Mengurai Peran Advokat dalam Penghormatan HAM oleh Korporasi
Berita

Mengurai Peran Advokat dalam Penghormatan HAM oleh Korporasi

Sebagai salah satu penegak hukum, advokat sudah seharusnya memberi peran dalam mendorong penghormatan dan penegakan hak asasi manusia (HAM).

Oleh:
CT-CAT
Bacaan 2 Menit
DPC Peradi Jakpus bekerja sama dengan ELSAM dan ICJR Learning Hub telah mengadakan webinar bertajuk
DPC Peradi Jakpus bekerja sama dengan ELSAM dan ICJR Learning Hub telah mengadakan webinar bertajuk

Jumat lalu (10/7), Dewan Pimpinan Cabang Perhimpunan Advokat Indonesia Jakarta Pusat (DPC Peradi Jakpus) bekerja sama dengan Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) dan Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Learning Hub telah mengadakan webinar bertajuk ‘Peran Advokat dalam Mendorong Penghormatan HAM oleh Korporasi’. Seminar daring yang diikuti oleh lebih dari 50 peserta ini menghadirkan empat narasumber utama, yakni Direktur ELSAM, Wahyu Wagiman; Asia Regional Manager Business & Human Rights Resource Centre (BHRRC), Betty Yolanda; Dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Iman Prihandono, Ph. D.; dan Dewan Penasihat DPC Peradi Jakpus, Tabrani Abby.

 

Dalam sambutannya, Berlian Simbolon selaku perwakilan dari DPC Peradi Jakpus mengatakan bahwa, sebagai salah satu penegak hukum, advokat sudah seharusnya memberi peran dalam mendorong penghormatan dan penegakan hak asasi manusia (HAM). “Itu sebabnya kami bekerja sama dengan ELSAM dan ICJR Learning Hub menyelenggarakan webinar ini,” katanya.

 

Adapun webinar dimulai dengan pemaparan Wahyu Wagiman dengan judul ‘Konsep dan Perkembangan Bisnis dan Hak Asasi Manusia’. Dalam sesi ini, Wahyu menyampaikan, korporasi dapat menjadi penyebab, berkontribusi, atau bahkan tidak menyebabkan, tetapi aktivitasnya kemudian berhubungan dengan pelanggaran HAM. Itu sebabnya, korporasi harus mempertimbangkan beberapa kebijakan yang berkaitan dengan penghormatan HAM, salah satunya—berpijak pada tiga pendekatan John Ruggie meliputi: perlindungan, penghormatan, dan pemulihan. Selain itu, negara wajib pula melindungi dan menyediakan akses pemulihan bagi individu yang terdampak pelanggaran HAM melalui mekanisme yudisial maupun nonyudisial—hal yang sebenarnya sudah ada di masa kini melalui beragam inisiatif regulasi, tindakan, dan kebijakan yang dilakukan pemerintah Indonesia.

 

Pemaparan kedua dilanjutkan oleh Betty Yolanda dengan judul ‘Respons Komunitas Bisnis terhadap Penghormatan Hak Asasi Manusia’. Mulanya, Betty menyoroti perbedaan antara isu HAM yang ada di corporate social responsibilty (CSR) dengan dunia bisnis. Meski CSR pada saat ini sudah mulai mengintegrasikan isu tentang penghormatan HAM, keduanya tetap berbeda. Pendekatan bisnis lebih menekankan pada komitmen perusahaan dan negara, khususnya di tahap pemulihan atas pelanggaran HAM. Hal baru lain yang penting untuk digarisbawahi, yakni tanggung jawab investor terhadap pelanggaran HAM. Temuan inilah yang selanjutnya dapat dimanfaatkan advokat untuk lebih memahami jenis dan perkembangan kasus pelanggaran HAM oleh korporasi, serta sudah sejauh apa sebuah perusahaan memenuhi prinsip-prinsip penghormatan HAM.

 

Sementara itu, Iman Prihandono melalui uraian berjudul ‘Bisnis dan HAM: Mengapa Peran Advokat Penting’, menjelaskan secara detail enam peran advokat terhadap upaya penghormatan HAM oleh korporasi. Enam di antaranya yakni, (1) melakukan manajemen risiko; (2) memastikan sustainability perusahaan yang tidak hanya bergantung pada profit, melainkan juga kelangsungan lingkungan dan masyarakat; (3) memberikan nasihat tentang perubahan hukum seperti standar-standar advokasi terbaru; (4) memastikan perusahaan mematuhi hukum terkait perlindungan HAM; (5) mencegah pelanggaran HAM; dan (5) memberikan saran dan jasa untuk kepentingan terbaik korporasi sebagai klien serta menegakkan supremasi hukum.

 

Sebagai pembicara terakhir, Tabrani Abby lantas berbicara tentang ‘Advokat berperan Memfasilitasi Korporasi untuk Menghormati HAM’. Beberapa hal yang dapat dilakukan advokat, seperti mendorong penerapan prinsip panduan PBB (UNGPs) dalam kegiatan profesi; merealisasikan panduan praktis IBA; mengoptimalkan peran dan menjalankan panduan untuk organisasi advokat;  melakukan uji tuntas; hingga mendorong ketersediaan akses dalam korporasi dan melaksanakan mekanisme pengaduan dan pemulihan korban.

 

Setelah masing-masing narasumber menjelaskan materinya, webinar berlanjut pada sesi tanya-jawab.

 

Artikel ini merupakan kerja sama antara Hukumonline dengan Dewan Pimpinan Cabang Perhimpunan Advokat Indonesia Jakarta Pusat (DPC Peradi Jakpus).

Tags:

Berita Terkait