Di media sosial seperti WhatsApp sering kali saya dan teman-teman saya berkomunikasi menggunakan stiker wajah orang lain, baik yang tidak dikenal maupun yang dikenal. Lalu, tidak jarang stiker berupa wajah orang tersebut diedit untuk bahan lelucon. Nah, apakah buat stiker WA pakai foto wajah orang lain bisa dipidana?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Pada intinya, memakai wajah orang lain untuk stiker di WhatsApp artinya menggunakan informasi elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang. Berdasarkan UU ITE, seseorang diharuskan untuk mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari pihak yang bersangkutan, sebelum menggunakan informasi elektronik tersebut. Namun, jika informasi elektronik milik orang lain diubah tanpa hak atau melawan hukum, pelaku berpotensi dipidana penjara paling lama 8 tahun dan/atau denda paling banyak Rp2 miliar.
Selain diatur dalam UU ITE, perbuatan mengedit wajah orang untuk bahan lelucon termasuk perbuatan memodifikasi ciptaan yang melanggar hak moral pencipta dalam UU Hak Cipta. Pelakunya berpotensi dipidana atas dasar tindak pidana penghinaan ringan berdasarkan KUHP dan UU 1/2023.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalanselengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Ketentuan Penggunaan Informasi Elektronik dalam UU ITE
Disarikan dari Mengenal Cyber Law dan Aturannya, aspek hukum yang mengacu pada wilayah hukum yang ruang lingkupnya mencakup subjek hukum yang memanfaatkan teknologi internet dan memasuki ruang dunia maya dikenal sebagai cyber law. Berkaitan dengan cyber law, Indonesia mengacu pada UU ITE dan perubahannya.
Menjawab pertanyaan Anda mengenai penggunaan wajah orang sebagai stiker WhatsApp, pada dasarnya Pasal 26 ayat (1) UU 19/2016 mengatur sebagai berikut:
Kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan, penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan orang yang bersangkutan.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Kemudian, yang dimaksud dengan informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, Electronic Data Interchange (“EDI”), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.[1]
Menurut hemat kami, memakai wajah orang lain untuk stiker di WhatsApp artinya menggunakan informasi elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang, dalam hal ini berupa foto. Berdasarkan aturan di atas, maka seseorang diharuskan untuk mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari pihak yang bersangkutan, sebelum menggunakan informasi elektronik tersebut.
Lalu, apabila pihak terkait merasa dirugikan atau dilanggar haknya karena tersebarnya stiker yang menampilkan wajahnya, dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan, sebagaimana diatur dalam Pasal 26 ayat (2) UU 19/2016.
Kemudian, berdasarkan informasi yang Anda berikan, Anda dan/atau teman-teman Anda mengedit stiker wajah tersebut. Perbuatan ini pada dasarnya telah diatur dalam Pasal 32 ayat (1) UU ITE sebagai berikut:
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik orang lain atau milik publik.
Pasal 32 ayat (1) UU ITE mengandung unsur tindak pidana subjektif maupun objektif. Unsur subjektif dari tindak pidana yang tercantum dalam pasal tersebut adalah unsur sengaja dan melawan hukum. Sementara unsur objektifnya adalah mengubah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan informasi elektronik milik orang lain.[2]
Adapun ancaman pidana yang dapat dikenakan kepada setiap orang yang memenuhi unsur dalam Pasal 32 ayat (1) UU ITE adalah pidana penjara paling lama 8 tahun dan/atau denda paling banyak Rp2 miliar, sebagaimana diatur dalam Pasal 48 ayat (1) UU ITE.
Ketentuan Penggunaan Hak Cipta
Selain diatur dalam UU ITE, aspek hukum lain yang perlu diperhatikan adalah undang-undang yang menyangkut hak cipta. Foto wajah seseorang adalah karya fotografi dengan objek manusia yang disebut sebagai potret, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 10 UU Hak Cipta. Selain itu, menurut Pasal 40 ayat (1) huruf l UU Hak Cipta, potret termasuk dalam salah satu ciptaan yang dilindungi oleh hak cipta.
Sebagaimana telah dijelaskan dalam artikel Jerat Hukum Mengedit Wajah Orang Menjadi Meme, perbuatan mengedit wajah orang untuk bahan lelucon termasuk perbuatan memodifikasi ciptaan dan sangat mungkin dilakukan tanpa izin pemilik potret atau pencipta (pemegang hak cipta) dari potret tersebut. Setiap ciptaan terkandung hak moral dan hak ekonomi. Salah satu hak moral adalah hak pencipta untuk mengizinkan atau tidak mengizinkan modifikasi karyanya yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya sebagaimana tercermin dalam Pasal 5 ayat (1) huruf e UU Hak Cipta. Jadi secara hukum, pelaku wajib mendapatkan izin untuk memodifikasi ciptaan, dalam hal ini stiker dengan potret muka seseorang di WhatsApp.
Menurut hemat kami, dalam hal seseorang tersinggung karena wajahnya dijadikan stiker di WhatsApp dan dimodifikasi untuk jadi bahan lelucon, maka pelakunya dapat dipidana atas dasar tindak pidana penghinaan ringan.
Catatan lainnya, sekalipun pembuatan, modifikasi, dan penyebaran stiker WhatsApp dilakukan melalui sistem elektronik, namun sanksi pidananya tetap merujuk pada ketentuan dalam KUHP dan UU 1/2023. Berikut ulasannya.
Tindak Pidana Penghinaan Ringan
Tindak pidana penghinaan diatur dalam ketentuan KUHP lama yang masih berlaku pada saat artikel ini diterbitkan dan UU 1/2023 yang mulai berlaku 3 tahun terhitung sejak tanggal diundangkan,[3] yakni pada tahun 2026.
Pasal 315 KUHP
Pasal 436 UU 1/2023
Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap seseorang, baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, diancam karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama 4 bulan 2 minggu atau pidana denda paling
banyak Rp4.5 juta.[4]
Penghinaan yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap orang lain baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang yang dihina tersebut secara lisan atau dengan perbuatan atau dengan tulisan yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, dipidana karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori II, yaitu Rp10 juta.[5]
Unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 315 KUHP adalah:[6]
setiap penghinaan yang tidak bersifat pencemaran lisan atau pencemaran tertulis;
yang dilakukan terhadap seseorang dimuka umum dengan lisan atau tulisan, maupun dimuka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan;
dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya; dan
dengan sengaja.
Disarikan dari Hukumnya Melabrak Orang Lain, ketentuan hukum penghinaan merupakan delik aduan, yaitu perkara penghinaan terjadi jika ada pihak yang mengadu. Artinya, korban yang merasa dirugikan dapat mengadu ke aparat hukum agar perkara bisa diusut. Dalam pengertian lain, aparat hukum tidak bisa berinisiatif melakukan penyidikan dan pengusutan apabila tidak ada pengaduan dari pihak yang dirugikan.[7] Hal tersebut juga diatur dalam Pasal 440 UU 1/2023 yang berbunyi:
Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 433, Pasal 434, dan Pasal 436 sampai dengan Pasal 438 tidak dituntut, jika tidak ada pengaduan dari Korban Tindak Pidana.
Kesimpulannya, memakai wajah orang lain untuk stiker di WhatsApp artinya menggunakan informasi elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang. Sehingga dalam UU ITE, Anda wajib mendapatkan persetujuan dari pihak yang bersangkutan jika hendak menggunakan wajah orang tersebut untuk stiker. Kemudian dalam Pasal 32 ayat (1) UU ITE, orang dilarang mengubah informasi elektronik milik orang lain. Pelaku yang melanggar ketentuan ini berpotensi dipenjara paling lama 8 tahun dan/atau denda paling banyak Rp2 miliar. Selain itu, perbuatan mengedit wajah orang untuk bahan lelucon termasuk perbuatan memodifikasi ciptaan yang melanggar hak moral pencipta yang diatur dalam UU Hak Cipta. Walaupun pembuatan dan modifikasi stiker WhatsApp dilakukan melalui sistem elektronik, namun sanksi pidananya tetap merujuk pada ketentuan dalam KUHP dan UU 1/2023 tentang penghinaan ringan.
Muhammad Dani Ihkam dan I Gusti Ngurah Parwata. Tindak Pidana Cyber Bullying Dalam Perspektif Hukum Pidana di Indonesia. Jurnal Kertha Wicara, Vol. 9, No. 11, 2020;
Richard Elyas Christian Sirait (et.al). Penegakan Hukum Pelaku Delik Pencemaran Nama Baik (Studi Putusan Nomor: 4/Pid.C/2020/Pn.Tlk). Jurnal Hukum PATIK, Vol. 9, No. 3, 2020;
Ridho Iwan Saputra (et.al). Upaya Polisi Republik Indonesia Dalam Menanggulangi Kejahatan Cybercrime. Jurnal Lex Suprema, Vol. 11, No. 2, September 2020.
[6] Muhammad Dani Ihkam dan I Gusti Ngurah Parwata. Tindak Pidana Cyber Bullying Dalam Perspektif Hukum Pidana di Indonesia. Jurnal Kertha Wicara, Vol. 9, No. 11, 2020, hal. 6.
[7] Richard Elyas Christian Sirait (et.al). Penegakan Hukum Pelaku Delik Pencemaran Nama Baik (Studi Putusan Nomor: 4/Pid.C/2020/Pn.Tlk). Jurnal Hukum PATIK, Vol. 9, No. 3, 2020, hal. 217.