Intisari:
Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (“BPHTB”) adalah Pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Objek Pajak BPHTB adalah Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan. Berkaitan dengan pertanyaan Anda mengenai BPHTB rumah gratis (0%), perlu diketahui hal ini hanya diberikan untuk pertama kali perolehan hak karena pemindahan hak atau pemberian hak baru. Itu artinya, jika perolehan hak merupakan pemindahan (jual beli, hibah, hibah wasiat dan waris) hak yang kedua atau ketiga dan seterusnya maka pengenaan BPHTB gratis/0% ini tidak dapat diberlakukan. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini. |
Ulasan:
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
BPHTB adalah Pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan.
[1]Objek Pajak BPHTB adalah Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.
[2] Sedangkan yang menjadi Subjek Pajak BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan.
[3]
Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau Badan.
[4] Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan meliputi:
[5]pemindahan hak karena:
jual beli;
tukar menukar;
hibah;
hibah wasiat;
waris;
pemasukan dalam perseoran atau badan hukum lain;
pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;
penunjukan pembeli dalam lelang;
pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap;
penggabungan usaha;
peleburan usaha;
pemekaran usaha; atau hadiah.
pemberian hak baru karena:
kelanjutan pelepasan hak; atau
di luar pelepasan hak.
Tarif BPHTB ditetapkan paling tinggi sebesar 5% (lima persen).
[6] Tarif BPHTB ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
[7] Untuk di DKI Jakarta, berdasarkan Perda DKI Jakarta 18/2010, tarif BPHTB ditetapkan sebesar 5% (lima persen).
[8]
Dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (“NPOP”).
[9] Dalam hal
jual beli, Nilai Perolehan Objek Pajak adalah harga transaksi, sementara dalam
hal hibah, hibah wasiat, dan waris adalah nilai pasar.
[10] Apabila Nilai Perolehan Objek Pajak tidak diketahui atau lebih rendah daripada Nilai Jual Objek Pajak (“NJOP”) yang digunakan dalam pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan pada tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan yang dipakai adalah NJOP Pajak Bumi dan Bangunan.
[11]
Cara Menghitung BPHTB[12]
Tarif BPTHB x (Nilai Perolehan Objek Pajak – Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak)
Besaran Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (“NPOPTKP”) ditetapkan sebagai berikut:
[13]besaran Rp 80 juta untuk setiap Wajib Pajak; dan
besaran Rp 350 juta untuk Waris dan Hibah Wasiat.
Dalam Penjelasan Pasal 7 Pergub DKI 18/2010, diuraikan juga contoh perhitungannya sebagai berikut:
Bukan karena waris atau hibah wasiat
Wajib Pajak “A” membeli tanah dan bangunan dengan:
NPOP : Rp 150.000.000,00
NPOPTKP : RP 80.000.000,00 (-)
NPOP Kena Pajak : Rp 70.000.000,00
BPHTB Terhutang : 5% x Rp 70.000.000,00 = Rp 3.500.000,00
Karena waris dan hibah wasiat
NPOP : Rp 1.000.000.000,00
NPOPTKP : Rp 350.000.000,00
NPOP Kena Pajak : Rp 650.000.000,00
BPHTB Terhutang : 5% x Rp 650.000.000 = Rp 32.500.000,00
Pengenaan 0% Atas BPHTB di DKI Jakarta
Pemindahan hak tersebut karena:
[14] jual beli;
hibah
hibah wasiat; atau
waris
Sedangkan
pemberian hak baru tersebut karena:
[15]kelanjutan pelepasan hak; atau
di luar pelepasan hak.
Ketentuan pengenaan 0% (nol persen) atas BPTHB adalah sebagai berikut:
[16]hanya untuk wajib pajak orang pribadi, yang merupakan Warga Negara Indonesia yang berdomisili di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta paling sedikit selama 2 (dua) tahun berturut-turut, berdasarkan Kartu Tanda Penduduk Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta atau Kartu Keluarga atau surat keterangan domisili dari pejabat yang berwenang;
[17]diberikan untuk pertama kali perolehan hak karena pemindahan hak atau pemberian hak baru; dan
dengan Nilai Perolehan Objek Pajak sampai dengan Rp2 miliar.
Berkaitan dengan pertanyaan Anda mengenai BPHTB rumah gratis (0%), perlu diketahui hal ini hanya diberikan untuk pertama kali perolehan hak karena pemindahan hak atau pemberian hak baru. Itu artinya, jika perolehan hak merupakan pemindahan (jual beli, hibah, hibah wasiat dan waris) hak yang kedua atau ketiga dan seterusnya maka pengenaan BPHTB gratis / 0% ini tidak dapat diberlakukan.
Tata Cara Pengenaan BPHTB 0% di DKI Jakarta
Pengenaan 0% (nol persen) atas BPHTB ini diberikan dengan cara mengajukan permohonan yang harus dilengkapi dokumen persyaratan umum dan khusus.
[18]
Dokumen persyaratan umum terdiri atas:
[19] surat permohonan harus memuat:
Nomor Induk Kependudukan (NIK);
nama wajib pajak;
alamat wajib pajak
alamat objek pajak; dan
uraian permohonan.
fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) wajib pajak atau Kartu Keluarga yang telah dilegalisir atau surat keterangan domisili dari pemerintah setempat sesuai aslinya;
surat kuasa pengurusan permohonan pengenaan 0% (nol persen) BPHTB apabila dikuasakan disertai fotokopi KTP penerima kuasa yang telah dilegalisir;
surat pernyataan wajib pajak orang pribadi belum pernah memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan karena jual beli atau belum pernah diberikan hak atas tanah dan/atau bangunan karena pemberian hak baru atau belum pernah menerima hak atas tanah dan/atau bangunan karena hibah atau hibah wasiat atau waris sebagaimana tercantum dalam Lampiran Pergub DKI Jakarta 126/2017; dan
perhitungan BPHTB terutang yang terdapat dalam Surat Setoran Pajak Daerah (“SSPD”) BPHTB.
Mengenai
Dokumen persyaratan khusus, terdapat beberapa perbedaan antara perolehan hak karena pemindahak hak (yang meliputi jual beli, hibah, hibah wasiat, dan waris) dan juga karena pemberian hak baru. Untuk mempersingkat, kami akan membahas dokumen persyaratan khusus karena jual beli pertama kali dan hibah pertama kali, yang terdiri atas:
[20]- draft akta autentik dari Notaris atau PPAT berupa pemindahan hak atas tanah karena jual beli dengan melampirkan fotokopi bukti transfer atau bukti pembayaran jual beli dengan menunjukkan aslinya;
- fotokopi sertifikat hak atas tanah dalam hal perolehan hak atas tanah dilakukan dari tanah yang telah bersertifikat dan untuk tanah yang belum bersertifikat wajib melampirkan bukti dokumen yang menunjukkan kepemilikan atas tanah tersebut; dan
- fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (“SPPT PBB-P2”) yang dimohonkan pengenaan 0% (nol persen) atas BPHTB dan bukti lunas SPPT PBB-P2 atau tidak memiliki tunggakan.
Setelah permohonan beserta dokumen persyaratan umum dan persyaratan khusus diterima oleh Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta (“Kepala Badan Pajak dan Retda”) atau Pejabat yang ditunjuknya, dilakukan penelitian kelengkapan.
[21]
Dalam hal setelah dilakukan penelitian dokumen persyaratan permohonan pengenaan BPHTB terpenuhi, maka Kepala Badan Pajak dan Retda atau Pejabat yang ditunjuknya melakukan validasi pengesahan pada SSPD BPHTB paling lama dalam waktu 3 (tiga) hari.
[22]
Akan tetapi, jika setelah dilakukan penelitian dokumen persyaratan permohonan pengenaan 0% (nol persen) atas BPHTB tidak terpenuhi, maka permohonan ditolak sehingga terutang BPHTB.
[23]
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
[1] Pasal 1 angka 41 UU 28/2009 dan Pasal 1 angka 18 Perda DKI Jakarta 18/2010
[2] Pasal 85 ayat (1) UU 28/2009 dan Pasal 3 ayat (1) Perda DKI Jakarta 18/2010
[3] Pasal 86 ayat (1) UU 28/2009 dan Pasal 4 ayat (1) Perda DKI Jakarta 18/2010
[4] Pasal 1 angka 42 UU 28/2009 dan Pasal 1 angka 19 Perda DKI Jakarta 18/2010
[5] Pasal 85 ayat (2) UU 28/2009 dan Pasal 3 ayat (2) Perda DKI Jakarta 18/2010
[6] Pasal 88 ayat (1) UU 28/2009
[7] Pasal 88 ayat (2) UU 28/2009
[8] Pasal 6 Perda DKI Jakarta 18/2010
[9] Pasal 87 ayat (1) UU 28/2009 dan Pasal 5 ayat (1) Perda DKI Jakarta 18/2010
[10] Pasal 87 ayat (2) UU 28/2009 dan Pasal 5 ayat (2) Perda DKI Jakarta 18/2010
[11] Pasal 87 ayat (3) UU 28/2009 dan Pasal 5 ayat (3) Perda DKI Jakarta 18/2010
[12] Pasal 89 ayat (1) UU 28/2009 dan Pasal 7 ayat (1) Perda DKI Jakarta 18/2010
[14] Pasal 2 ayat (2) Pergub DKI Jakarta 126/2017
[15] Pasal 2 ayat (3) Pergub DKI Jakarta 126/2017
[16] Pasal 3 ayat (1) Pergub DKI Jakarta 126/2017
[17] Pasal 3 ayat (2) Pergub DKI Jakarta 126/2017
[18] Pasal 4 Pergub DKI Jakarta 126/2017
[19] Pasal 5 Pergub DKI Jakarta 126/2017
[20] Pasal 6 Pergub DKI Jakarta 126/2017
[21] Pasal 10 ayat (1) Pergub DKI Jakarta 126/2017
[22] Pasal 11 ayat (1) dan (2) Pergub DKI Jakarta 126/2017
[23] Pasal 11 ayat (3) Pergub DKI Jakarta 126/2017