Wakaf, Zakat, Infak, Sedekah: Bedanya Apa ya?
Lipsus Lebaran 2020

Wakaf, Zakat, Infak, Sedekah: Bedanya Apa ya?

Selain wakaf, dikenal istilah zakat, sedekah, dan infak. Kenali masing-masing agar tidak salah paham.

Normand Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit
Kantor Badan Wakaf Indonesia. Foto: RES
Kantor Badan Wakaf Indonesia. Foto: RES

Konsep dasar wakaf adalah dikelola secara produktif. Pengelolanya ibarat manajer investasi. Sudah 16 tahun sejak UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf lahir dan membentuk lembaga negara independen bernama Badan Wakaf Indonesia (BWI). Kehadirannya terpisah dari Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS). Di sisi lain, kata ‘wakaf’ kerap disingkat dalam satu rangkaian dengan zakat, infak, dan sedekah sebagai ZISWAF. Padahal ada paradigma yang sangat berbeda tentang wakaf: bisnis sosial.

“Wakaf itu bersifat keumatan dan kebangsaan. Mengatasi masalah yang sifatnya global,” kata Abdul Muta’ali, Ketua Divisi Pembinaan dan Pemberdayaan Nazhir BWI. Muta’ali memberikan contoh keberhasilan Qatar membangun 14 stadion sepak bola sebagai tuan rumah Piala Dunia 2021 dengan hasil pengelolaan wakaf.

Pengelolaan wakaf menekankan pengelolaan harta yang diwakafkan harus menghasilkan keuntungan. Lalu keuntungan itu disalurkan untuk kesejahteraan sosial seluas-luasnya. “Nggak cukup hanya ahli agama, harus paham ekonomi juga untuk mengelola harta wakaf agar terus berkembang,” Muta’ali menambahkan.

Anggota Divisi Pendataan dan Sertifikasi Wakaf BWI, Imam Nur Azis memberikan perbandingan menarik soal konsep wakaf. “Wakaf ini adalah hukum dasarnya investasi dengan dimensi dunia dan akhirat. Nazhir wakaf itu berperan sebagai manajer investasi,” kata Imam. Ia menyebutnya sebagai skema bisnis dalam kerangka ritual ibadah. (Baca juga: Optimalisasi Zakat dan Wakaf di Tengah Wabah Covid-19)

Manfaat keuntungan dari pengelolaan harta wakaf tidak ekslusif untuk umat Islam. Wakaf tidak memandang agama. Dampak kesejahteraan sosial dari wakaf bisa dinikmati seluas-luasnya kalangan. Imam menegaskan bahwa konsep wakaf adalah investasi dengan misi sosial.

Ada orientasi meraih untung seperti bisnis pada umumnya. Bahkan orang yang berwakaf boleh juga ikut menikmati keuntungan itu untuknya dan keluarganya. Di sisi lain, bagian besar dari keuntungan disalurkan untuk mewujudkan kesejahteraan sosial. Kadang konsep wakaf ini dipadankan dengan endowment dalam literatur ekonomi Barat. Ada juga yang menyamakannya dengan trust fund. Intinya, ada manfaat yang besar untuk memberdayakan wakaf sebagai instrumen kesejahteraan negara.

Iwan Agustiawan Fuad, anggota Divisi Kerja Sama, Penelitian, dan Pengembangan menyebutkan bahwa potensi nilai wakaf di Indonesia. “Potensi wakaf uang umat Islam Indonesia mencapai 77 triliun rupiah per tahun berdasarkan hitungan Bank Indonesia,” katanya. Berikut ini ringkasan soal wakaf jika dibandingkan dengan zakat, infak, dan sedekah.

1. Zakat

Definisi zakat ada dalam UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Seperti disebutkan di pasal 1, zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariah Islam.

“Zakat adalah kewajiban rutin tahunan yang harus dikeluarkan atas dasar standar tertentu dalam batas waktu yang ditentukan,” kata Muta’ali menjelaskan. Penyaluran zakat hanya untuk pihak penerima (mustahik) dengan kriteria yang terbatas.

Pihak yang wajib berzakat (muzaki) pun hanya bila telah memenuhi kriteria tertentu. Hanya orang beragama Islam dengan kriteria tertentu yang bisa tergolong sebagai mustahik atau muzaki. Pengelola zakat (amil) memiliki hak sebesar 1/8 dari nilai zakat untuk keperluan biaya operasional pengelolaan zakat.

2. Infak

UU Zakat menjelaskan infak sebagai pengeluaran berupa harta selain zakat oleh seseorang atau badan usaha. Tujuannya untuk kemaslahatan umum. Selain itu tidak diatur kriteria khusus soal pihak yang berhak menerima infak. (Baca: Sekelumit Peran Zakat Kala Pandemi Covid-19)

“Infak itu pengeluaran di luar sedekah. Di luar kewajiban dia sebagai penjamin eksistensi kelangsungan hidup orang lain. Namun orang yang menerimanya memang membutuhkan,” kata Muta’ali menjelaskan. Ia mencontohkan pemberian kepada orang miskin yang bukan dari kalangan keluarga sebagai bentuk infak.

3. Sedekah

Penjelasan UU Zakat soal sedekah menyebut wujudnya bisa harta atau nonharta. Tujuannya juga untuk kemaslahatan umum. Tidak diatur pula soal kriteria khusus pihak yang berhak menerima sedekah. “Sedekah dikeluarkan rutin oleh seseorang karena kewajiban sosialnya. Melekat kewajiban dia menjamin eksistensi kelangsungan hidup orang lain di bawah tanggung jawabnya,” Muta’ali menjelaskan. Contohnya pengeluaran untuk istri, anak, orangtua, atau pihak keluarga.

4. Wakaf

Definisi wakaf ditemukan dalam UU Wakaf. Unsurnya meliputi penyerahan harta benda milik sendiri untuk dimanfaatkan bagi kesejahteraan umum. Jangka waktunya bisa selamanya atau untuk waktu tertentu. Selain itu pemanfaatannya harus sesuai kriteria syariah Islam. (Baca juga: Cerita Lebaran dan Pandemi)

“Wakaf ini bisa disebut pengembangan makna dari infak. Infak hanya untuk menyelesaikan masalah sesaat. Kalau wakaf membantu berkelanjutan,” kata Muta’ali. Oleh karena itu, konsep wakaf pada dasarnya produktif. Harta benda yang diwakafkan harus dikembangkan manfaatnya untuk mewujudkan kesejahteraan seluas-luasnya.

Muta’ali menyayangkan penyempitan konsep wakaf di kalangan umat Islam Indonesia. Wakaf dipahami hanya dalam bentuk masjid, madrasah, dan makam. Padahal pengelolaan harta wakaf ibarat bisnis sosial dengan skema investasi. Pengelola wakaf (nazhir) pun berhak mengambil keuntungan dari hasil pengelolaan wakaf. Nazhir dapat menerima imbalan dari hasil bersih atas pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf hingga sebesar 10 persen.

“Wakif (orang yang berwakaf-red) menentukan sejak awal untuk disalurkan ke mana pengelolaan hartanya. Akadnya harus jelas. Bisa dia yang pilih sendiri atau ikut saja dengan program yang sudah disediakan nazhir,” Muta’ali menambahkan.

Tags:

Berita Terkait