Anak saya menikah saat masih SMA tanpa restu saya. Dia menikah di tempat yang saya tidak ketahui. Sekarang anak saya menyadari kekeliruannya, lalu apakah sah pernikahan anak saya itu, mengingat masih di usia sekolah?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Istilah ‘restu’ yang Anda gunakan sebenarnya memiliki arti yang berbeda dengan ‘izin’ sebagaimana disebutkan dalam peraturan perundang-undangan. Jika umur anak Anda di bawah 21 tahun, perkawinan harus mendapatkan izin dari kedua orang tua terlebih dahulu.
Kemudian jika umurnya di bawah 19 tahun, pihak orang tua harus memintakan dispensasi perkawinan kepada pengadilan. Apabila ketentuan ini tidak terpenuhi, perkawinan dianggap tidak sah. Selain itu, dalam rukun perkawinan Islam bagi calon mempelai wanita, ia membutuhkan wali nikah, yaitu dalam hal ini wali nasab.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul yang Nikah Tanpa ‘Restu’ Orang Tua dalam Islam, Sahkah? yang dibuat oleh Ahmad Sadzali, Lc, M.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Jumat, 22 Januari 2021.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Menjawab masalah menikah tanpa restu orang tua sebagaimana ditanyakan, kami memerlukan penjelasan lebih lanjut tentang kondisi selengkapnya, seperti jenis kelamin anak Anda; pernikahan itu dicatatkan atau tidak; dan usia anak Anda saat menikah. Mengingat informasi tersebut tidak diberikan, kami akan mencoba menjawab dengan memberikan asumsi alternatif atas permasalahan yang Anda alami.
Perkawinan yang Sah dan Pencatatannya
Ketentuan Pasal 1 UU Perkawinan mengartikan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Lebih lanjut, perkawinan yang sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Setiap perkawinan kemudian dicatatkan,[1] dalam hal ini bagi yang beragama Islam, pencatatannya dilakukan oleh Kantor Urusan Agama (KUA).
Hukum perkawinan bagi yang beragama Islam diatur dalam KHI. Adapun perkawinan menurut Pasal 4 KHI dikatakan sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan.
Jadi, sah atau tidaknya perkawinan adalah tergantung pada hukum masing-masing agama dan kepercayaan dari kedua mempelai.
Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam, setiap perkawinan harus dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah, serta harus dilangsungkan di hadapan dan di bawah pengawasannya.[2]
Perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan Pegawai Pencatat Nikah tidak mempunyai kekuatan hukum.[3] Sebab perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah, tapi jika tidak memilikinya, perkawinan dapat diajukan itsbat nikahnya ke Pengadilan Agama.[4]
Rukun Perkawinan Islam
Untuk melaksanakan perkawinan harus ada rukun yang harus dipenuhi yaitu:[5]
calon suami;
calon istri;
wali nikah;
dua orang saksi; dan
ijab dan kabul.
Wali nikah di sini merupakan rukun yang harus dipenuhi calon mempelai wanita yang bertindak untuk menikahkannya.[6] Yang bertindak sebagai wali nikah ialah seorang laki-laki yang memenuhi syarat hukum Islam yakni muslim, aqil, dan baligh.[7]
Wali nikah terdiri dari wali nasab dan wali hakim.[8]Wali nasab terdiri dari 4 kelompok berurutan sesuai erat tidaknya susunan kekerabatan dengan calon mempelai wanita:[9]
Kelompok kerabat laki-laki garis lurus ke atas yakni ayah, kakek dari pihak ayah dan seterusnya.
Kelompok kerabat saudara laki-laki kandung atau saudara laki-laki seayah, dan keturunan laki-laki mereka.
Kelompok kerabat paman, yakni saudara laki-laki kandung ayah, saudara seayah dan keturunan laki-laki mereka.
Kelompok saudara laki-laki kandung kakek, saudara laki-laki seayah dan keturunan laki-laki mereka.
Wali hakim hanya dapat bertindak jika wali nasab tidak ada atau tidak mungkin dihadirkan atau tidak diketahui tempat tinggalnya atau gaib atau adlal atau enggan. Jika walinya adlal atau enggan, wali hakim baru dapat bertindak sebagai wali nikah setelah ada putusan Pengadilan Agama tentang wali tersebut.[10]
Izin dan Dispensasi Perkawinan
Menyambung pertanyaan Anda, khusus bagi calon mempelai yang berumur di bawah 21 tahun, harus mendapatkan izin dari kedua orang tua. Dengan kata lain, menikah tanpa restu orang tua tidaklah diperbolehkan. Jika salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia atau tidak mampu untuk menyatakan kehendak, maka izin diperoleh dari orang tua yang masih hidup/mampu menyatakan kehendaknya.[11]
Apabila kedua orang tua telah meninggal dunia atau tidak mampu menyatakan kehendaknya, izin dimintakan kepada wali, orang yang memelihara atau keluarga yang punya hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke atas selama mereka masih hidup dan dapat menyatakan kehendaknya.[12]
Kemudian jika ada perbedaan pendapat soal izin perkawinan tersebut, pengadilan dapat memberikan izin setelah sebelumnya mendengarkan lebih dahulu keterangan dari orang-orang yang berhak memberi izin tersebut.[13]
Di sisi lain, perkawinan hanya diizinkan jika pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun. Jika terjadi penyimpangan umur, orang tua pihak pria dan/atau orang tua pihak wanita dapat meminta dispensasi kepada pengadilan dengan alasan sangat mendesak disertai bukti-bukti pendukung yang cukup, dan wajib mendengarkan pendapat kedua calon mempelai.[14]
Jika Menikah Tanpa Restu Orang Tua
Sebelumnya dalam pertanyaan Anda menggunakan istilah ‘restu’. Sebenarnya, istilah ‘restu’ ini tidak dapat kita temukan dalam peraturan perundang-undangan, melainkan lebih tepatnya menggunakan istilah ‘izin’.
Antara istilah ‘restu’ dan ‘izin’ pada dasarnya memiliki arti yang berbeda. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata ‘restu’ salah satunya berarti berkat atau doa. Sedangkan ‘izin’ berarti pernyataan mengabulkan (tidak melarang dan sebagainya); persetujuan membolehkan.
Meski berbeda, kami akan asumsikan ‘restu’ yang Anda maksud sebagai izin atau persetujuan membolehkan, dalam konteks persetujuan untuk menikah.
Calon Mempelai Pria
Sebagaimana telah dijelaskan di atas, untuk calon mempelai pria yang berumur di atas 21 tahun tidak membutuhkan wali nikah. Dengan demikian, saat menikah tanpa restu orang tua pun, pernikahannya secara hukum tetap sah. Jadi, tanpa restu dari Anda, pernikahan anak laki-laki Anda yang berumur di atas 21 tahun tetap sah.
Namun jika perkawinan tersebut tidak dicatatkan kepada Pegawai Pencatat Nikah, maka perkawinannya tidak memiliki kekuatan hukum. Artinya perkawinan dianggap oleh negara tidak terjadi, sebab tidak dapat dibuktikan dengan Akta Nikah.
Tetapi patut dicermati, jika umur anak laki-laki Anda di bawah 21 tahun, maka tetap harus membutuhkan izin dari Anda. Serta jika umurnya di bawah 19 tahun, Anda harus memintakan disepensasi perkawinan. Apabila tidak dipenuhi, perkawinan dianggap tidak sah.
Calon Mempelai Wanita
Berbeda dengan calon mempelai pria, pihak calon mempelai wanita membutuhkan wali nikah sebagai rukun perkawinan Islam. Jika tidak dipenuhi, pernikahan tidak akan sah.
Jadi, meskipun anak perempuan Anda telah berumur di atas 21 tahun, ia tetap membutuhkan wali nikah, yaitu wali nasab seperti yang sudah dijelaskan. Apalagi jika masih berumur di bawah 21 tahun, maka harus mendapatkan izin dari Anda terlebih dahulu. Serta jika belum berumur 19 tahun, Anda seharusnya memohonkan dispensasi perkawinan.
Dalam hal ketentuan tersebut tidak dipenuhi, perkawinan dianggap tidak sah. Selanjutnya misalkan anak perempuan Anda telah berumur di atas 21 tahun dan sudah menghadirkan wali nikah, namun perkawinan tidak dicatatkan kepada Pegawai Pencatat Nikah, maka perkawinannya tidak memiliki kekuatan hukum.
Demikian jawaban dari kami terkait menikah tanpa restu orang tua sebagaimana ditanyakan, semoga bermanfaat.