Teman saya disebar identitasnya oleh akun anonim di Twitter dan difitnah melakukan kejahatan padahal teman saya tidak melakukannya. Teman saya ingin melaporkan akun anonim ini ke Polisi. Pertanyaan saya, ke kepolisian mana kah kami harus melapor? Apakah daerah tempat tinggal korban atau pelaku (posisinya kami tidak tahu lokasi akun anonim itu)? Lalu, biasanya pengadilan manakah yang berwenang menangani kasus ini, apakah pengadilan daerah teman saya tinggal atau lokasi pelaku, atau pengadilan mana?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Perbuatan menyebarkan data pribadi tanpa hak dan pencemaran nama baik di media sosial adalah jenis tindak pidana siber yang dapat dijerat dengan UU PDP dan UU ITE. Apabila pelaku menggunakan akun anonim, korban dapat melaporkan hal tersebut kepada kepolisian atau penyidik pegawai negeri sipil (PPNS). Bagaimana prosedurnya?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Jerat Pidana Menyebar Identitas dan Pencemaran Nama Baik
Perlu Anda ketahui bahwa tindakan menyebarkan fitnah dan identitas pribadi adalah bentuk tindak pidana. Kami asumsikan bahwa fitnah yang Anda maksud adalah perkataan bohong atau tanpa berdasarkan kebenaran yang disebarkan dengan maksud menjelekkan orang (seperti menodai nama baik, merugikan kehormatan orang).
Tindakan netizen anonim tersebut berdasarkan Pasal 27 ayat (3) UU ITE adalah perbuatan yang dilarang, bahwa:
Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Jerat pidana melakukan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik ditentukan dalam Pasal 45 ayat (3) UU 19/2016 yaitu pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.
Adapun, menurut Pasal 65 ayat (2) UU PDP bahwa setiap orang dilarang secara melawan hukum mengungkapkan data pribadi yang bukan miliknya. Artinya, perbuatan menyebarkan identitas atau data pribadi tanpa persetujuan yang bersangkutan adalah dilarang dan dapat dikenai sanksi menurut Pasal 67 ayat (2) UU PDP yaitu pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4 miliar.
Kemana Melaporkan Akun Anonim yang Sebar Fitnah dan Data Pribadi?
Kami mengasumsikan bahwa akun anonim yang Anda maksud adalah akun tanpa nama; akun tidak beridentitas. Termasuk pula akun media sosial dengan nama samaran atau akun yang tidak menggunakan identitas pemilik aslinya.
Menjawab pertanyaan Anda, karena tindakan akun anonim tersebut adalah tindak pidana siber, maka korban dapat melaporkan atau mengadukan tindak pidana tersebut kepada penyidik pegawai negeri sipil (“PPNS”) atau ke penyidik Polri.[1]
Untuk melaporkan tindak pidana siber kepada PPNS Kementerian Komunikasi dan Informatika (“Kominfo”) dapat dilakukan melalui:[2]
Pelayanan penerimaan laporan atau pengaduan tindak pidana di Kantor Kominfo;
Surat melalui pos yang dialamatkan ke kantor Kominfo.
Pelapor dapat melaporkannya melalui situs Aduan Konten Kominfo dengan cara mendaftarkan diri sebagai pelapor dengan cara mengikuti instruksi yang tertera dalam web tersebut.
Diterangkan dalam FAQ Aduan Konten bahwa pelapor dapat mengirimkan laporan dalam bentuk link/URL, screenshot tampilan, serta alasannya. Pelapor juga dapat mengetahui sampai mana aduan kontennya ditindaklanjuti dengan menggunakan kolom search/pencarian dan melacak laporannya dengan memasukkan kode/nomor tiket saat melakukan pengaduan.
Pelapor juga perlu memberikan bukti identitas yang sah ketika memberikan laporan atau menyampaikan pengaduan, agar laporan dapat ditindaklanjuti oleh PPNS.[3]
Atas laporan atau aduan tersebut, PPNS akan melakukan serangkaian penelitian, penyidikan, penangkapan, hingga penyerahan perkara. PPNS juga perlu meminta bantuan atau koordinasi kepada penyidik Polri dalam prosesnya, seperti penangkapan selain penangkapan karena tertangkap tangan.[4] Aturan selengkapnya termaktub di dalam Permenkominfo 7/2016.
Anda juga dapat melaporkan tindak pidana siber kepada kepolisian, meskipun Anda tidak mengetahui identitas pelaku karena menggunakan akun anonim, ke Direktorat Tindak Pidana Siber di bawah Bareskrim Polri. Anda dapat mengunjungi laman Patroli Siber untuk melaporkan tindak pidana siber yang dialami oleh teman Anda.
Pengadilan yang Berwenang Mengadili Pemilik Akun Anonim
Sebelum menjawab pertanyaan Anda mengenai pengadilan yang berwenang mengadili pemilik akun anonim tersebut, perlu kami sampaikan bahwa jika perkara sudah diserahkan oleh PPNS kepada penuntut umum, maka telah disertai penyerahan tersangka dan barang bukti beserta berkas perkaranya.[5] Selanjutnya, penuntut umum akan melakukan penuntutan di pengadilan.
Adapun, pengadilan yang berwenang untuk menangani perkara tersebut, mengutip M. Yahya Harahap dalam buku Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali (hal. 96),pengadilan yang berwenang mengadili suatu tindak pidana didasarkan pada:
tindak pidana dilakukan (locus delicti);
tempat tinggal terdakwa dan tempat kediaman sebagian besar saksi yang dipanggil.
Kriteria atau asas utama untuk menentukan kompetensi relatif pengadilan negeri adalah tempat tindak pidana dilakukan (locus delicti) sebagaimana diatur di dalam Pasal 84 ayat (1) KUHAP (hal. 96 – 97).
Yang dianggap locus delicti menurut Van Hamel adalah:[6]
Tempat di mana pelaku telah melakukan sendiri perbuatannya.
Tempat di mana alat yang telah dipergunakan oleh seorang pelaku itu bekerja.
Tempat di mana akibat langsung dari sesuatu tindakan itu telah timbul.
Tempat di mana sesuatu akibat konstitutif itu telah diambil.
Sementara itu, asas kedua menentukan kewenangan relatif berdasar tempat tinggal sebagian besar saksi. Jika saksi yang hendak dipanggil sebagian besar bertempat tinggal atau lebih dekat dengan suatu Pengadilan Negeri maka Pengadilan Negeri tersebut yang paling berwenang memeriksa dan mengadili. Asas ini diatur dalam Pasal 84 ayat (2) KUHAP (dan sekaligus mengecualikan atau menyingkirkan asas locus delicti) (hal. 99 – 100) yang berbunyi:
Pengadilan negeri yang di dalam daerah hukumnya terdakwa bertempat tinggal, berdiam terakhir, di tempat ia diketemukan atau ditahan, hanya berwenang mengadili perkara terdakwa tersebut, apabila tempat kediaman sebagian besar saksi yang dipanggil lebih dekat pada tempat pengadilan negeri itu daripada tempat kedudukan pengadilan negeri yang di dalam daerahnya tindak pidana itu dilakukan.
Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.