Tantangan Berat Menanti Ketua MA Baru
Berita

Tantangan Berat Menanti Ketua MA Baru

Koalisi mengusulkan beberapa kriteria kandidat ketua MA pengganti Hatta Ali, diantaranya berintegritas; tidak dibebani “catatan masa lalu”; mengenali kebutuhan hakim dan prioritas utama layanan peradilan; mampu membangun hubungan baik dengan lembaga lain; menaruh perhatian perlindungan terhadap kelompok rentan.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: HGW
Ilustrasi: HGW

Mahkamah Agung (MA) menggelar pemilihan ketua MA di ruang Kusumah Atmadja Gedung MA, Senin (6/4/2020) mulai pukul 10.00 WIB. Pemilihan ini seiring M. Hatta Ali memasuki masa pensiun menjadi hakim agung pada 7 April 2020 karena genap berusia 70 tahun. Otomatis jabatannya sebagai ketua MA pun berakhir. Pemilihan ketua MA diikuti 47 hakim agung ini menerapkan protokol pencegahan Covid-19, sehingga bisa disaksikan melalui channel ini.  

 

Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) mengakui selama kepemimpinan Ketua MA M. Hatta Ali, MA dikenal institusi paling reformis dibanding lembaga penegak hukum lain lantaran cukup banyak menerbitkan sejumlah kebijakan pembaruan peradilan. Diantaranya, Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP); Sistem Administrasi Perkara dan Persidangan Elektronik (E-Litigasi); Sistem Penerimaan Pengaduan Online (SIWAS); Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana (Small Claim Court); Pedoman Mengadili Perkara Perempuan yang Berhadapan dengan Hukum.

 

“Tapi, bukan berarti penyelenggaraan lembaga peradilan tanpa masalah yang tidak dapat diselesaikan dalam delapan tahun periode kepemimpinan Hatta Ali,” ujar salah satu anggota KPP, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP) Liza Farihah saat dikonfirmasi, Minggu (5/4/2020) malam. KPP terdiri dari, LeIP, YLBHI, IJRS, ICJR, LBH Jakarta, PBHI, ELSAM, KontraS, ICW, LBH Masyarakat, PSHK, ICEL, LBH Apik Jakarta, PILNET Indonesia. (Baca Juga: Setiap Hakim Agung Berhak Jadi Ketua MA)

 

Berdasarkan pengamatan KPP, situasi peradilan di bawah kepemimpinan Ketua MA M. Hatta Ali masih meninggalkan pekerjaan rumah cukup besar bagi penerusnya. Seperti, masih terjadi pungutan liar (pungli) di pengadilan. Satu contoh, pada 2019 Tim Saber Pungli Bawas berhasil melakukan operasi tangkap tangan terhadapt PN Jepara dan Panitera Muda Perdana di PN Wonosobo. Belum lagi, pungutan liar lain yang terjadi di pengadilan.

 

Selain itu, masih ada pejabat pengadian yang tertangkap tangan menerima suap selama masa kepemimpinan Hatta Ali. Diantaranya OTT beberapa hakim yaitu Hakim PN Balikpapan (2019); Hakim Ad Hoc Tipikor PN Medan (2018); Hakim PN Tangerang (2018); Panitera Pengganti PN Tangerang (2018); Ketua PT Manado (2017); Hakim Ad HocTipikor pada PN Bengkulu (2017); Panitera Pengganti Pengadilan Tipikor pada PN Bengkulu (2017); dan Panitera Pengganti PN Jakarta Selatan (2017).

 

Tak hanya itu, belum terpenuhinya standar layanan peradilan yang sederhana, seperti penyampaian salinan putusan yang masih terus berlarut-larut dan melampaui waktu 14 hari seperti yang diatur undang-undang, sehingga sering menghalangi pihak berperkara mengajukan upaya hukum. Pelaksanaan sidang juga seringkali molor berjam-jam, tidak sesuai waktu yang disebutkan dalam panggilan sidang.

 

“Kualitas pertimbangan putusan Hakim dan Hakim Agung yang masih jauh dari memadai dan jamaknya disparitas putusan yang terjadi,” sebutnya. (Baca Juga: Kriteria Ideal Calon Ketua MA Penerus Hatta Ali di Mata Koalisi Masyarakat Sipil)

Tags:

Berita Terkait