Tujuh Rekomendasi APHTN-HAN untuk Kabinet Prabowo-Gibran
Utama

Tujuh Rekomendasi APHTN-HAN untuk Kabinet Prabowo-Gibran

Kabinet Presidensial yang diharapkan patuh pada rambu-rambu konstitusi. Rekomendasi ini menuntut perubahan UU Kementerian Negara.

Normand Edwin Elnizar
Bacaan 4 Menit
Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat APHTN-HAN Bayu Dwi Anggono dalam penutupan Rakernas, Sabtu (27/4/2024). Foto: Istimewa
Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat APHTN-HAN Bayu Dwi Anggono dalam penutupan Rakernas, Sabtu (27/4/2024). Foto: Istimewa

Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) 26-28 April 2024 di Makassar, Sulawesi Selatan merumuskan tujuh rekomendasi untuk penataan kabinet Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih dalam Pemilu 2024. Rekomendasi ini disusun oleh Tim Pengkaji APHTN-HAN dalam tema besar Penataan Kabinet Presidensial di Indonesia: Refleksi dan Proyeksi Konstitusional yang disetujui oleh peserta Rakernas.

“Terdapat kebutuhan hukum untuk melakukan perubahan atas UU Kementerian Negara dalam rangka penataan pembentukan Kabinet Presidensial yang konstitusional,” kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) Pengurus Pusat APHTN-HAN Bayu Dwi Anggono dalam kesimpulan naskah rekomendasi yang dirilis untuk publik, Senin (29/4/2024). Rakernas APHTN-HAN 2024 dihadiri perwakilan pengurus pusat dan daerah dari 35 provinsi yang mencapai 130 peserta.]

Tujuh rekomendasi APHTN-HAN soal penataan kabinet yang konstitusional terpusat pada UU Kementerian Negara. Berikut adalah poin uraian rekomendasi yang diberikan untuk kabinet Prabowo-Gibran. Pertama, perlu untuk memastikan semua urusan pemerintahan yang disebut dalam UUD 1945 diakomodasi dalam tugas Kementerian. APHTN-HAN mencatat belum semua urusan pemerintahan yang disebut dalam UUD 1945, diatur dalam UU Kementerian Negara.

“Terdapat beberapa urusan pemerintahan yang belum ada nomenklaturnya dalam kementerian yang ada saat ini,” kata Bayu selaku Sekjen APHTN-HAN.

Baca juga:

Kedua, pembatasan jumlah paling banyak 34 kementerian yang diatur Pasal 15 UU Kementerian Negara saat ini sudah tidak relevan. Pengaturan jumlah kementerian itu perlu ditinjau ulang setidaknya dengan tiga alasan. Alasan pertama adalah jumlah kementerian saat ini dinilai belum menggambarkan keseluruhan urusan pemerintahan yang disebut dalam UUD 1945. Alasan kedua yaitu pembatasan jumlah kementerian diatur dalam UU Kementerian Negara yang dibentuk tahun 2008.

“Sudah tidak lagi dapat mengakomodasi kebutuhan akan fleksibilitas (agile) pengelolaan urusan pemerintahan yang disebut dalam konstitusi,” kata Bayu menambahkan. Alasan ketiga adalah penguatan prerogatif Presiden dalam membentuk kabinet seharusnya mengacu kepada urusan pemerintahan yang disebut dalam konstitusi.

Tags:

Berita Terkait