Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran kedua kali dari artikel dengan judul
Pencabutan Laporan Tentang Pencabulan yang dibuat pertama kali oleh
Diana Kusumasari, S.H., M.H. dan dipublikasikan pada Sabtu, 19 November 2011, kemudian dimutakhirkan pertama kali oleh
Letezia Tobing, S.H., M.Kn. dan dipublikasikan pada Senin, 23 Mei 2016.
Intisari :
Tidak ada keharusan bagi delik pencabulan terhadap anak untuk diadukan oleh korbannya. Dengan demikian, delik pencabulan terhadap anak merupakan delik biasa, bukan delik aduan. Delik biasa dapat diproses tanpa adanya persetujuan dari yang dirugikan (korban). Oleh karena pencabulan merupakan delik biasa, maka proses perkara pencabulan tersebut tetap akan diproses, walaupun sudah ada pencabutan laporan dari si istri (pelapor), korban maupun keluarga korban. Penjelasan lebih lanjut, silakan baca ulasan di bawah ini. |
Ulasan :
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Pemicu Kekerasan Seksual
Tindak pidana pencabulan terhadap anak ini patut menjadi perhatian bagi kita semua, terutama orang tua. Dalam laman Komisi Perlindungan Anak Indonesia -
Narkoba hingga Film Porno Pemicu Kekerasan Seksual Anak di Aceh, sebagai contohnya adalah di Aceh, Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH-APIK), menyebutkan jumlah kasus kekerasan yang dialami perempuan dan anak di Aceh tergolong tinggi. Mereka menduga peningkatan kejahatan seksual itu dipicu pengaruh narkoba, efek film porno, dan faktor ekonomi.
Terkait laporan si istri yang dicabut dan bagaimana kelanjutan proses perkaranya, harus dilihat terlebih dahulu apakah ketentuan pidana terkait pencabulan anak adalah delik biasa atau delik aduan.
Pencabulan Merupakan Delik Biasa
Dalam delik biasa perkara dapat diproses tanpa adanya persetujuan dari yang dirugikan (korban). Jadi, walaupun korban (anak) atau pelapor (istri dalam konteks pertanyaan Anda) telah mencabut laporannya kepada pihak yang berwenang, penyidik tetap berkewajiban untuk memproses perkara tersebut.
Sebagaimana pernah dijelaskan dalam artikel
Adakah Delik Aduan yang Tetap Diproses Meski Pengaduannya Sudah Dicabut?, berbeda dengan delik biasa, delik aduan artinya delik yang hanya bisa diproses apabila ada pengaduan atau laporan dari orang yang menjadi korban tindak pidana. Menurut Mr. Drs. E Utrecht dalam bukunya
Hukum Pidana II, dalam delik aduan penuntutan terhadap delik tersebut digantungkan pada persetujuan dari yang dirugikan (korban). Pada delik aduan ini, korban tindak pidana dapat mencabut laporannya kepada pihak yang berwenang apabila di antara mereka telah terjadi suatu perdamaian.
Pasal 76E UU 35/2014
Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.
Pasal 82 Perpu 1/2016
Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang tua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Selain terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penambahan 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana juga dikenakan kepada pelaku yang pernah dipidana karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E.
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E menimbulkan korban lebih dari 1 (satu) orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Selain dikenai pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4), pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku.
Terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (4) dapat dikenai tindakan berupa rehabilitasi dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.
Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diputuskan bersama-sama dengan pidana pokok dengan memuat jangka waktu pelaksanaan tindakan.
Pidana tambahan dikecualikan bagi pelaku Anak.
Dari rumusan di atas, terlihat bahwa tidak ada keharusan bagi delik ini untuk diadukan oleh korbannya. Dengan demikian, delik pencabulan terhadap anak merupakan delik biasa, bukan delik aduan. Delik biasa dapat diproses tanpa adanya persetujuan dari yang dirugikan (korban). Oleh karena pencabulan merupakan delik biasa, bukan delik aduan, maka proses perkara pencabulan tersebut tetap akan diproses, walaupun sudah ada pencabutan laporan dari si istri (pelapor), korban maupun keluarga korban.
Jadi, seharusnya polisi tetap memproses si tersangka meski si pelapor telah mencabut laporannya.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Referensi:
Utrecht. Hukum Pidana II. Bandung: PT Penerbitan Universitas, 1965.