Bagaimana ketentuan THR (Tunjangan Hari Raya) untuk tenaga kerja wanita yang cuti melahirkan dan sudah berstatus karyawan tetap? Apakah mendapatkan full sesuai karyawan lain atau ada ketentuan lain?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
THR adalah pendapatan nonupah yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh atau keluarganya menjelang hari raya keagamaan dan dibayarkan paling lama 7 hari sebelum hari raya keagamaan. THR juga wajib dibayar secara penuh dan tidak boleh dicicil.
Karyawan yang berhak mendapat THR adalah karyawan kontrak dan karyawan tetap dengan masa kerja 1 bulan secara terus menerus atau lebih. Namun, jika karyawan sedang cuti melahirkan, lantas apakah saat cuti melahirkan tetap dapat THR?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran kedua dari artikel dengan judul Ketentuan THR untuk Pekerja yang Cuti Melahirkan yang dibuat oleh Umar Kasim dan pertama kali dipublikasikan pada Selasa, 24 September 2013, kemudian dimutakhirkan pertama kali oleh Tri Jata Ayu Pramesti, S.H. pada 12 Mei 2017.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Hak Cuti Melahirkan bagi Karyawan Perempuan
Berdasarkan Pasal 82 ayat (1) UU Ketenagakerjaan dan penjelasannya diatur bahwa pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh cuti (istirahat) selama 1,5 bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan. Lamanya cuti tersebut dapat diperpanjang berdasarkan surat keterangan dokter kandungan atau bidan, baik sebelum maupun setelah melahirkan.
Kemudian dalam Pasal 81 angka 26 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 84 UU Ketenagakerjaan dijelaskan bahwa setiap pekerja/buruh yang menggunakan hak waktu istirahat salah satunya cuti melahirkan berhak mendapat upah penuh.
Walaupun demikian, pelaksanaan hak cuti hamil dan melahirkan dapat meniadakan atau mengurangi hak-hak yang terkait dengan tunjangan tidak tetap, khususnya yang didasarkan pada kehadiran, seperti tunjangan transport, uang makan, insentif/bonus produktivitas, biaya komunikasi, dan lain-lain. Namun, bagaimana dengan hak untuk mendapatkan THR?
Tunjangan Hari Raya
Selanjutnya, kami akan menjelaskan mengenai ketentuan Tunjangan Hari Raya Keagamaan (“THR”). THR adalah pendapatan nonupah yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh atau keluarganya menjelang hari raya keagamaan.[1]
THR wajib dibayarkan paling lama 7 hari sebelum hari raya keagamaan dan wajib dibayar secara penuh serta tidak boleh dicicil.[2]
Untuk bisa mendapatkan THR, karyawan harus memenuhi syarat sebagai berikut:[3]
Karyawan telah mempunyai masa kerja 1 bulan secara terus menerus atau lebih.
Karyawan mempunyai hubungan kerja dengan pengusaha berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (“PKWTT”) atau perjanjian kerja waktu tertentu (“PKWT”).
Kami mengasumsikan bahwa masa kerja Anda sudah lebih dari 1 bulan. Apabila demikian, maka Anda sebagai karyawan tetap atau PKWTT yang telah mempunyai masa kerja 1 bulan secara terus menerus atau lebih, berhak mendapatkan THR.
Namun, apakah saat cuti melahirkan tetap dapat THR? Berdasarkan penjelasan di atas, pemberian THR pada prinsipnya tidak didasarkan pada kehadiran atau prestasi, akan tetapi didasarkan pada masa kerja, yakni 1 bulan secara terus menerus atau lebih. Artinya, karyawan perempuan yang cuti melahirkan dapat THR dengan jumlah proporsional, bahkan berhak mendapatkan THR secara penuh apabila masa kerjanya 1 tahun atau lebih.[4]
Namun, jika penetapan nominal THR lebih besar dari ketentuan peraturan perundang-undangan, maka yang digunakan adalah ketentuan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama atau kebiasaan yang telah dilakukan[5] oleh perusahaan yang bersangkutan.
Oleh karena itu, ketidakhadiran karyawan selama menjalani hak cuti hamil dan melahirkan, tidak meniadakan atau mengurangi hak THR sepanjang masa kerja yang bersangkutan telah memenuhi jangka waktu 1 bulan secara terus menerus atau lebih. Selain itu, patut diperhatikan bahwa jangka waktu saat menjalani cuti melahirkan termasuk masa kerja yang harus diperhitungkan.
Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.