Pro
Pusat Data
Koleksi peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan yang sistematis serta terintegrasi
Solusi
Wawasan Hukum
Klinik
Tanya jawab gratis tentang berbagai isu hukum
Berita
Informasi dan berita terkini seputar perkembangan hukum di Indonesia
Jurnal
Koleksi artikel dan jurnal hukum yang kredibel untuk referensi penelitian Anda
Event
Informasi mengenai seminar, diskusi, dan pelatihan tentang berbagai isu hukum terkini
Klinik
Berita
Login
Pro
Layanan premium berupa analisis hukum dwibahasa, pusat data peraturan dan putusan pengadilan, serta artikel premium.
Solusi
Solusi kebutuhan dan permasalahan hukum Anda melalui pemanfaatan teknologi.
Wawasan Hukum
Layanan edukasi dan informasi hukum tepercaya sesuai dengan perkembangan hukum di Indonesia.
Catalog Product
Ada Pertanyaan? Hubungi Kami
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
ULASAN LENGKAP
- Pada saat proses dekolonisasi pasca Perang Dunia II, wilayah sengketa (Palestina) secara keseluruhan berada dibawah Inggris (British Mandate for Palestine 1920-1948). Ini berarti rakyat Palestina berhak atas penentuan nasib sendiri (self-determination) untuk merdeka dari Inggris.
- Inggris sebagai pemegang mandat gagal menengahi konflik antara komunitas Arab dan Yahudi di Palestina tentang masa depan negara baru ini, lalu kemudian menyerahkan persolan ini ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (“PBB”), dan sejak 1948 berhenti sebagai pemegang mandat.
- Majelis Umum PBB mengambil alih sengketa ini dan mengeluarkan Resolusi Majelis Umum PBB Nomor A/RES/181(II) dan Partition Plan (29 November 1947) (“Resolusi MU PPB 181”). Rencana ini ditolak oleh komunitas Arab dan negara-negara Arab.
- Pada tahun 1948, komunitas Yahudi memproklamasikan berdirinya negara Israel dan mulai mengokupasi secara perlahan-lahan wilayah Palestina.
- Gagalnya inisiatif PBB tersebut melahirkan kevakuman kekuasaan di Palestina dan berdirinya negara Israel memicu perang Israel dengan negara-negara tetangga pada 1948. Pasca perang ini, Israel berhasil menguasai secara de facto wilayah yang semula ditetapkan untuk Israel dalam Resolusi MU PBB 181, serta hampir 60% dari wilayah yang ditetapkan untuk Palestina.
- Norma self determination, yang memberikan hak pada wilayah yang masih berada dalam penguasaan kolonial untuk dimerdekakan.
- Norma uti possidetis juris, yaitu batas-batas wilayah yang dimerdekakan itu harus identik dengan batas wilayah kolonial. Prinsip ini diperkuat oleh pendapat Mahkamah Internasional (ICJ) dalam Advisory Opinion on Legal Consequences of the Separation of the Chagos Archipelago from Mauritius in 1965 (2019). Menurut ICJ, norma self determination juga mengharuskan wilayah koloni dimerdekakan secara utuh dan tidak boleh di pecah-pecah (hal. 43, paragraf 160).
- Norma non-use of force, yaitu penggunaan kekerasan telah diharamkan untuk memperoleh wilayah. Larangan ini mulai berlaku sejak Piagam PBB 1945[1] dan ditegaskan melalui Declaration on Principles of International Law concerning Friendly Relations and Co-operation among States in accordance with the Charter of the United Nations (“Declaration on Friendly Relations”).
- Putusan ICJ dalam Advisory Opinion on Legal Consequences of the Construction of a Wall in the Occupied Palestinian Territory (2004) (“Advisory Opinion on Wall”) yang menyatakan bahwa Israel telah melanggar hak atas self determination Palestina dan telah melakukan de facto annexation (aneksasi) melalui pembangunan tembok di Occupied Palestinian Territory (hal. 52, paragraf 121-122).
- Resolusi Majelis Umum PBB Nomor A/RES/67/19 (2012) mengafirmasi hak self determination dalam kaitannya dengan wilayah Palestina yang diokupasi sejak 1967.
- Pre Trial Chamber I Mahkamah Pidana Internasional (ICC) dalam Situation In The State Of Palestine (2021) merujuk pada wilayah Gaza, Tepi Barat dan Yerusalem Timur sebagai wilayah Palestina yang diokupasi oleh Israel sejak 1967 (hal. 60).
TIPS HUKUM
Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!
Butuh lebih banyak artikel?
Perusahaan Anda Di Sini!