Catahu KPA Tahun 2020: Konflik Agraria Tetap Tinggi Sekalipun Pandemi Covid-19
Berita

Catahu KPA Tahun 2020: Konflik Agraria Tetap Tinggi Sekalipun Pandemi Covid-19

Total konflik agraria tahun 2020 sebanyak 241 kasus. Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Surya Tjandra mengakui sangat sulit menyelesaikan konflik agraria karena melibatkan lintas sektor, sehingga butuh kepemimpinan yang kuat.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Lahan pertanian sebagai salah satu objek redistribusi tanah dalam reforma agraria. Foto: MYS
Lahan pertanian sebagai salah satu objek redistribusi tanah dalam reforma agraria. Foto: MYS

Mobilitas masyarakat pada masa pandemi Covid-19 cenderung menurun karena pemerintah membatasi kegiatan/aktivitas masyarakat dalam rangka mencegah penyebaran Covid-19. Pandemi yang melanda Indonesia sejak Maret 2020 berdampak terhadap turunnya pertumbuhan ekonomi sampai minus.

Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Dewi Kartika, mengatakan terjadi anomali dimana pertumbuhan ekonomi minus sampai 4,4 persen di tahun 2020 dan sejumlah daerah sempat menerbitkan kebijakan pembatasan sosial skala besar (PSBB), tapi jumlah konflik agraria masih tinggi. KPA mencatat total konflik agraria tahun 2020 sejumlah 241 kasus.

Dewi menjelaskan konflik paling tinggi di sektor perkebunan sebanyak 122 kasus dan kehutanan 41 kasus. Total luas lahan konflik 624 ribu hektar meliputi sektor kehutanan lebih dari 312 ribu hektar dan perkebunan 230 ribu hektar. Konflik agraria di sektor perkebunan paling banyak pada lahan sawit sebesar 101 kasus dan tebu 3 kasus. Konflik paling banyak berkaitan dengan perusahaan swasta 106 kasus dan BUMN 12 kasus.

Ada juga konflik agraria dimana masyarakat berhadapan dengan TNI. KPA mencatat tahun 2020, ada 11 konflik agraria yang dipicu oleh klaim institusi TNI terhadap tanah masyarakat. Total korban kekerasan konflik agraria sepanjang 2020 sebanyak 169 orang meliputi 19 korban dianiaya; 139 dikriminalisasi; dan 11 tewas. Kekerasan dalam konflik agraria ini melibatkan aparat kepolisian, TNI, Satpol PP dan keamanan dari pihak perusahaan.

“Perampasan tanah dan kekerasan tidak berkurang di tengah kondisi pandemi Covid-19 dan pertumbuhan ekonomi minus,” kata Dewi dalam pemaparan Catatan Akhir Tahun KPA Tahun 2020 yang diselenggarakan secara daring, Rabu (6/1/2021). (Baca Juga: Konflik Pertanahan Itu Emosional dan Menguras Emosi)

Melihat kondisi tersebut, Dewi menyimpulkan meningkatnya jumlah konflik agraria di sektor perkebunan sebesar 28 persen dari tahun 2019, dan naik 100 persen di sektor kehutanan, dengan total keluarga terdampak mencapai 135.332 KK. Hal ini menunjukkan pandemi dan penurunan pertumbuhan ekonomi tidak menghentikan laju ekspansi pemodal dan pelaku bisnis dan badan usaha menggunakan momentum pandemi dan krisis untuk mengakumulasi kekayaan dengan mengukuhkan klaim dan memperluas penguasaan tanah.

Jika kasus konflik agraria dijumlah dari tahun 2015 sampai 2020, Dewi menghitung totalnya sebanyak 2.288 kasus. Meskipun jumlah kasusnya banyak, tapi penyelesaian konflik agraria cenderung mandek karena penanganannya menggunakan cara biasa, kasuistik, dan reaktif seperti pemadam kebakaran. Situasi agraria di tahun 2020 menunjukkan pengabaian terhadap konflik agraria struktural, tidak mau mengakui dan tidak menganggap persoalan ini harus diselesaikan dalam waktu cepat.

Tags:

Berita Terkait