Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Wasiat
Sebelum menjawab pertanyaan Anda, ada baiknya kami jelaskan terlebih dahulu pengertian dari hukum kewarisan. Pada prinsipnya, hukum kewarisan mengatur mengenai apa yang harus dilakukan terhadap harta kekayaan seseorang yang telah meninggal dunia.
Dengan kata lain, hukum kewarisan mengatur tentang peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan oleh seseorang yang meninggal, serta akibat-akibat bagi para ahli warisnya.
Dalam situasi ini, jika seseorang menerima menjadi ahli waris dan menerima warisan dari pewaris, maka tidak hanya hartanya yang diterima, tetapi juga harus memikul utang dari pewaris tersebut.
Para ahli waris yang telah bersedia menerima warisan, harus ikut memikul pembayaran utang, hibah wasiat dan beban-beban lain, seimbang dengan apa yang diterima masing-masing dari warisan itu.
Dalam pertanyaan Anda menyebutkan bahwa sebelum ayah Anda meninggal, beliau berwasiat dan menyatakan tidak punya utang dengan perusahaan rekanannya.
Namun demikian, surat wasiat tidak dapat dijadikan dasar hilangnya utang seseorang yang telah meninggal/pewaris. Utamanya bila kreditur dapat membuktikan bahwa pewaris masih memiliki tunggakan utang atau kewajiban.
Alasan-alasan hapusnya perikatan telah diatur dalam Pasal 1381 KUH Perdata, seperti karena pembayaran, pembaruan utang, atau pembebasan utang. Terkait pembebasan utang, Pasal 1438 KUH Perdata mengatur bahwa pembebasan suatu utang tidak dapat hanya diduga-duga, melainkan harus dibuktikan.
Terkait wasiat, ia haruslah berbentuk surat bukan hanya pernyataan lisan. Menurut Pasal 875 KUH Perdata, surat wasiat atau testamen adalah sebuah akta berisi pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya terjadi setelah ia meninggal, yang dapat dicabut kembali olehnya.
Surat wasiat hanya boleh dibuat, dengan akta olografis atau ditulis tangan sendiri, dengan akta umum atau dengan akta rahasia atau akta tertutup.
[1]
Masalah Penagihan
Terkait dengan pernyataan pihak perusahaan atas terlambatnya penagihan, perlu dikembalikan kepada prinsip hukum perdata bahwa setiap perjanjian akan menjadi undang-undang bagi para pihak yang membuatnya.
Pasal 1338 KUH Perdata berbunyi:
Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Dengan meninjau perjanjian, kita dapat mengetahui apakah benar pewaris masih memiliki tunggakan kewajiban dengan perusahaan yang bersangkutan, termasuk cara penagihan yang disepakati.
Maka terkait dengan pertanyaan-pertanyaan Anda, berikut kami sampaikan sejumlah saran:
Anda dapat menunjukkan surat wasiat pewaris sebelum meninggal yang menyatakan bahwa ia sudah tidak lagi memiliki utang terhadap perusahaan. Wasiat dibuat dengan akta olografis atau ditulis tangan sendiri, dengan akta umum atau dengan akta rahasia atau akta tertutup.
Namun bila perusahaan dapat menunjukkan bukti yang valid terhadap utang pewaris, maka surat wasiat tersebut tidak dapat menghapuskan utang pewaris. Sifat surat wasiat sendiri hanya mengikat penerima wasiat dan pada ahli waris saja, sehingga surat wasiat tidak dapat mengenyampingkan perjanjian utang piutang. Utang tersebut sekarang menjadi kewajiban bagi para ahli waris yang menerima warisan.
Lihat kembali perjanjian kerjasama antara pewaris dengan perusahaan yang bersangkutan, untuk mengetahui ketentuan penagihan kewajiban tunggakan yang disepakati.
Jika mekanisme penagihan berbeda dari yang telah disepakati, para ahli waris dapat mendaftarkan gugatan kepada pengadilan negeri terkait wanprestasi. Objeknya adalah bentuk penagihan yang tidak sesuai dengan apa yang tertulis dalam perjanjian.
Perubahan atau tambahan isi perjanjian seharusnya dituangkan dan dibuat secara tertulis dalam amandemen atau adendum perjanjian, dan ditandatangani para pihak, sehingga menjadi satu kesatuan dengan perjanjian.
Bila ketentuan mengenai penagihan ini berubah tanpa adendum atau amandemen yang disepakati, maka para pihak harus kembali pada ketentuan penagihan yang telah disepakati sejak semula.
Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
[1] Pasal 931 KUH Perdata