Kebijakan Ketenagakerjaan Melindungi Kepentingan Pekerja-Pengusaha
Berita

Kebijakan Ketenagakerjaan Melindungi Kepentingan Pekerja-Pengusaha

PHK bukan pilihan bagi pengusaha jika cashflow perusahaan tidak mendukung.

Oleh:
Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Kebijakan ketenagakerjaan yang dikeluarkan Pemerintah di masa pandemi Covid-19 dan new normal bertujuan untuk sama-sama melindungi kepentingan pekerja dan pengusaha. Negara harus memberikan perlindungan kepada pekerja dan pengusaha karena sama-sama kesulitan menghadapi keadaan memaksa yang terjadi.

Misalnya, kebijakan tentang pembayaran THR, ditujukan untuk tetap menjamin pembayaran tunjangan bagi pekerja oleh pengusaha yang mempunyai kemampuan finansial, sekaligus memberikan kelonggaran jika pengusaha belum mampu. Tujuannya agar bisnis pengusaha tetap mampu bertahan dan tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Sekretaris Direktorat Jenderal PHI dan Jaminan Sosial Kementerian Ketenagakerjaan, Adriani, mengatakan kunci penting mengatasi persoalan yang dihadapi bersama saat darurat nasional dan new normal akibat Covid-19 adalah dialog sosial. Dialog penting karena pengusaha dan pekerja menghadapi masalah yang sama, dan masalah dimaksud tidak dikehendaki. Itu pula sebabnya Kementerian Ketenagakerjaan menerbitkan kebijakan yang mempertimbangkan kelangsungan usaha di satu sisi, dan menghindari pemutusan hubungan kerja di sisi lain.

Adriani menambahkan sudah ada sekitar 1,7 juta pekerja yang terverifikasi terkena PHK dan dirumahkan di seluruh Indonesia. Jumlah riilnya lebih banyak karena masih ada yang belum terverifikasi. Untuk mencegah dampak yang lebih luas, dibutuhkan kerjasama lintas sektor bukan hanya Kementerian Ketenagakerjaan. “Kebijakan sektor lain juga berdampak,” ujarnya dalam webinar bertema ‘Kelangsungan Usaha dan Hubungan Kerja di Era New Norma’ yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Rabu (17/6).

Survei Sosial Demografi yang dilaksanakan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa 2,52 persen dari 87.379 responden baru saja mengalami PHK akibat tempat mereka bekerja ditutup. Sedangkan 18,34 persen berstatus tetap pekerja tetapi dirumahkan. Dalam kondisi pandemi Covid-19, PHK atau merumahkan karyawan menjadi alternatif bagi perusahaan yang terpaksa tutup. Sebagian tidak dapat beroperasi karena penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Sesuai Pasal 151 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menegaskan pengusaha, pekerja, serikat pekerja, dan pemerintah dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi PHK. Dalam hal segala upaya telah dilakukan tetapi PHK tidak dapat dihindari, maka maksud PHK harus dirundingan bersama. Ini juga yang dimaksud dengan dialog sosial antara pekerja dan pengusaha.

Secara hukum, keadaan memaksa (force majeur) dapat dijadikan alasan untuk melakukan pemutusan hubungan kerja. Faktanya, sudah ada beberapa putusan Mahkamah Agung yang dapat dijadikan rujukan. Pengadilan Hubungan Industrial pada PN Palu, misalnya, pernah mengabulkan permohonan PHK akibat kebijakan pemerintah yang berimbas pada operasionalisasi perusahaan. (Baca juga: Penting!!! Inilah Putusan-Putusan PHK Akibat Force Majeur)

Tags:

Berita Terkait