Intisari :
Pelaku yang melakukan pemerkosaan kepada terapis pijat dapat dipidana berdasarkan Pasal 285 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan ancaman hukuman penjara paling lama 12 tahun. Hubungan GO-JEK/GO-LIFE (sebagai perusahaan penyedia aplikasi) dengan terapis pijat adalah hubungan yang berbasis kemitraan, oleh karena itu GO-JEK sebagai perusahaan penyedia aplikasi tidak mempunyai kewajiban untuk memberikan perlidungan hukum pada terapisnya yang menjadi korban pemerkosaan seperti memberikan bantuan hukum dan pemulihan jika hal tersebut tidak diperjanjikan sebelumnya. Tetapi pada dasarnya korban pemerkosaan berhak memperoleh restitusi (diberikan oleh pelaku atau pihak ketiga) berupa: ganti kerugian atas kehilangan kekayaan atau penghasilan; ganti kerugian yang ditimbulkan akibat penderitaan yang berkaitan langsung sebagai akibat tindak pidana; dan/atau penggantian biaya perawatan medis dan/atau psikologis.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak ulasan di bawah ini. |
Ulasan :
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Jerat Hukum Bagi Pelaku Pemerkosaan
Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan isterinya bersetubuh dengan dia, dihukum, karena memperkosa, dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun.
Sebagaimana kami rangkum pendapat yang dikemukakan oleh R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 210-211), bahwa yang diancam hukuman dalam pasal ini ialah dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan isterinya untuk bersetubuh dengan dia. Seorang perempuan yang dipaksa demikian rupa, sehingga akhirnya tidak dapat melawan lagi dan terpaksa mau melakukan persetubuhan itu, masuk pula dalam Pasal 285 KUHP.
Lebih lanjut lagi, “Persetubuhan” harus benar-benar dilakukan, dalam artian peraduan antara anggota kemaluan laki-laki dengan perempuan yang biasa dijalankan untuk mendapatkan anak, jadi anggota laki-laki harus masuk ke dalam anggota perempuan, sehingga mengeluarkan air mani, apabila tidak, mungkin dapat dikenakan Pasal 289 yang mengatakan tentang “perbuatan cabul”.
[1]
Jadi, pelaku yang melakukan pemerkosaan pada terapis pijat tersebut dapat dipidana berdasarkan Pasal 285 KUHP dengan ancaman hukuman penjara paling lama 12 tahun.
Hubungan Hukum Antara Terapis Pijat dengan Perusahaan Penyedia Aplikasi
Berdasarkan informasi yang kami dapatkan dari laman
GO-JEK, GO-MASSAGE adalah salah satu layanan yang ada di aplikasi GO-LIFE (GO-JEK). GO-LIFE adalah aplikasi penyedia jasa profesional untuk gaya hidup di bidang kebersihan, otomotif, kecantikan hingga terapis pijat yang berpengalaman di bidangnya dan telah melewati seleksi serta pelatihan.
Lebih lanjut dijelaskan dalam
FAQ Mitra, GO-MASSAGE adalah layanan penyedia jasa pijat profesional yang berbasis aplikasi.
Sebagaimana informasi yang kami peroleh dari laman
Mitra Kami, untuk menjadi mitra GO-MASSAGE (terapis pijat) harus memenuhi syarat:
pengalaman dalam dunia pijat & spa minimal 3 tahun;
melalui wawancara & background check serta tidak pernah mempunyai criminal record;
mengikuti pelatihan di kantor GO-LIFE dengan kualitas terbaik
Dari penjelasan tersebut dapat kita simpulkan bahwa terapis pijat (Talent GO-MASSAGE) merupakan mitra dari GO-LIFE/GOJEK sebagai perusahaan penyedia aplikasi dan tidak ada unsur perintah dan upah.
Sebagaimana pernah dijelaskan dalam artikel
Hubungan Antara Penyedia Aplikasi, Driver, dan Penumpang, hukum antara pengusaha penyedia aplikasi dengan
driver (dalam hal ini adalah terapis pijat) adalah setara (mitra) karena tidak ada unsur upah dan perintah berdasarkan perjanjian kemitraan.
Umar Kasim dalam artikelnya
Menghindari Penyelundupan Hukum dalam Perjanjian Pemborongan Pekerjaan menjelaskan bahwa perjanjian kemitraan adalah bentuk umum suatu hubungan hukum antara satu pihak dengan pihak lainnya atas dasar hubungan kemitraan (
partnership agreement). Ketentuan umum perjanjian kemitraan adalah Pasal 1338 jo. Pasal 1320
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”). Sedangkan, ketentuan khusus, bisa merujuk pada ketentuan persekutuan perdata dalam Pasal 1618 KUH Perdata s.d. Pasal 1641 KUH Perdata.
Masih dari sumber yang sama, bentuk partnership agreement bisa perjanjian bagi hasil, perjanjian keagenan (baik secara pribadi atau korporasi), inti-plasma, sub-kontrak, perjanjian pembayaran (“setoran”) sejumlah nilai uang tertentu, dan lain-lain.
Menjawab pertanyaan Anda mengenai apakah GO-JEK/GO-MASSAGE mempunyai kewajiban untuk memberikan perlidungan hukum pada terapisnya yang menjadi korban pemerkosaan, seperti memberikan bantuan hukum dan pemulihan?
Menurut hemat kami, jika hubungannya berbasis kemitraaan, maka GO-JEK sebagai perusahaan penyedia aplikasi tidak mempunyai kewajiban untuk memberikan perlidungan hukum pada terapisnya yang menjadi korban pemerkosaan seperti memberikan bantuan hukum dan pemulihan jika hal tersebut tidak diperjanjikan sebelumnya.
Hal ini dapat dilihat dari
Syarat dan Ketentuan GO-JEK yang menyatakan jika terjadi tindakan kriminal maka GO-JEK tidak akan bertanggung jawab karena Penyedia Layanan (dalam hal ini terapis pijat) hanya merupakan mitra kerja, bukan pegawai, agen atau perwakilan. Berikut bunyi selengkapnya:
Kami tidak bertanggung jawab atas setiap cidera, kematian, kerusakan atau kerugian yang disebabkan oleh perilaku dari para Penyedia Layanan. Kami juga tidak bertanggung jawab atas kesalahan, termasuk pelanggaran lalu lintas, atau tindakan kriminal yang dilakukan oleh Penyedia Layanan selama pelaksanaan Layanan. Penyedia Layanan hanya merupakan mitra kerja kami, bukan pegawai, agen atau perwakilan kami.
Penjelasan di atas pada dasarnya ditujukan apabila Penyedia Layanan yang melakukan tindak kriminal, tetapi menurut kami hal ini bisa berlaku sebaliknya (apabila ini dilakukan oleh pengguna/konsumen terhadap terapis).
Tetapi apabila GO-JEK/GO-MASSAGE berempati terhadap korban (terapis pijat) tersebut dan memberikan bantuan hukum serta pemulihan, maka hal ini sah-sah saja.
Perlindungan Hukum Korban Perkosaan
Selain itu, perlu diketahui bahwa perlindungan hukum dan pemulihan sebagaimana yang Anda sebutkan tersebut sebenarnya telah dijamin oleh hukum.
ganti kerugian atas kehilangan kekayaan atau penghasilan;
ganti kerugian yang ditimbulkan akibat penderitaan yang berkaitan langsung sebagai akibat tindak pidana; dan/atau
penggantian biaya perawatan medis dan/atau psikologis.
Restitusi adalah ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau keluarganya oleh pelaku atau pihak ketiga.
[3]
Permohonan untuk memperoleh restitusi diajukan oleh korban, keluarga, atau kuasanya. Pengajuan permohonan restitusi dapat dilakukan sebelum atau setelah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap melalui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (“LPSK”). Dalam hal permohonan Restitusi diajukan sebelum putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, LPSK dapat mengajukan restitusi kepada Penuntut Umum untuk dimuat dalam tuntutannya. Kemudian, dalam hal permohonan restitusi diajukan setelah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dibacakan, LPSK dapat mengajukan restitusi kepada pengadilan untuk mendapat penetapan.
[4]
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Referensi:
R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politea, 1986;
GO-JEK, diakses pada Selasa 19 Maret 2019, pukul 15.00 WIB;
FAQ Mitra, diakses pada Selasa 19 Maret 2019, pukul 15.10 WIB;
Mitra Kami, diakses pada Selasa 19 Maret 2019, pukul 15.30 WIB;
[2] Pasal 1 angka 2 PP 7/2018
[3] Pasal 1 angka 5 PP 7/2018
[4] Pasal 19 ayat (2) dan Pasal 20 PP 7/2018