Intisari :
Jika pemegang Hak Pengelolaan (“HPL”) ingin mendirikan suatu bangunan di atas tanah HPL yang mana bangunan tersebut untuk dipakainya sendiri, maka ia tidak perlu memohonkan Hak Guna Bangunan (HGB). Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini. |
Ulasan:
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Hak Pengelolaan
HPL diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan antara lain:
Negara sebagai pihak yang menguasai tanah (sebagai organisasi kekuasaan dari seluruh rakyat/bangsa) dapat memberikan tanah kepada seseorang atau badan hukum dengan sesuatu hak menurut peruntukan dan keperluannya, misalnya hak milik, hak-guna-usaha, hak guna bangunan (“HGB”) atau hak pakai atau memberikannya dalam pengelolaan kepada sesuatu Badan Penguasa (Departemen, Jawatan atau Daerah Swatantra) untuk dipergunakan bagi pelaksanaan tugasnya masing-masing.
[1]
Mengenai konversi hak menguasai atas Negara yang diberikan kepada Departemen-departemen, Direktorat-direktorat dan Daerah-daerah Swatantra, dalam Pasal 1 dan Pasal 2 Permen Agraria 9/1965 disebutkan bahwa:
Hak atas penguasaan tanah oleh Negara yang diberikan kepada Departemen-departemen, Direktorat-direktorat dan Daerah-daerah Swatantra yang hanya dipergunakan untuk instansi itu sendiri dikonversi menjadi hak pakai.
Apabila dipergunakan untuk kepentingan instansi itu sendiri dan juga dapat diberikan kepada pihak ketiga, maka hak pengusaan tersebut menjadi HPL.
HPL itu sendiri menurut Pasal 1 ayat (2) PP 40/1996 dan Pasal 1 angka 3 Permen Argaria 9/1999 adalah hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya.
HPL dapat diberikan kepada:
[2] Instansi Pemerintah termasuk Pemerintah Daerah;
Badan Usaha Milik Negara;
Badan Usaha Milik Daerah;
PT. Persero;
Badan Otorita;
Badan-badan hukum Pemerintah lainnya yang ditunjuk Pemerintah.
Badan-badan hukum di atas dapat diberikan HPL sepanjang sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya berkaitan dengan pengelolaan tanah.
[3]
Lebih lanjut Pasal 6 ayat (1) Permen Agraria 9/1965 menjelaskan bahwa HPL memberikan wewenang kepada pemegangnya untuk:
merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah tersebut;
menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan tugasnya;
menyerahkan bagian-bagian dari tanah tersebut kepada pihak ketiga dengan hak pakai yang berjangka waktu 6 (enam) tahun;
menerima uang pemasukan/ganti rugi dan/atau uang wajib tahunan.
Bisakah Pemegang HPL Mendirikan Bangunan Tanpa HGB?
Mengenai pertanyaan Anda tentang bisakah pihak yang mempunyai HPL membangun bagunan tanpa HGB di atas tanah HPL tersebut? Berikut penjelasannya.
HGB menurut Pasal 35 ayat (1) UUPA adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun.
Yang dapat mempunyai HGB ialah:
[4] warga-negara Indonesia;
badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
mengenai tanah yang dikuasai langsung oleh Negara; karena penetapan Pemerintah;
mengenai tanah milik; karena perjanjian yang berbentuk otentik antara pemilik tanah yang bersangkutan dengan pihak yang akan memperoleh hak guna bangunan itu, yang bermaksud menimbulkan hak tersebut.
Tanah dengan HPL dapat dibebankan HGB di atasnya sebagaimana diatur dalam Pasal 21 huruf b PP 40/1996. Perlu diketahui bahwa sebelum mengajukan permohonan hak (hak milik, hak guna usaha, HGB, hak pakai atau HPL), pemohon harus menguasai tanah yang dimohon dibuktikan dengan data yuridis dan data fisik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
[6]
Dalam hal permohonan HGB dan tanah yang dimohon merupakan tanah HPL, pemohon harus terlebih dahulu memperoleh penunjukan berupa perjanjian penggunaan tanah dari pemegang HPL.
[7] Hal ini dalam konteks apabila yang mendirikan bagunan adalah orang lain di atas tanah HPL yang dipegang orang lain.
Bagaimana jika yang akan mendirikan bangunan (memohonkan HGB) adalah pemegang HPL itu sendiri? Apakah harus memohonkan HGB di atas HPL-nya sendiri?
Berdasarkan penelusuran kami, tidak ada aturan yang secara eksplisit mengatur hal yang demikian. Tetapi jika kita merujuk pada pengertian HGB itu sendiri, bahwa HGB itu dimohon kan untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri. Menurut hemat kami, berdasarkan hal tersebut, maka jika pemegang HPL ingin mendirikan bangunan, ia tidak perlu mengajukan HGB lagi.
Hal senada juga disampaikan oleh praktisi hukum, Irma Devita Purnamasari dalam workshop “Problematika Proses Perolehan dan Peralihan Hak Atas Tanah”. Menurutnya, jika pemegang HPL ingin mendirikan suatu bangunan di atas tanah HPL, maka ia tidak perlu memohonkan HGB. Akibat hukumnya adalah ia tidak bisa mengalihkan bangunan tersebut karena HPL bukanlah hak atas tanah. Selain itu tidak lazim juga apabila ada pemegang HPL yang mengajukan HGB atas namanya sendiri.
Lebih jelasnya Irma memberikan contoh sebagaimana diilustrasikan sebagai berikut:
PT Pelindo sebagai pemegang HPL akan mendirikan pelabuhan bongkar muat peti kemas, dan di wilayah tersebut dibuat bangunan untuk keperluan bongkar muat. Ia tidak perlu punya HGB atas bangunan tersebut karena akan dipakai sendiri. Tapi akibat hukumnya tidak bisa dialihkan kepada pihak lain.
Jadi menjawab pertanyaan Anda, jika pemegang HPL ingin mendirikan suatu bangunan di atas tanah HPL yang mana bangunan itu akan dipakai sendiri, maka ia tidak perlu memohonkan HGB.
Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Catatan:
Pendapat Praktisi Hukum, Irma Devita Purnamasari didapatkan dari workshop “Problematika Proses Perolehan dan Peralihan Hak Atas Tanah” pada Jumat 22 Maret 2019.
[1] Penjelasan Umum Romawi II angka (2) UUPA
[2] Pasal 67 ayat (1) Permen Agraria 9/1999
[3] Pasal 67 ayat (2) Permen Agraria 9/1999
[4] Pasal 36 ayat (1) UUPA
[6] Pasal 3 ayat (4) dan Pasal 4 ayat (1) Permen Agraria 9/1999
[7] Pasal 4 ayat (2) Permen Agraria 9/1999