Saya seorang manager bar & restaurant yang mana pemilik pertama (pihak pertama) adalah investor modal dengan 65% saham (WNA), pemilik kedua (pihak kedua) yaitu pemilik tanah dengan 25% saham (WNI), dan pemilik ketiga (pihak ketiga) adalah pengelola management yang mempekerjakan saya dengan 15% saham (WNI). Pembagian keuntungan sesuai persentase kepemilikan saham, namun saya menemukan kejanggalan, karna pengelola management (pihak ketiga) memotong 10% pajak dari gross revenue, tapi usaha ini tidak pernah membayar pajak, dan tidak merincikannya. Dia tidak menagih dalam bill belanja tamu, tapi dalam laporan keuangan kepada owner lain, dia memotong terlebih dahulu pajak, yang sebenarnya tidak ada pembayaran pajak. Artinya, dia memotong 10% itu masuk ke sakunya, namun tidak diketahui pihak pertama dan pihak kedua karena tidak dirincikan pada laporan. Sebagai manager apa yang bisa saya lakukan? Berhakkah saya menuntutnya karena tahu dia telah menipu? Atau yang berhak menuntut hanya pihak pertama dan kedua saja?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Kami mengasumsikan bahwa pemotongan 10% atas gross revenue pada restoran sebagaimana Anda maksud merupakan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (“PBJT”) atau yang biasa disebut dengan pajak restoran. Lantas, jika menemukan kejanggalan dalam pembayaran pajak restoran atau PBJT, hal apa yang bisa dilakukan oleh Anda selaku manajer bar dan restoran?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Yang Bisa Dilakukan Jika Ada Kejanggalan Pemotongan Pajak yang dibuat oleh Ikatan Kuasa Hukum dan Advokat Pajak Indonesia (IKHAPI)dan pertama kali dipublikasikan pada Rabu, 14 Juli 2021.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalanselengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
PBJT untuk Restoran
Sebelum menjawab pertanyaan Anda, terlebih dahulu kami menjelaskan pengertian restoran adalah fasilitas penyediaan layanan makanan dan/atau minuman dengan dipungut bayaran.[1] Sementara makanan dan/atau minuman adalah makanan dan/atau minuman yang disediakan, dijual dan/atau diserahkan, baik secara langsung maupun tidak langsung, atau melalui pesanan oleh restoran.[2]
Pajak yang dibayarkan oleh konsumen akhir atas konsumsi barang dan/atau jasa tertentu disebut dengan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (“PBJT”).[3] Objek PBJT merupakan penjualan, penyerahan, dan/atau konsumsi barang dan jasa tertentu yang salah satunya adalah makanan dan/atau minuman.[4]
Penjualan dan/atau penyerahan makanan dan/atau minuman meliputi makanan dan/atau minuman yang disediakan oleh restoran yang paling sedikit menyediakan layanan penyajian makanan dan/atau minuman berupa meja, kursi, dan/atau peralatan makan dan minum.[5]
Adapun wajib pajak PBJT adalah orang pribadi atau badan yang melakukan penjualan, penyerahan, dan/atau konsumsi barang dan jasa tertentu.[6]
Tarif PBJT ditetapkan paling tinggi sebesar 10%, sedangkan khusus tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40% dan paling tinggi 75%.[7]
Dalam Penjelasan Pasal 51 ayat (1) huruf a UU 1/2022mencontohkan toko roti dengan merek dagang B pada mal X di kota Z melakukan penjualan roti dan minuman kepada konsumen. Roti diproduksi dari tempat lain (pabrik roti), kemudian didistribusikan melalui toko roti B untuk dijual kepada konsumen. Untuk meningkatkan pelayanannya kepada konsumen, toko roti B menyediakan meja dan kursi kepada konsumen untuk menyantap di tempat. Oleh karena itu, toko roti dimaksud merupakan restoran sehingga atas penjualan roti dan minuman yang dilakukan terutang PBJT bukan objek pajak pertambahan nilai.
Maka, kami mengasumsikan bahwa pemotongan 10% atas gross revenue sebagaimana Anda maksud merupakan PBJT atau yang lebih dikenal dengan pajak restoran, yaitu pajak atas orang pribadi atau badan yang melakukan penjualan, penyerahan, dan/atau konsumsi barang dan jasa tertentu yang disediakan oleh restoran.
Cara Menghitung PBJT
Sebagai gambaran cara menghitung PBJT, berdasarkan artikel Cara Menghitung Pajak Restoran, disebutkan besaran pokok PBJT yang terutang dihitung dengan cara mengalikan dasar pengenaan PBJT dengan tarif PBJT.[8]
Besaran Pokok PBJT: Dasar pengenaan PBJT x Tarif PBJT
Keterangan:
Dasar pengenaan PJBT (nominal pembayaran yang diterima/dipungut sesuai dengan struk atau dokumen lainnya yang sejenis). Misalnya biaya makan di restoran sebesar Rp70 juta.
Tarif PJBT sebesar 10%.
Maka, hitungan PBJT atas makanan dan minuman di restoran atau yang dikenal dengan pajak restoran: Rp70 juta x 10% = Rp7 juta. Pajak restoran atau PBJT yang telah terhitung nantinya akan tercantum pada struk.
Jika Ada Indikasi Pelanggaran Pajak
Menjawab pertanyaan Anda, sebagai seorang manajer dalam hal menemukan kejanggalan pelanggaran pajak sebagaimana diceritakan, Anda dapat mengambil langkah-langkah berikut ini.
Lihat laporan PBJT atas bar dan restoran yang Anda kelola;
Apabila tidak ada pelaporan pajak, maka Anda bisa meminta bantuan Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) untuk mendapatkan informasi pelaporan pembayaran pajak. Sebab, PBJT merupakan jenis pajak kabupaten/kota;[9]
Apabila ditemukan adanya penggelapan pajak, Anda bisa meminta bantuan pemegang saham untuk mendiskusikan masalah perpajakan;
Anda dapat meminta dilakukan audit eksternal atas laporan keuangan.