Saya adalah karyawan yang diberhentikan secara tidak hormat karena melakukan penyimpangan keuangan. Saya mengakui dan telah saya kembalikan secara bertahap dan sudah selesai. Namun, pihak perusahaan mengajukan lagi beberapa daftar penyimpangan yang mana tidak saya akui.
Saya diberhentikan secara lisan pada awal Juni 2023 dan dipaksa mengundurkan diri dari perusahaan per 20 Juni 2023, tetapi hingga saat ini saya belum menerima surat pemberhentian dari perusahaan. Pertanyaan saya adalah:
1. Apakah kasus saya ini termasuk pidana atau perdata? Adakah hukum yang mengatur karyawan dipaksa resign?
2. Berhakkah saya dapat pesangon? Saya telah bekerja lebih dari 15 tahun.
3. Apabila perusahaan menempuh jalur hukum, apakah saya bisa mendapatkan bantuan dari LBH secara cuma-cuma? Karena saat ini saya masih menganggur dan harta benda orang tua saya telah dijual untuk menutupi penyelewengan tersebut.
4. Di mana saya bisa mendapatkan bantuan hukum tersebut? Terima kasih.
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Perbuatan penyimpangan keuangan merupakan tindak pidana penggelapan dalam hubungan kerja, yang bisa diatur sebagai pelanggaran yang bersifat mendesak, sehingga pengusaha dapat langsung memutuskan hubungan kerja.
Sedangkan tindakan dipaksa mengundurkan diri dari perusahaan adalah persoalan yang lain. Karena pada dasarnya, Pemutusan Hubungan Kerja dengan alasan pekerja mengundurkan diri hanya bisa dilakukan atas kemauan pekerja yang bersangkutan.
Lantas, apa hukumnya jika karyawan dipaksa mengundurkan diri dari perusahaan? Apa saja hak karyawan yang dipaksa mengundurkan diri?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran keempat dari artikel dengan judul Dipaksa Mengundurkan Diri dari Perusahaan, Bagaimana Hukumnya?yang dibuat oleh Jefri Moses Kam, S.H. pada 20 Juni 2012, dan dimutakhirkan pertama kali oleh Saufa Ata Taqiyya, S.H. pada 20 Agustus 2021, dimutakhirkan kedua kali oleh Bernadetha Aurelia Oktavira, S.H. pada 30 Agustus 2022, dan dimutakhirkan ketiga kali pada 25 Juli 2023.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalanselengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Sebelum membahas mengenai hukumnya dipaksa mengundurkan diri dari perusahaan, kami beritahukan bahwa perbuatan penyimpangan keuangan perusahaan yang Anda lakukan dapat kami asumsikan sebuah tindak pidana penggelapan.
Tindak pidana penggelapan dalam hubungan kerja pada dasarnya diatur dalam KUHP lama yang pada saat artikel ini diterbitkan masih berlaku dan UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[1] yaitu tahun 2026, sebagai berikut:
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
KUHP
UU 1/2023
Pasal 374
Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena pencarian atau karena mendapat upah untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun
Pasal 488
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 486 dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang tersebut karena ada hubungan kerja, karena profesinya, atau karena mendapat upah untuk penguasaan barang tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.
(Kategori V berdasarkan Pasal 79 ayat (1) huruf e UU 1/2023 adalah Rp500 juta.)
Sebagai informasi, Pasal 374 KUHP dapat diterapkan terhadap pelaku tindak pidana dalam ranah jabatan swasta, [2] dan tindak pidana penggelapan dalam jabatan yang diatur dalam KUHP juga merupakan tindak pidana penggelapan dengan pemberatan.[3]
Pemberatan yang dimaksud sebagaimana dijelaskan oleh R. Soesilo adalah:[4]
terdakwa menyimpan barang yang digelapkan itu karena hubungan pekerjaan (persoonlijke dienstbetrekking);
terdakwa menyimpan barang tersebut karena jabatannya (beroep); atau
karena mendapatkan upah (bukan upah yang berupa barang).
Selanjutnya, berdasarkan keterangan Anda, kami asumsikan Anda tidak pernah diproses/dilaporkan oleh perusahaan kepada Kepolisian mengenai permasalahan penggelapan ini. Namun perlu Anda ketahui, pada dasarnya penggelapan uang perusahaan merupakan salah satu hal yang bisa diatur sebagai pelanggaran yang bersifat mendesak dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama (“PKB”) sehingga pengusaha dapat langsung melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (“PHK”) terhadap karyawan.[5]
Maka, jika dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau PKB diatur mengenai hal tersebut, perusahaan bisa saja memutus hubungan kerja terhadap Anda secara langsung. Apabila hal ini terjadi, maka Anda tidak berhak atas uang pesangon, melainkan hanya berhak atas uang penggantian hak dan uang pisah yang besarannya diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau PKB.[6]
Meskipun anda telah menggelapkan uang perusahaan, kami tegaskan bahwa hal tersebut bukan berarti membenarkan tindakan dipaksa resign,karena pada dasarnya PHK dengan alasan pekerja mengundurkan diri hanya bisa dilakukan jika hal tersebut dilakukan atas kemauan pekerja yang bersangkutan.[7]
Sementara itu, dalam kasus ini Anda menyatakan telah dipaksa mengundurkan diri dari perusahaan. Secara hukum, kami dapat sampaikan bahwa dengan adanya surat pengunduran diri, maka surat tersebut dianggap sah, sepanjang tidak dapat dibuktikan sebaliknya.
Artinya, Anda harus dapat membuktikan adanya “paksaan” dalam pembuatan dan penandatanganan surat pengunduran diri tersebut. Sehingga, apabila Anda terbukti secara hukum dipaksa resign, maka surat tersebut dapat dimintakan pembatalannya dan hak dari karyawan dipaksa resign adalah Anda dapat menggugat tindakan PHK sepihak ke Pengadilan Hubungan Industrial.
Namun sebelum menyelesaikan perselisihan PHK di Pengadilan Hubungan Industrial, terlebih dahulu perlu diupayakan penyelesaian secara bipartit antara Anda dan perusahaan.[8]Jika upaya bipartit tidak membuahkan hasil, maka perselisihan PHK dapat dilakukan dengan perundingan tripartit. Apa itu perundingan tripartit? Perundingan tripartit adalah perundingan antara pekerja dan pengusaha dengan melibatkan pihak ketiga sebagai fasilitator dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial. Perundingan tripartit bisa melalui mediasi, konsiliasi dan arbitrase.[9]Adapun, dalam konteks perselisihan PHK, maka dapat menggunakan mediasi atau konsiliasi, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 11 dan 13 UU PPHI. Namun, apabila konsiliasi atau mediasi juga tidak menghasilkan kesepakatan, barulah kemudian dapat diajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial.[10]
Sementara itu, menjawab pertanyaan Anda mengenai bantuan hukum, tentu saja Anda bisa meminta bantuan hukum kepada Lembaga Bantuan Hukum (“LBH”). Namun, Anda harus memperhatikan syarat-syarat dalam meminta bantuan hukum.
Sebagai informasi tambahan, bantuan hukum cuma-cuma sebenarnya adalah hak bagi orang miskin sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 2 UU Bantuan Hukumyang berbunyi:
Penerima bantuan hukum adalah orang atau kelompok orang miskin.
Lebih lanjut, Pasal 5 UU Bantuan Hukum menegaskan:
Penerima bantuan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) meliputi setiap orang atau kelompok orang miskin yang tidak dapat memenuhi hak dasar secara layak dan mandiri.
Hak dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi hak atas pangan, sandang, layanan kesehatan, layanan pendidikan, pekerjaan dan berusaha, dan/atau perumahan.
Ine Pebrianti Harahap (et.al).Pertanggungjawaban Pelaku Tindak Pidana Penggelapan dalam Perspektif Hukum KUHP 374. Jurnal As-Syar’i, Vol. 5, No. 3, 2023;
Muh. Thezar dan St. Nurjannah. Tindak Pidana Penggelapan dalam Jabatan. Alauddin Law Development Journal, Vol. 2, No. 3, 2020;
R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Bogor: Politeia, 1995;
Rai Mantili. Konsep Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial antara Serikat Pekerja dengan Perusahaan melalui Combined Process (Med-Arbitrase). Jurnal Bina Mulia Hukum, Vol. 6 No. 1 September 2021.
[9] Rai Mantili. Konsep Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial antara Serikat Pekerja dengan Perusahaan melalui Combined Process (Med-Arbitrase). Jurnal Bina Mulia Hukum, Vol. 6 No. 1 September 2021, hal. 53