mediasi atau negosiasi. Jadi ketika kita berselisih dengan seseorang itu cara yang bisa tempuh salah satunya dengan non ajudikatif, ngomong baik-baik negosiasi, kalau tidak berhasil baru lanjut ke mediasi,” kata Emir dalam Live IG Klinik Hukumonline “Strategi Advokat Atasi Sengketa Perdata Secara Efektif,” Jumat (21/5).

Dalam proses negosiasi, para pihak berinisiatif untuk melakukan pertemuan, membahas dan mencari jalan keluar atas persoalan yang ada. Jika tidak ada titik temu, mediasi bisa dilakukan dengan melibatkan mediator untuk mencari jalan tengah dan win-win solution bagi kedua belah pihak.

Emir mengingatkan bahwa negosiasi dan mediasi yang sukses akan memberikan hasil yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak. Namun jika cara non ajudikatif ini gagal, maka sengketa akan berlabuh ke pengadilan, di mana akan ada pihak yang menang dan kalah.

“Kalau menempuh cara ajudikatif, maka melibatkan lembaga pemutus, harus ada yang kalah dan menang. Nah ini yang dikenal dengan lembaga pengadilan atau arbitrase. Sebenarnya kalau masih non ajudikatif dan menyelesaikan sengketa dengan cara baik-baik itu terserah para pihak, sebeas-bebasnya dalam praktek dengan cara yang bisa diterima oleh kedua belah pihak dan sefleksibel mungkin,” jelasnya.

Sebagai pihak yang berpengalaman dalam menangani sengketa perdata, Emir mengaku mendapatkan instruksi untuk menyelesaikan perkara di tahap negosiasi. Langkah ini banyak dipilih karena lebih menguntungkan klien baik dari sisi biaya maupun waktu, jika dibanding dengan sengketa yang berlabuh ke pengadilan.

Untuk itu, Emir menegaskan ada tujuh poin penting bagi lawyer agar sengketa perdata dapat diselesaikan secara efektif dan efisien. Pertama, kedua belah pihak yang bersengketa harus memiliki niat untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Dalam hal ini penyelesaian sengketa secara non ajudikatif harus dikedepankan bagi kedua belah pihak.

Kedua, baik dari sisi klien dan advokat kedua belah pihak harus memahami duduk permasalahan, melakukan review dokumentasi dan faktual. “Kita harus pahami dulu masalahnya apabila kita dari sisi pihak yang melakukan klaim atau menerima klaim, harrus lihat apakah klaim itu punya dasar, dan harus liat juga apakah dalam suatu klaim itu kita punya salah dalam kaitan dengan dispute itu sendiri,” jelasnya.

Ketiga, klien dan advokat harus memiliki target realistis dan bisa diterima dalam menyelesaikan masalah. Artinya klaim yang diajukan oleh klien harus bisa dinegosiasikan untuk mencari keputusan yang adil tanpa harus ke pengadilan, dan keempat adalah memahami poin-poin yang akan dinegosiasikan.

Kelima, memilih konsultan hukum yang memahami persoalan. Emir menjelaskan hal ini menjadi poin penting karena dalam proses negosiasi, lawyer atau konsultan hukum tidak hanya memberikan masukan terkait legal, namun juga memberikan masukan terkait komersial.

Keenam, klien harus terlibat dalam penyelesaian sengketa kendati sudah menunjuk advokat untuk menyelesaikan sengketa yang ada. Dan ketujuh adalah memanfaatkan mediasi ketika perkara harus berlabuh ke pengadilan.

“Bagi klien harus dipahami benar, meskipun pihak klien sudah men-engage lawyer, tapi ini masalah anda, artinya lawyer hanya tools. Jadi klien harus in charge, kalau udh ada lawyer terserah, itu enggak bisa. Dan kalau harus masuk ke pengadilan saya sarankan memanfaatkan mediasi dengan baik. Kadang-kadang memang harus digugat dulu baru mau duduk bersama, dan bagi penggugat jangan karena menggugat menutup ruang negosiasi atau mediasi. Sengketa perdata itu makan waktu dan bagusnya ya diselesaikan baik-baik,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait