Dalam debat capres/cawapres sering disebut tentang pajak karbon dalam rangka mengatasi krisis iklim. Saya mau bertanya mengenai makna dari pajak karbon, dan bagaimana penerapan pajak karbon di Indonesia? Mohon pencerahannya, terima kasih.
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Payung hukum pengenaan pajak karbon di Indonesia adalah UU 7/2021. Adapun, tujuan dari penerapan pajak karbon di Indonesia adalah untuk mengendalikan emisi gas rumah kaca untuk mendukung pencapaian Nationally Determined Contribution (“NDC”) atau kontribusi yang ditetapkan secara nasional, yaitu komitmen nasional bagi penanganan perubahan iklim global dalam rangka mencapai tujuan dari Persetujuan Paris.
Lalu, berapa tarif pajak karbon dan kapan pajak karbon berlaku di Indonesia?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Apa Itu Pajak Karbon?
Pajak karbon adalah salah satu bentuk pigouvian tax untuk mengkompensasi eksternalitas negatif yang dihasilkan aktivitas emisi karbon.[1]
Adapun yang dimaksud dengan pigouvian tax atau Pajak Pigovian adalah suatu pungutan pajak atas setiap unit keluaran (output) dari sumber pencemar ke dalam jumlah yang sebanding dengan efek kerusakan marginal yang ditimbulkan.[2]
Pajak Pigovian atau disebut juga sebagai Pajak Pigou akan dikenakan terhadap transaksi yang menimbulkan adanya biaya atau kerugian yang harus ditanggung oleh pihak ketiga yang sebenarnya tidak terlibat dalam transaksi tersebut. Fenomena inilah yang dikenal dengan eksternalitas negatif.[3]
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Dapat diartikan pula bahwa pajak karbon adalah pajak yang dikenakan atas setiap produk yang menghasilkan emisi karbon, seperti bahan bakar fosil. Adapun, emisi karbon dalam hal ini tidak hanya terbatas pada gas karbon dioksida (CO2), melainkan termasuk juga gas metana (CH), dinitro dioksida (N2O), dan serta gas lain yang mengandung unsur fluor (F).[4]
Peraturan pajak karbon di Indonesia pada tingkat undang-undang diatur di dalam UU 7/2021. Dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa pajak karbon dikenakan atas emisi karbon yang memberikan dampak negatif bagi lingkungan hidup.[5]
Adapun emisi karbon adalah penyebab terbesar dari perubahan iklim dunia. Emisi karbon disebut juga sebagai gas rumah kaca, yaitu keluaran (output) dari tindakan keseharian manusia.[6] Emisi karbon yang dimaksud tersebut merupakan emisi karbon dioksida ekuivalen, yaitu representasi emisi gas rumah kaca antara lain senyawa karbon dioksida (CO2), dinitro oksida (N2O), dan metana (CH4).[7]
Tujuan Pajak Karbon
Pajak karbon merupakan salah satu instrumen untuk mewujudkan target emisi karbon sebagaimana tercantum dalam Persetujuan Paris atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim.[8]
Dalam Pasal 2 angka 1 Persetujuan Paris ditegaskan bahwa tujuan dari konvensi tersebut adalah memperkuat penanganan global terhadap ancaman perubahan iklim, dalam konteks pembangunan berkelanjutan dan upaya pengentasan kemiskinan, termasuk melalui:
menahan laju kenaikan suhu rata-rata global di bawah 2 derajat Celcius di atas suhu di masa pra-industrialisasi dan melanjutkan upaya untuk membatasi kenaikan suhu hingga 1,5 derajat Celcius di atas suhu di masa pra-industrialisasi, mengakui bahwa upaya ini akan secara signifikan mengurangi risiko dan dampak perubahan iklim;
meningkatkan kemampuan adaptasi terhadap dampak perubahan iklim dan mendorong ketahanan iklim dan melakukan pembangunan yang rendah emisi gas rumah kaca, tanpa mengurangi produksi pangan; dan
membuat aliran dana yang konsisten dengan arah pembangunan yang rendah emisi gas rumah kaca dan berketahanan iklim.
Selanjutnya, tujuan pajak karbon adalah untuk mengubah perilaku pelaku usaha menuju ekonomi hijau yaitu upaya mengurangi emisi karbon sekaligus menciptakan sumber pembiayaan baru bagi pemerintah.[9]
Kemudian, dalam UU 7/2021 dijelaskan bahwa tujuan dikenakannya pajak karbon yaitu dalam rangka mengendalikan emisi gas rumah kaca untuk mendukung pencapaian Nationally Determined Contribution (“NDC”) atau kontribusi yang ditetapkan secara nasional, yaitu komitmen nasional bagi penanganan perubahan iklim global dalam rangka mencapai tujuan Persetujuan Paris.[10]
Subjek Pajak dan Tarif Pajak Karbon
Dalam UU 7/2021 dijelaskan bahwa subjek pajak karbon adalah orang pribadi atau badan yang membeli barang yang mengandung karbon dan/atau melakukan aktivitas yang menghasilkan emisi karbon.[11] Adapun pajak karbon terutang atas pembelian barang yang mengandung karbon atau aktivitas yang menghasilkan emisi karbon dalam jumlah tertentu pada periode tertentu.[12]
Dengan demikian, pajak karbon dikenakan atas pembelian barang yang mengandung karbon dan/atau aktivitas yang menghasilkan emisi karbon, dalam jumlah tertentu pada periode tertentu.
Kemudian, saat terutang pajak karbon tersebut ditentukan pada saat:[13]
pembelian barang yang mengandung karbon;
akhir periode tahun kalender dari aktivitas yang menghasilkan emisi karbon dalam jumlah tertentu; atau
saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan peraturan pemerintah.
Adapun tarif pajak karbon ditetapkan lebih tinggi atau sama dengan harga karbon di pasar karbon per kilogram karbon dioksida ekuivalen atau satuan yang setara.[14] Namun, jika harga karbon lebih rendah dari Rp30 per kilogram, tarif pajak karbon ditetapkan sebesar paling rendah Rp30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen atau satuan yang setara.[15]
Kemudian, dalam Perpres 98/2021 dijelaskan bahwa NEK atau nilai ekonomi karbon adalah nilai terhadap setiap unit emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari kegiatan manusia dan kegiatan ekonomi.[16] Penyelenggaraan NEK tersebut salah satunya dilakukan melalui pungutan atas karbon yang dilakukan dalam bentuk pungutan di bidang perpajakan baik pusat dan daerah, kepabeanan dan cukai, serta pungutan negara lainnya.[17]
Lebih lanjut, pungutan atas karbon dalam pungutan di bidang perpajakan baik pusat dan daerah, kepabeanan dan cukai, serta pungutan negara lainnya berdasarkan pada:[18]
kandungan karbon;
potensi emisi karbon;
jumlah emisi karbon; dan/atau
kinerja aksi mitigasi perubahan iklim.
Lalu, ketentuan mengenai penetapan tarif pajak karbon dan perubahan tarifnya, tata cara penghitungan pajak karbon, pemungutan, pembayaran atau penyetoran, pelaporan, mekanisme pengenaan pajak karbon dan tata cara pengurangan pajak karbon diatur dengan peraturan menteri keuangan.[19]
Penerapan Pajak Karbon
Lantas, kapan pajak karbon berlaku di Indonesia? Alur penerapan pajak karbon di Indonesia adalah sebagai berikut:[20]
tahun 2021, dilakukan pengembangan mekanisme perdagangan karbon;
tahun 2022 sampai dengan 2024, diterapkan mekanisme pajak yang mendasarkan pada batas emisi (cap and tax) untuk sektor pembangkit listrik terbatas pada pembangkit listrik tenaga uap batubara;
tahun 2025 dan seterusnya, implementasi perdagangan karbon secara penuh dan perluasan sektor pemajakan pajak karbon dengan tahapan sesuai kesiapan sektor terkait dengan memperhatikan antara lain kondisi ekonomi, kesiapan pelaku, dampak, dan/atau skala.
Dengan demikian, pengenaan pajak karbon mulai berlaku pada tahun 2025 dan seterusnya. Selain itu, sepanjang penelusuran kami terkait dengan penetapan tarif dan perhitungan pajak karbon, hingga artikel ini ditayangkan, peraturan menteri keuangan tentang pajak karbon belum diterbitkan.
Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.
Anih Sri Suryani. Pajak Karbon sebagai Instrumen Pembangunan Rendah Karbon di Indonesia. Info Singkat; Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis, Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI, Vol. XIII, No. 18/II/Puslit/September/2021;
Eykel Bryken Barus dan Suparna Wijaya. Pajak Karbon: Belajar dari Swedia dan Finlandia. Indramayu: Penerbit Adab, 2022.
[1] Anih Sri Suryani. Pajak Karbon sebagai Instrumen Pembangunan Rendah Karbon di Indonesia. Info Singkat; Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis, Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI, Vol. XIII, No. 18/II/Puslit/September/2021, hal. 14
[2] Anih Sri Suryani. Pajak Karbon sebagai Instrumen Pembangunan Rendah Karbon di Indonesia. Info Singkat; Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis, Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI, Vol. XIII, No. 18/II/Puslit/September/2021, hal. 14
[3] Eykel Bryken Barus dan Suparna Wijaya. Pajak Karbon: Belajar dari Swedia dan Finlandia. Indramayu: Penerbit Adab, 2022, hal. 2
[4] Eykel Bryken Barus dan Suparna Wijaya. Pajak Karbon: Belajar dari Swedia dan Finlandia. Indramayu: Penerbit Adab, 2022, hal. 2
[8] Anih Sri Suryani. Pajak Karbon sebagai Instrumen Pembangunan Rendah Karbon di Indonesia. Info Singkat; Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis, Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI, Vol. XIII, No. 18/II/Puslit/September/2021, hal. 13 – 14
[9] Anih Sri Suryani. Pajak Karbon sebagai Instrumen Pembangunan Rendah Karbon di Indonesia. Info Singkat; Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis, Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI, Vol. XIII, No. 18/II/Puslit/September/2021, hal. 14